Legenda Baturraden

Posting Komentar
Konten [Tampil]

Sehubungan dengan kunjungan ES (Entry Strater) ke daerah Banyumas – Purbalingga – Purwokerto seminggu yang lalu, maka saya memutuskan untuk sedikit berbagi pengetahuan. Salah satu tempat yang saya kunjungi kemarin adalah Baturraden yang mana sudah cukup terkenal di telinga para travelista Tanah Air.

Lokasi Baturraden:


Baturraden adalah salah simbol dari kabupaten Banyumas, Jawa tengah. Letak tempat ini berada di 7,313646°LS 109,229765°BT, lereng gunung Slamet yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah, utara dari kota Purwokerto. Tempat ini sudah sangat terkenal akan keindahan alamnya bagi masyarakat Indonesia. Tempat ini menyajikan panorama – panorama yang indah seperti telaga sunyi, pancuran pitu. Suasana di tempat ini juga sangat nyaman dengan udara sejuk khas pegunungan.


Baturraden:

Baturraden adalah salah satu cerita rakyat dari Jawa Tengah yang cukup populer khususnya di daerah tersebut. Salah satu dari kekayaan seni Indonesia adalah cerita rakyat Indonesia yang begitu beragam dari tiap daerah. Hal ini menjadikan seni sastra Indonesia semakin kaya. Selain itu cerita rakyat juga merupakan kisah-kisah rakyat pada zaman dahulu yang bisa kita ambil hikmahnya untuk kehidupan sehari-hari. Berikut adalah kisan Baturraden, salah satu cerita rakyat dari Jawa Tengah.


Versi I

Suta adalah seorang abdi kadipaten yang baik hati. Pekerjaannya sebagai abdi adalah mengerjakan pekerjaan kasar di kadipaten. Selain itu Suta juga bertugas menjaga keamanan wilayah kadipaten dari orang-orang jahat. Pada suatu hari Suta sedang berjalan-jalan memeriksa sudut-sudut wilayah kadipaten, kemudian dia mendengar suara perempuan sedang menjerit-jerit ketakutan. Suta segera bergegas berlari ke arah sumber suara. Setelah mencari sumber suara tersebut Suta berhenti di sebuah pohon yang besar. Di salah satu dahan pohon ternyata ada seekor ular besar dan didekatnya ada putri adipati yang ketakutan melihat ular tersebut.

Sebenarnya Suta juga merasa takut melihat ular sebesar itu. Namun karena kesetiaannya mengabdikan diri pada adipati Suta berusaha menyingkirkan rasa takutnya. Suta berusaha menolong putri adipati. Kemudian Suta mengambil sebatang kayu besar dan di pukulkan kearah ulat besar itu. Setelah di pukul beberapa kali akhirnya ular itu roboh ke tanah dan tidak bergerak lagi. Ular itu mati di tangan Suta. Melihat kejadian itu putri adipati merasa senang dan mengucapkan banyak terima kasih pada Suta yang telah menolongnya. Keberanian Suta membuat putri adipati menjadi kagum dan menyukainya.

Setelah kejadian itu mereka menjadi akrab dan sering bertemu. Dari seringnya mereka bertemu telah menumbuhkan bibit cinta di antar keduanya. Mereka saling mencintai walaupun perbedaan derajat kala itu tidak membolehkan seorang abdi mencintai putri. Kanjeng adipati yang mendengar berita bahwa putrinya menyukai Suta menjadi murka. Adipati merasa malu jika putri yang di sayanginya menikah dengan seorang abdi kadipaten yang miskin. Adipati lalu memerintahkan putrinya untuk menjauhi Suta dan tidak boleh ada hubungan di antar keduanya.

Putri adipati menjadi sedih karena dilarang bertemu dengan Suta. Setelah itu tersiar kabar yang lebih memprihatinkan. Dari seorang abdi kepercayaan putri mendengar bahwa Suta di masukkan dalam penjara bawah tanah oleh kanjeng adipati. Tidak hanya itu, selama di penjara Suta tidak di beri makan dan minum. Penjara itu sendiri di genangi air sehingga membuat Suat demam tinggi karena dinginnya genangan air tersebut. Mendengar berita itu putri adipati tidak tahan lagi. Dia berusaha untuk menolong Suta karena bukan hanya karena putri mencintainya namun ketika dulu putri pernah berhutang nyawa pada Suta saat dirinya di selamatkan Suta dari ular besar.

Putri Adipati lalu menemui abdi kepercayaan dan memaksanya untuk mengeluarkan Suta dari dalam penjara bawah tanah. Abdi kepercayaan itu lalu menyusup ke dalam penjara dan bertemu Suta yang sedang terserang demam tinggi. Lalu abdi kepercayaan membawa Suta keluar dari penjara tersebut secara diam-diam. Dia mengatakan bahwa putri adipati yang telah menolongnya dan saat ini putri sedang menunggu di halaman kadipaten. Setelah berhasil keluar dari penjara, putri dan Suta melarikan diri keluar kadipaten. Mereka lalu menikah dan tinggal di sebuah desa kecil. Kini desa itu disebut desa Baturaden asal kata dari Batur yang artinya abdi dan keturunan raden yang menunjukkan keturunan adipati.

Suta adalah seorang abdi kadipaten yang baik hati. Pekerjaannya sebagai abdi adalah mengerjakan pekerjaan kasar di kadipaten. Selain itu Suta juga bertugas menjaga keamanan wilayah kadipaten dari orang-orang jahat. Pada suatu hari Suta sedang berjalan-jalan memeriksa sudut-sudut wilayah kadipaten, kemudian dia mendengar suara perempuan sedang menjerit-jerit ketakutan. Suta segera bergegas berlari ke arah sumber suara. Setelah mencari sumber suara tersebut Suta berhenti di sebuah pohon yang besar. Di salah satu dahan pohon ternyata ada seekor ular besar dan didekatnya ada putri adipati yang ketakutan melihat ular tersebut.
Sebenarnya Suta juga merasa takut melihat ular sebesar itu. Namun karena kesetiaannya mengabdikan diri pada adipati Suta berusaha menyingkirkan rasa takutnya. Suta berusaha menolong putri adipati. Kemudian Suta mengambil sebatang kayu besar dan di pukulkan kearah ulat besar itu. Setelah di pukul beberapa kali akhirnya ular itu roboh ke tanah dan tidak bergerak lagi. Ular itu mati di tangan Suta. Melihat kejadian itu putri adipati merasa senang dan mengucapkan banyak terima kasih pada Suta yang telah menolongnya. Keberanian Suta membuat putri adipati menjadi kagum dan menyukainya.
Setelah kejadian itu mereka menjadi akrab dan sering bertemu. Dari seringnya mereka bertemu telah menumbuhkan bibit cinta di antar keduanya. Mereka saling mencintai walaupun perbedaan derajat kala itu tidak membolehkan seorang abdi mencintai putri. Kanjeng adipati yang mendengar berita bahwa putrinya menyukai Suta menjadi murka. Adipati merasa malu jika putri yang di sayanginya menikah dengan seorang abdi kadipaten yang miskin. Adipati lalu memerintahkan putrinya untuk menjauhi Suta dan tidak boleh ada hubungan di antar keduanya.
Putri adipati menjadi sedih karena dilarang bertemu dengan Suta. Setelah itu tersiar kabar yang lebih memprihatinkan. Dari seorang abdi kepercayaan putri mendengar bahwa Suta di masukkan dalam penjara bawah tanah oleh kanjeng adipati. Tidak hanya itu, selama di penjara Suta tidak di beri makan dan minum. Penjara itu sendiri di genangi air sehingga membuat Suat demam tinggi karena dinginnya genangan air tersebut. Mendengar berita itu putri adipati tidak tahan lagi. Dia berusaha untuk menolong Suta karena bukan hanya karena putri mencintainya namun ketika dulu putri pernah berhutang nyawa pada Suta saat dirinya di selamatkan Suta dari ular besar.
Putri Adipati lalu menemui abdi kepercayaan dan memaksanya untuk mengeluarkan Suta dari dalam penjara bawah tanah. Abdi kepercayaan itu lalu menyusup ke dalam penjara dan bertemu Suta yang sedang terserang demam tinggi. Lalu abdi kepercayaan membawa Suta keluar dari penjara tersebut secara diam-diam. Dia mengatakan bahwa putri adipati yang telah menolongnya dan saat ini putri sedang menunggu di halaman kadipaten. Setelah berhasil keluar dari penjara, putri dan Suta melarikan diri keluar kadipaten. Mereka lalu menikah dan tinggal di sebuah desa kecil. Kini desa itu disebut desa Baturaden asal kata dari Batur yang artinya abdi dan keturunan raden yang menunjukkan keturunan adipati.


Versi II

Konon di Negara Rum, bertahta seorang Pangeran bernama Syekh Maulana Maghribi berasal dari Turki yang memeluk agama Islam dan dia adalah seorang ulama. Pada waktu fajar menyingsing, setelah beliau melakukan kewajibannya selaku orang muslim, terlihatlah oleh beliau cahaya terang misterius bersinar disebelah timur menjulang tinggi di angkasa. Terdorong oleh perasaan ingin mengetahui tempat darimana cahaya terang misterius itu datang dan makna dari cahaya terang tersebut, maka timbullah niat dan itikad yang kuat di dalam sanubarinya dan mencari tempat yang dimaksud. Seorang sahabatnya bernama Haji Datuk dipanggil dan diperintahkan supaya para hulubalang dan balatentaranya menyiapkan armada dengan segala perlengkapannya untuk berlayar menuju kearah datangnya cahaya misterius tersebut. Maka,berangkatlah si Pangeran bersama-sama dengan sahabatnya itu 298 (dengan dua ratus sembilan puluh delapan) orang pengikutnya mengarungi samudera menuju kearah terlihatnya cahaya itu memancar selama 40 malam.

Syekh Maulana Maghribi:

Kemudian sampailah mereka di ujung timur sebuah pulau yang bernama dengan Pulau Jawa. Adapun tempat dimana mereka membuang sauh dewasa ini terkenal dengan nama Pantai Gresik.


Meskipun mereka telah lama menempuh perjalanan penuh dengan berbagai kesulitan dan penderitaan serta menghadapi bermacam-macam marabahaya, mereka belum mencapai apa yang menjadi cita-cita atau tujuannya karena cahaya terang misterius tersebut tampak disebelah barat. Pada suatu waktu terlihat kembali cahaya terang yang sedang dicarinya itu disebelah barat dan mereka mengambil keputusan kembali karah barat dengan menempuh jalan di laut Jawa di pantai Pemalang Jawa Tangah, dimana mereka berlabuh sambil sekedar melepas lelah. Ditempat ini Syekh Maulana Maghribi meminta para armadanya untuk pulang ke negerinya, sedangkan Syekh Maulana Maghribi ditemani oleh Haji Datuk dan untuk sementara bermukim ditempat itu.

Karena mereka mempunyai kepercayan pada Yang Maha Pencipta, mereka dijiwai oleh kekuatan Gaib yang tiada kunjung padam dan berketetapan hati akan melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki menuju kearah Selatan sambil menyebarkan agama Islam. Dari Pemalang mereka menuju ke selatan menyusuri hutan belantara tanpa mengenal bahaya yang dihadapinya karena tertarik sinar cahaya misterius yang sekarang terlihat di Timur Laut. Berhubung jalur yang ditempuhnya itu meletihkan, maka mereka berhenti sejenak untuk melepaskan lelahnya sambil termenung merasakan kisah perjalanannya serta kewajibannya yang dibebankan diatas pundaknya untuk menyebarluaskan agama Islam. Tempat dimana mereka beristirahat dengan diliputi pikiran-pikiran (gagasan-gagasan) dan perasaan-perasaan yang memenuhi hati sanubarinya diberi nama ‘Paduraksa’ yang artinya bertengkar didalam kalbu atau rasa.

Dari tempat itu mereka meneruskan perjalanannya ke selatan lagi dan sampailah mereka di hutan belukar dan untuk melepaskan lelahnya mereka singgah diatas tonggak randu yang tumbang dan tempat tersebut mereka beri nama ‘Randudongkal’. Dari tempat peristirahatannya itu, cahaya terang masih kelihatan ada di timur laut, dan mereka meneruskan perjalanannya menuju arah cahaya tadi. Dan sebelum mereka sampai ketempat yang menjadi tujuannya mereka berhenti untuk beristirahat di dekat Sendang (kolam) untuk melakukan ibadah Sholat, dan sesudahnya tempat tersebut diberi nama ‘Belik’. Setelah melakukan Sholat, maka perjalanan diteruskan kearah timur dan sampailah disuatu tempat, dimana terdapat banyak batu-batuan dan di tempat tersebut mereka beristirahat lagi sambil memikirkan bagaimana cara mereka dapat menjangkau tempat kedudukan cahaya yang dicarinya, karena cahaya terang tersebut terlihat ada dipuncak Gunung. Tempat dimana mereka beristirahat dan terdapat banyak batu-batuan itu diberi nama ‘Watu Kumpul’.

Karena tekadnya yang kuat, pendakian itu dilakukan hingga akhirnya sampailah mereka di tempat yang dituju. Terlihat oleh mereka seorang pertapa yang menyandarkan dirinya pada sebatang pohon jambu yang mengeluarkan sinar yang bercahaya menjulang tinggi ke angkasa. Perlahan-lahan Syekh Maulana Maghribi dan Haji Datuk menuju mendekati tempat tersebut sambil mengucapkan salam ‘Assalamu’alaikum’, tetapi tidak dijawabnya oleh si petapa meskipun berulangkali diucapkan. Setelah ternyata salamnya tidak mendapat jawaban, maka Haji Datuk berkata pada Syekh Maulana Maghribi : ‘Kiranya pertapa itu adalah seorang Budha’. Mendengar perkataan tersebut, si petapa itu lalu menjawab : ‘Sesungguhnya saya ini adalah orang Budha yang Sakti’. Mendengar kata-kata sakti maka Syekh Maulana Maghribi meminta kepada pemeluk agama Budha tadi, bahwa beliau ingin melihat atau menyaksikan kesaktiannya,maka diambillah tutup kepalanya yang berupa kopiah itu dapat terbang di angkasa. Syekh Maulana Maghribi tergolong orang yang mempunyai kesaktian dan didorong oleh rasa ingin mengimbangi kemukjizatan si pertapa itu, lalu melepaskan bajunya dan dilemparkan keatas, ternyata baju tersebut dapat terbang di udara dan selalu menutupi kopiah si pertapa yang menandakan bahwa kesaktiannya lebih unggul dari kesaktian orang Budha itu,tetapi ia belum mau menyerah dan masih akan mempertontonkan lagi kepandaiannya yang berujud menyusun telur setinggi langit. Melihat keadaan tersebut diatas Syekh Maulana Maghribi merasa heran, namun demikian ia tidak mau dikalahkan begitu saja, maka dengan tenangnya diperintahkan kepada si pertapa agar ia mau mengambil telur itu satu persatu dari bawah tanpa ada yang jatuh. Ternyata pertapa itu tidak sanggup melakukannya. Karena si pertapa sudah benar-benar tidak melakukannya hal tersebut, maka Syekh Maulana Maghribi mengambil tumpukan telur tadi dimulai dari bawah sampai selesai dengan tidak ada satupun yang jatuh.

Syekh Maulana Maghribi masih merasa belum puas dan masih meneruskan perjuangannya sekali lagi dengan memperlihatkan pemupukan periuk-periuk berisi air sampai menjulng tinggi. Lalu, Syekh Maulana Maghribi berkata : ‘Ambillah periuk-periuk itu satu demi satu dari bawah tanpa ada yang berjatuhan’. Setelah ternyata tidak ada kesanggupan daari si pertapa, maka beliau sendirilah yang melakukannya dan periuk yang terakhir itu pecah dan airnya memancar kesegala penjuru.

Akhirnya si pertapa yang mengaku bernama ‘Jambu Karang’ (nama tersebut berasal dari pohon sandarannya, yaitu sebatang pohon jambu dimana disekelilingnya terdapat batu-batuan) menyerah kalah serta berjanji akan memeluk agama Islam. Janji tersebut diterima oleh Syekh Maulana Maghribi dan Jambu Karang diperintahkan untuk memotong rambut dan kukunya dan selnjutnya dikubur di ‘Penungkulan’ (tempat dimana si pertapa menyerah kalah). Kemudian dilakukan upacara penyucian dengan air zam-zam yng dibawa oleh Haji Datuk dari Tanah Suci atas perintah Syekh Maulana Maghribi dengan mempergunakan tempat dari bambu (bumbung). Setelah upacara penyucian selesai, bumbung berisikan sisa air disandarkan pada pohon waru, tetap karena kurang cermat menyandarkannya maka robohlah bumbung tadi dan pecah sehingga air sisa tersebut berhamburan dan di tempat tersebut konon kabarnya menjadi mata air yng tidak mengenal kering dimusim kemarau.

Setelah pertapa disucikan menjadi pemeluk agama Islam, maka namanya diubah menjadi ‘Syekh Jambu Karang’. KemudianSyekh Jambu Karang akan mendapatkan wejangan (bai’at), beliau menunjukkan suatu tempat yang serasi dan cocok untuk upacara bai’at tersebut yaitu diatas bukit ‘Kraton’. Sesaat setelah Syekh Jambu Karang menerima wejangan, turun hujan lebat disertai dengan angin ribut yang mengakibatkan pohon-pohon disekeliling tempat itu menundukkan dahan-dahannya seperti sedang menghormati Gunung Kraton yaitu tempat dimana Syekh Maulana Maghribi sedang memberikan wejangan (membai’at) Syekh Jambu Karang menjadi seorang Muslim. Menurut hikayatnya, Syekh Jambu Karang mempunyai seorang putri bernama ‘Rubiah Bhakti’ yang dipersunting oleh Syekh Maulana Maghribi, setelah Syekh Jambu Karang menjadi seorang Muslim dengan mas kawin berupa mas merah setanah Jawa. Setelah memperistrikan putri Syekh Jambu Karang, Syekh Maulana Maghribi berganti nama menjadi ‘Atas Angin’. Dari perkawinannya tersebut menurunkan lima orang putera dan puteri, yaitu :

1. Makdum Kusen (Makam di Rajawana)
2. Makdum Medem (Makam di Cirebon)
3. Makdum Umar (Makam diKarimun Jawa)
4. Makdum (yang menghilang atau murca)
5. Makdum Sekar (Makam di Gunung Jembangan)

Adapun Syekh Jambu Karang tetap bermukim di Gunung Kraton, dan setelah wafat dimakamkan ditempat itu pula dan tempat pemakamannya disebut ‘Gunung Munggul’ (puncak yang tertinggi didaerah itu).

Syekh Maulana Maghribi yang terkenal dengan ‘Mbah Atas Angin’ selama empat puluh lima tahun bermukim disuatu tempat atau pedukuhan yang bernama ‘Banjar Cahayana’ (mungkin tempat tersebut didiami setelah menemukan cahayanya). Di tempat tersebut Mbah Atas Angin menderita penyakit gatal-gatal yang susah disembuhkan. Hal ini menimbulkan keprihatinan disertai dengan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya diberi rahmat serta berkah terhindar dari penyakitnya itu.

Sesudah sholat Tahajud.dia mendapat Ilham bahwa dia harus pergi ke Gunung ‘Gora’ dimana ia akan mendapatkan obat mujarab untuk menyembuhkan penyakitnya itu. Kemudian pagi-pagi waktu Shubuh Mbah Atas Angin bersama Haji Datuk pergi kearah barat dan pada siang hari sampailah mereka dilereng Gunung Gora. Sesudah sampai di lereng Gunung Gora beliau meminta Haji Datuk untuk meninggalkannya dan beristirahat sambil menunggu di tempat yang datar, sebab Mbah Atas Angin akan meneruskan perjalanannya kearah suatu tempat yang mengepulkan asap. Ternyata disitu ada sumber air panas dan Syekh Maulana Maghribi menyebutnya ‘Pancuran Pitu’ yang artinya sebuah sumber air panas yang mempunyai tujuh mata air. Setiap hari Syekh Maulana Maghribi mandi secara teratur di tempat itu, dengan begitu dia sembuh dari penyakit gatalnya. Sesudahnya beliau memanjatkan do’a syukur kehadirat Illahi serta mengucap syukur bahwasanya ia telah dikaruniai sembuh dari sakitnya yang telah sangat lama dideritanya. Setelah ia kembali ketempat dimana Haji Datuk menunggu, ia berkata : Saksikanlah, saya sekarang telah sembuh dari sakitku dan telah terhindar dari penderitaan.

Selanjutnya Dia mengganti nama Gunung Gora itu menjadi ‘Gunung Slamet’. Slamet dalam bahasa Jawa berarti aman. Selama Syekh Maulana Maghribi berobat di Pancuran Pitu, Haji Datuk tetap dan taat menunggu ditempat yang ditunjuk semula dan kepadanya diberi julukan ‘Haji Datuk Rusuladi’. Rusuladi artinya ‘Batur Yang Baik’ (Adi). Dan konon kabarnya tempat tersebut oleh penduduk sekitarnya hingga kini disebut dengan ‘BATURRADEN’.

Syeh Maulana Maghribi adalah penyebar agam islam yang secara kebetulan beliau juga seorang pangeran dari negeri Rum-Turki. Suatu hari saat fajar menyingsing setelah melaksanakan sholat subuh, Syeh Maulana melihat cahaya misterus yang menjulang tinggi di angkasa. Sang Pangeran ingin mengetahui dari mana arah mana cahaya misterius itu datang dan apa arti phenomena itu. Kemudian beliau memutuskan untuk menyelidikinya dengan ditemani pengikutnya yang sangat setia yang bernama Haji Datuk serta ratusan pengawal kerajaan. Mereka berlayar menuju arah cahaya misterius. Setelah kapal yang ditumpanginya sampai di pantai Gresik-Jawa Timur, tiba¬tiba cahaya tersebut muncul disebelah barat dan pangeran beserta pengawal kerajaan pergi berlayar kearah barat dan sampailah di pantai Pemalang Jawa Tengah. Disini. Syeh Maulana menyuruh hulu balangnya untuk pulang ke Turki. Sementara beliau melanjutkan perjalanannya dengan ditemani Haji Datuk dengan berjalan kaki kearah selatan sambil menyebarkan agama Islam. Ketika melewati daerah Banjar Cahyana tiba-tiba beliau menderita sakit gatal disekujur tubuhnya. Penyakit gatalnya sulit disembuhkan. Suatu malam setelah menjalankan sholat tahajjud, pangeran mendapat ilham bahwa beliau harus pergi ke Gunung Gora. Setibanya dilereng Gunung Gora, beliau meminta Haji Datuk untuk meninggalkan

Sendiri dan menunggu disuatu tempat yang mengeluarkan kepulan asap. Ternyata disitu ada sumber air panas yang mempunyai tujuh buah pancuran. Syeh Maulana memutuskan tinggal disini untuk berobat dengan mandi secara teratur di sumber air panas yang memiliki tujuh buah mata air. Puji syukur kehadirat Allah akhirnya penyakit yang dideritanya sembuh total. Kemudian Syeh Maulana memberi nama tempat ini menjadi Pancuran Tujuh. Penduduk sekitar menyebut Syeh Maulana dengan nama mbah Atas Angin karena datang dari negeri yang jauh. Kemudian Syeh Maulana Maghribi memberi gelar kepada Haji Datuk dengan sebutan Rusuludi yang dalam bahasa jawa berarti Batur kang Adi (Abdi yang setia). Kemudian desa itu dikenal dengan sebutan Baturadi yang lama kelamaan menjadi Baturaden yang dalam penulisannya menggunakan satu "R" yaitu: BATURADEN. Karena Syeh Maulana mendapat kesembuhan penyakit gatal dan keselamatan di lereng Gunung Gora maka beliau mengganti nama menjadi Gunung Slamet. 
Baturraden:


Anggarawepe
Setitik debu di tengah besarnya alam semesta dibawah kuasa kebesaran Allah SWT

Related Posts

There is no other posts in this category.

Posting Komentar