PRASASTI MENUJU “BUMI BANYUMAS”

Posting Komentar
Konten [Tampil]

PRASASTI MENUJU “BUMI BANYUMAS”



PROLOGUE


Tahun mulai memasuki angka 2015. Sebuah permulaan dari sebuah siklus periode waktu yang akan berlangsung selama 12 bulan. Setiap tahun pasti punya cerita masing – masing bagi tiap – tiap individu di dunia ini.

Setelah cerita tentang pendakian ES (Entry Starter) tahun 2014 di postingan sebelumnya, postingan kali ini juga berisi tentang sebuah cerita yang terjadi di tahun 2014. Sama dengan postingan sebelumnya yang berisi tentang kisah petualangan, namun bedanya kali ini bukanlah kisah petualangan pendakian, melainkan kisah travelling yang ES alami bersama teman – teman Prasasti UGM.



Prasasti UGM adalah singkatan dari Pradangga Sastra Inggris Universitas Gadjah Mada yang merupakan tim karawitan dari mahasiswa Sastra Inggris di UGM. Memang belum ada postingan khusus mengenai komunitas yang ES ikuti tersebut. InsyaAllah postingan spesifik mengenai Prasasti UGM akan ada di postingan – postingan selanjutnya.

Kali ini yang akan ES ceritakan bukanlah cerita mengenai kegiatan Prasasti bermain gamelan, namun cerita kali ini adalah saat kami melakukan kunjungan ke daerah Purbalingga dan Purwokerto; Jawa Tengah. Langsung saja cerita ini dimulai.


YOGYAKARTA NAN MURAM



Pagi itu hari Minggu tanggal 16 Februari 2014. Matahari pagi seolah enggan menampakkan dirinya. Kondisi kota Yogyakarta saat itu tidak seperti biasanya yang penuh warna, kota yang sempat menjadi ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia itu seakan muram. Bukan karena mendung pekat yang menggantung di langit kota pelajar, namun sebagai akibat dari erupsi gunung Kelud yang secara tidak terduga abunya cukup tebal menyelimuti Yogyakarta.

Pagi itu pula sekelompok pemuda dan pemudi berkumpul di suatu tempat di daerah Sendawa, Yogyakarta yang terletak di sebelah kampus Universitas Gadjah Mada. Perkumpulan mereka bukanlah untuk membentuk suatu aliran sesat, namun adalah untuk persiapan mengadakan perjalanan yang akan diadakan hari itu juga. Seperti yang sudah dijelaskan di bagian prolog tadi, mereka adalah rombongan tim karawitan Prasasti UGM yang akan mengadakan perjalanan ke daerah Banyumas yang meliputi Purbalingga.

Total dari seluruh anggota tim saat itu ada 10 orang; mereka tentu saja adalah ES bersama 9 teman yaitu:

0. Anggara W.P (ES)

1. Bagas M D

2. Y D Andri K

3. S Haryo “Boyo” W

4. Jaka A E W

5. Desta P A (Tuan rumah di Purbalingga)

6. A D Putri

7. Alvanita “Alva”

8. Ratna Setyowati

9. Tamu spesial dari United States of America; mbak Julie


JOURNEY TO THE WEST


Kami mulai berangkat ada waktu yang hampir bersamaan dengan diputarnya acara Doraemon di RCTI. Sebagai tambahan informasi tempat kami berkumpul adalah di kediaman mbak Julie. Kami berangkat dengan menggunakan 5 motor karena memang pas untuk dibagi 2 – 2. Pembagiannya adalah ES dengan Ratna, Andri dengan Putri, Desta dengan Bagas, Boyo dengan Alva, dan Jaka dengan mbak Julie. (CMIIW yo gan, wis lali soale.. wkwk)

Kami mengawali perjalanan dengan melewati Jalan Monjali lurus ke utara, tetap terus melaju lurus ke utara setelah melewati perempatan Ringroad, sampai pada akhirnya pada lampu merah pertama yang kami temui setelah ringroad tadi kami belok kiri ke arah barat sampat bertemu jalan Magelang yang menghubungkan Yogyakarta dengan Magelang. Kami bergerak ke arah Magelang menyusuri jalan tersebut hingga akhirnya kami meninggalkan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, hanya saja tidak sampai ke kota Magelang karena setelah kami sampai di sebuah pertigaan yang mana jika belok kiri adalah arah menuju Borobudur, kami berbelok arah ke kiri.

Bersamaan dengan berbeloknya kami ke arah kiri (barat), menandakan bahwa kami mulai meninggalkan jalan utama. Jalan yang kami lalui adalah jalan alternatif melewati selatan gunung Sumbing yang pada akhirnya sampai di pertigaan Kreteg di kabupaten Wonosobo; rute yang sama apabila melewati jalan utama Magelang – Temanggung – Wonosobo, namun kali ini kami memilih rute jalan alternatif tersebut. Kami sempat berhenti untuk makan sekitar pukul 11.00 WIB di warung mie ayam “Silir” yang terletak di daerah Kepil, Wonosobo. “Silir” nya adalah warung makan mie ayam, bukan yang lain hlo (IYKWIM).

Silir:

Silir:

Silir:

Jalannya:

Perjalanan kami berlanjut, usai melewati jalan yang berliku kami mulai sampai di daerah Kreteg; Wonosobo. Perjalanan berlangsung lancar walaupun sering kali motor ES agak melambat saat melewati jalan yang agak menanjak dikarenakan bawaan di belakang yang beratnya mencapai 50 Kg. Saat sampai di daerah Kreteg ES dan Ratna sempat tertinggal dari rombongan dikarenakan harus mengambil HP milik Putri yang terjatuh, dan karena si empu nya tidak mengetahui maka kami berdua sepakat untuk menyembunyikannya terlebih dahulu sampai tiba di Purbalingga nanti (jahil banget yo).

Beruntung karena rombongan yang dipimpin Desta menunggui kami berdua karena ternyata perjalanan kami tidak melewati kota Wonosobo, melainkan dari daerah Kreteg kami berbelok ke arah barat; tidak melewati jalan utama yang melewati kota Wonosobo. Desta selaku pemimpin rombongan menjelaskan bahwa jalan tersebut merupakan jalan pintas dan lebih sepi. Ternyata benar, jalan yang kami lalui cukup sepi sehingga kami dapat menikmati perjalanan, ditambah pemandangan sawah hijau di kanan dan kiri jalan semakin memanjakan kedua mata kami, seakan mengusir rasa lelah kami setelah menempuh perjalanan dari Yogyakarta – Wonosobo. Jalan alternatif tersebut berakhir saat kami menjumpai jalan utama lagi yang menghubungkan Kabupaten Wonosobo dengan Kabupaten Banjarnegara.

Kami terus melaju mengikuti jalan tersebut ke arah barat. Sekitar pukul 12.45 WIB kami berhenti lagi di pom bensin yang mana selain untuk mengisi ulang bahan bakar motor juga berhenti untuk melakukan kewajiban shalat Dzuhur yang dijamak dengan Ashar untuk kami yang beragama Islam. Saat berhenti ES teringat akan sebuah keinginan pribadi untuk membeli koran Tribun Jogja untuk mengetahui perkembangan berita terutama di lingkup Jawa Tengah dan DIY, namun baru beberapa langkah untuk membeli koran ES tersadar bahwa lokasi saat ini adalah di Wonosobo, bukan Yogyakarta (genius tenan).

Pom bensin:

Mushola:

Rest:

Perjalanan berlanjut tak lama kemudian, akhirnya kami tiba di kabupaten Banjarnegara. Terus saja kami melaju ke arah barat. Sungai Serayu dan beberapa bekas jalur kereta api di sepanjang jalan merupakan pemandangan yang menghiasi kedua mata ini sampai akhirnya kami sampai di kota Banjarnegara. Sadar bahwa kami sedang berada di daerah Banjarnegara membuat kami teringat akan rekan kami yang merupakan warga Banjarnegara yaitu Dian K D A.K.A Bosu dan tentu saja bos besar Prasasti sepanjang masa; Don Mulana “Malik” S P S.s.
Don Malik:

“Terus melaju ke barat akan membawa kami ke Purbalingga”. Begitulah kesimpulan sementara yang kami dapatkan dari melihat papan petunjuk jalan. Saat kami mengira perjalanan akan terus saja melewati jalan utama, tiba – tiba Desta mengajak kami untuk berbelok ke arah kanan (utara) setelah melewati waduk Mrican, menurutnya jalan tersebut akan lebih cepat sampai ke rumahnya. Jalan tersebut melewati daerah di sekitar waduk Mrican, berkelok, dan melewati daerah pedesaan sampai kami tidak tahu ke arah mana jalan yang kami lalui tersebut; hanya mengandalkan Desta yang merupakan pemimpin rombongan sambil berusaha jangan sampai tertinggal. Kami menjumpai sesuatu yang sedang fenomenal saat itu ketika melewati jalan tersebut; fenomena cabe – cabean yang gaya naik motor mereka ah sudahlah...

Samping waduk Mrican:

Gerbang waduk Mrican:

Perjalanan ini:

Cabe - cabean HOT no sensor:

Saat matahari mulai condong ke arah barat sekitar pukul 15.30 WIB, kami akhirnya tiba di tujuan pertama kami yaitu rumah Desta. Alhamdulillah karena kami berhasil sampai di sini dengan selamat sentosa setelah melalui perjalanan panjang dari kota Yogyakarta pada pagi harinya. Tentu saja melepas lelah adalah hal yang kami lakukan begitu sampai. Pihak keluarga dari Desta pun menyambut kami denga keramahan khas Banyumas, dan base camp kami yang akan menjadi tempat kami menginap adalah di sebelah timur dari rumahnya. Kami fokus untuk beristirahat karena pada keesokan harinya perjalanan panjang akan menanti kami kembali. Saat baru sampai ES dan Ratna mengembalikan HP milik Putri yang mana ekspresi wajahnya sudah pasrah jika HP nya harus menghilang untuk selamanya.


MENJELAJAH BUMI BANYUMAS


depan rumah Desta P A

Keesokan harinya yaitu tanggal 17 Februari 2014, petualangan baru menanti pada hari ini seiring terbitnya matahari dari arah timur. Agenda kami kali ini adalah menjelajah bumi Banyumas. Sekitar pukul 09.00 WIB kami sudah bersiap untuk mengadakan perjalanan setelah sebelumnya sarapan pagi terlebih dahulu yang telah disediakan oleh tuan rumah. Pokoke joss...! Pagi itu pula salah satu anggota tim ekspedisi yaitu Jaka kembali ke Yogyakarta karena ada suatu urusan. Sehingga pembagian tim pun mengalami perubahan; ES tetap dengan Ratna, Boyo dengan mbak Julie, Andri dengan Alva, Bagas dengan Putri, sementara Desta sendirian sekaligus memimpin kembali rombongan.

Tujuan pertama kami adalah menuju rumah dinas bupati Purbalingga yang letaknya di kota Purbalingga. Ternyata tidak begitu jauh jaraknya dari tempat singgah kami karena hanya dalam tempo kurang lebih setengah jam kami sudah tiba di sana. Cuaca pagi itu cukup cerah sehingga saat kami hampir tiba di kota Purbalingga pemandangan di arah barat yaitu atap Jawa Tengah sekaligus puncak tertinggi kedua di Jawa; gunung Slamet terlihat jelas sehingga membuat ES semakin penasaran untuk menyambangi puncaknya. Sayang Slamet tak kunjung sembuh dari batuknya sepanjang tahun 2014, bahkan hingga postingan ini dibuat.

Kami tiba di tujuan pertama kami sekitar pukul 10.00 WIB. Tujuan dari kunjungan kami ke rumah dinas bupati bukanlah untuk beramah tamah dengan bupati Purbalingga, namun untuk mengecek gamelan yang ada di sana sehingga apabila tim Prasasti ingin mengadakan apresiasi di daerah lain maka sudah ada salah satu referensi tempat di mana terdapat gamelan. Usai dirasa cukup menjajal gamelan di rumah dinas bupati Purbalingga kami melanjutkan perjalanan kembali yaitu berkeliling daerah Purbalingga, Kota Purbalingga memang bukanlah sebuah kota metropolitan yang dipenuhi gedung – gedung tinggi, namun suasana kota ini damai, tenteram, dan juga sangat hidup dengan kondisi jalan yang tidak terlalu padat, serta kegiatan sehari - hari masyarakatnya.

Uji coba gamelan:

Uji coba Gamelan:

Uji coba gamelan:

Tempat tujuan kami di Purbalingga meliputi stadion GoentoerDarjono, markas tim kebanggaan masyarakat Purbalingga; Persibangga (Persatuan Sepak Bola Purbalingga). Saat berada di tengah perjalanan ES sempat berdiskusi dengan Desta mengenai gerbang pendakian ke gunung Slamet yang terletak di Bambangan dikarenakan penasarannya ES dengan pendakian ke atap Jawa Tengah tersebut. Sebenarnya ini hanyalah sekedar pertanyaan ES saja, namun ternyata hal ini menjadi awal dari sebuah perjalanan baru yang tidak disangka – sangka.

Persibangga:

Perjalanan selanjutnya merupakan perjalanan yang tidak kami sangka – sangka seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya tadi. Ternyata Desta membawa kami ke daerah Bobotsari kemudian berbelok ke arah kiri (timur) menuju lereng gunung Slamet. Sebelumnya seluruh rombongan termasuh ES tidak menyangka bahwa Desta benar – benar akan membawa kami ke sini, penjelasannya ialah ia hanya memenuhi rasa penasaran ES dengan cara melewatkan rombongan di daerah sekitar gunung Slamet. Yah, mau bagaimana lagi karena kami sudah sampai di sini. Sisi positifnya ialah perjalanan kami suasana alam pegunungan yang sejuk dan asri membuat kami bisa sangat menikmati perjalanan bahkan rasa lelah seakan enggan untuk hinggap.

Turut gunung:

Turut gunung:

Tepi jalan:

Bagas & Putri:

Turut gunung:

Turut gunung:

Kami berhenti di sebuah pertigaan ke arah kiri dengan warung di pinggir jalan untuk beristirahat dan menikmati suasana sebentar sekaligus membeli makanan dan minuman ringan di warung tersebut. Setelah puas beristirahat, berfoto, dan menikmati suasana kami pun siap untuk melanjutkan perjalanan kembali, namun sebelumnya kami berdiskusi terlebih dahulu mengenai rute yang akan kami ambil selanjutnya apakah terus ke Bambangan atau belok kiri di pertigaan tersebut. Penjelasan dari Desta ialah jika mengambil arah belok kiri di pertigaan tersebut maka nantinya kami akan tiba di daerah wisata Baturraden dan kota Purwokerto. Kami akhirnya sepakat untuk mengambil rute belok kiri tersebut walaupun sebenarnya dari seluruh rombongan belum ada yang pernah melewati jalan tersebut termasuk tuan rumahnya. Justru sebenarnya hal seperti ini yang membuat perjalanan menjadi lebih greget.

Sebelum belok:

Perjalanan dilanjutkan dengan melalui rute lereng selatan gunung Slamet tersebut yang ternyata merupakan kawasan wisata. Jalur yang kami lalui benar – benar lepas dari peradaban yang mana di kanan dan kiri kami hanya berupa hutan. Sementara sesekali puncak tertinggi ke dua di Jawa terlihat dari celah kabut yang sejak siang menyelimuti kawasan puncak. Jalan yang kami lewati cukup mulus di awal – awal, namun berkelok sehingga tidak menyulitkan kami walaupun jalan tersebut berada di tengah hutan. Semuanya berubah saat kami sudah cukup jauh melaju karena jalanan tempat kami lewat tak lagi mulus, bahkan semakin jauh kami melaju jalanan seakan berubah menjadi sungai kering yang mana aspal sudah mengelupas sehingga penuh lubang dan batu. Cukup sulit melewat rute tersebut karena kami harus memilih sisi jalan yang kondisinya cukup baik walaupun sebenarnya tidak ada yang baik. Kami berhenti untuk kembali beristirahat usai perjalanan yang penuh guncangan saat sampai di sebuah jembatan.

Lereng Slamet:

Lereng Slamet:

Hutan:

Hutan:

Jalan:

Jembatan:

Kali:

Mandeg:

Pose doloe. Thanks yo Ndri
Mbak Julie, Alva, Ratna, Putri, Boyo, Bagas, Desta, Ane


Lanjut:

Kami akhirnya melaju kembali. Beruntung karena kondisi jalan setelah tempat kami beristirahat tadi tidak lagi rusak parah, walaupun kondisinya masih tetap belum baik. Akhirnya kami sampai kembali di peradaban yaitu daerah obyek wisata Baturraden yang terletak di kabupaten Banyumas, sebelah utara kota Purwokerto. Sesampainya di Baturraden kami sempat berhenti sebentar saja untuk menikmati suasana dan mengabadikan momen tersebut. Terus mengikuti jalan kami pun keluar dari area hutan dan tiba di jalan utama yang menghubungkan Purwokerto dengan Baturraden. Kami mampir sebentar di sebuah masjid di pinggir jalan untuk menunaikan shalat Dzuhur, setelah itu kami melaju ke arah selatan menuju kota Purwokerto.

Baturraden


Pose:

Mandeg maning:

Beberapa saat kemudian akhirnya kami tiba di kota Purwokerto; ibu kota dari kabupaten Banyumas sekitar pukul 14.00 WIB. Kota ini cukup besar, walaupun tanpa gedung – gedung tinggi namun kondisi jalan cukup ramai dengan kegiatan sehari – hari masyarakatnya. Saat kami sampai di Universitas Jenderal Sudirman yang terletak di tengah – tengah kota Purwokerto kami menghubungi salah satu teman dari anggota Prasasti yang berdomisili di Purwokerto yaitu R Agil B untuk mampir mumpung kami sedang berada di kotanya. 


Purwokerto's Landmark

Setelah kami berhasil menghubunginya, ia mengarahkan kami ke tempat yang akan menjadi titik temu yang kemudian setelah sampai ia akan mengantarkan kami ke rumahnya. Kami langsung menuju ke tempat yang sudah ditunjukkan oleh Agil sambil bertanya – tanya mengenai tempat tersebut kepada warga kota yang kami temui di jalan. Akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan, di sana Agil sudah menunggu kami walaupun sempat saling mencari dan kami pun mengikutinya menuju kediamannya.

Bakso + teh botol


Agil's house:

Sekitar pukul 14.30 WIB kami sampai di rumah Agil. Alhamdulillah sekali karena sambutan pihak tuan rumah sangatlah cetar membahana dengan bakso dan teh botol. Pokoke matur suwun sanget kangge Agil sekeluwargi. Kami singgah di rumah Agil hingga sore dengan beristirahat dan bercerita mengenai masa lalu fakultas kami; Fakultas Ilmu Budaya UGM sekitar tahun 2009 sampai 2010 silam.

Kami mulai bersiap untuk kembali ke Purbalingga sekitar pukul 17.00 WIB. Tentu saja terlebih dahulu kami berpamitan sekaligus berterima kasih kepada pihak tuan rumah sebelum bertolak kembali ke Purbalingga. Sebelum kembali kami mampir terlebih dahulu di alun – alun Purwokerto untuk menikmati suasana malam kota Purwokerto dengan ditemani Agil sebagai tuan rumah yang berdomisili di Purwokerto. Suasana menjadi semakin hangat dengan adanya wedang ronde yang dijual di sekitar alun – alun. Sekitar pukul 19.00 WIB kami akhirnya kembali ke Purbalingga, tentu saja kami berpisah dengan Agil di sini karena ia kembali ke rumahnya.

Alun - alun Purwokerto; Ratna, mbak Julie, Agil, Alva:

Alun - alun Purwokero; Putri, Desta, Bagas:

Hanya sekitar 45 menit kemudian kami sudah tiba kembali ke kota Purbalingga yang mana jaraknya tidak jauh dari Purwokerto. Beberapa rombongan termasuk ES berhenti terlebih dahulu di tengah perjalanan pulang untuk membeli sesuatu untuk sebuah misi keesokan harinya.

Akhirnya kami tiba kembali di rumah Desta sekitar pukul 20.30 WIB setelah perjalanan panjang selama hampir 12 jam lamanya. Tentu saja istirahat adalah tujuan kami begitu sampai karena pada keesokan harinya masih ada lagi perjalanan yang menanti kami sehingga dibutuhkan kembali stamina yang cukup prima.


HAPPY BIRTHDAY MBAK JULIE



Pagi di hari selanjutnya diawali oleh sebuah misi rahasia yang sudah dipersiapkan sejak malam sebelumnya. Hari itu ternyata bertepatan dengan ulang tahun mbak Julie sehingga kami merayakannya, walaupun dengan perayaan yang sederhana. Kejadian ini sekaligus menjawab teka – teki “sesuatu” yang dibeli pada malam sebelumnya. Sesuatu itu adalah sebuah kue ulang tahun sederhana namun spesial untuk mbak Julie.

Happy birthday mbak Julie:

Memang perayaan ulang tahun mbak Julie saat itu hanya sederhana saja dan hanya oleh mereka yang saat itu berada di sana. Peserta hanya bertambah 1 orang yaitu ibu dari Desta sebagai tuan rumah yang menyempatkan diri sebelum berangkat mengajar. Satu hal yang terpenting pada acara ini tentu saja adalah doa, seiring dengan bertambahnya usia mbak Julie semoga Tuhan akan selalu memberkatinya selalu; tentu saja itu adalah doa yang kami semua panjatkan saat itu.


BACK TO JOGJA


Mulai persiapan balik

Agenda pada hari ini sebenarnya adalah kembali lagi ke Yogyakarta. Kami mulai bersiap – siap sejak pagi tentunya, bukan hanya berkemas tapi juga membersihkan ruangan – ruangan yang sempat kami jajah selama dua malam kemarin. Mungkin hal ini masih sangatlah kurang untuk membalas kebaikan pihak tuan rumah yang sangat baik dalam menyambut kami.

Isi logistik doloe

Sekitar pukul 10.00 WIB kami mulai melaju setelah sebelumnya mengucapkan terima kasih sekaligus permintaan maaf karena telah merepotkan pihak tuan rumah. Perjalanan pulang kali ini kami tidak lagi bersama Desta karena ia akan kembali ke Yogyakarta pada sore harinya dengan menggunakan kendaraan umum, jadilah ES yang berada di depan. Kami menempuh arah yang berbeda pada perjalanan pulang kali ini karena kami memilih untuk melewati jalan utama dengan tujuan agar tidak jenuh.

Perjalanan panjang menanti

Kami mengambil rute melewati kota Purbalingga, mengikuti jalan utama ke arah selatan. Saat sampai di pertigaan Klampok, kami tak lagi mengikuti jalan ke arah selatan karena jalan tersebut mengarah ke Cilacap, kami berbelok kiri mengikuti jalan utama Purbalingga – Banjarnegara. Kondisi jalan cukup baik walaupun tidak terlalu lebar, kami melaluinya dengan kecepatan sedang sembari menikmati perjalanan. Rute mulai tidak asing lagi saetelah kami melewati pertigaan di sebelah timur waduk Mrican karena pada saat berangkat kami juga melewati jalan ini.

Perbatasan Banjarnegara - Wonosobo

Perbedaan rute setelahnya ialah dengan melewati kota Wonosobo yang mana pada saat berangkat kami tidak melewatinya, melainkan lewat jalan alternatif yang nantinya akan sampai di pertigaan Kreteg. Sebenarnya rute melalui kota Wonosobo yang kami lalui sama juga akan sampai di pertigaan Kreteg, namun kami lagi – lagi mengambil rute yang berbeda karena kali ini kami mengambil jalan Wonosobo – Temanggung yang berada di antara gunung Sumbing dan Sindoro sehingga menyajikan suasana dan pemandangan yang nyaman.

Jalur Wonosobo - Temanggung

Sesampainya di daerah Kledung yang menjadi titik tertinggi jalan lintas Wonosobo – Temanggung tersebut kami berhenti di sebuah masjid yang letaknya di utara jalan; berdekatan dengan pos pendakian gunung Sindoro. Kami beristirahat terlebih dahulu di sini sembari menjalankan kewajiban shalat Dzuhur dan juga makan di warung di pinggir jalan. Semuanya berjalan lancar sampai di sini, sampai semua berawal dari berita yang mengejutkan.

Istirahat di masjid:

View:

View:

Saat beristirahat di masjid kami mendapat informasi bahwa ada razia oleh pihak kepolisian yang diadakan di depan. Awalnya kami tenang saja mendengarnya, akan tetapi salah satu teman kami yaitu Andri mendadak panik karena ternyata ia tidak membawa STNK motornya. Setelah sempat berdiskusi akhirnya kami bertekad untuk mengambil resiko, yaitu tetap melaju sambil berharap razia tersebut sudah selesai. Sayangnya harapan tersebut tinggalah harapan karena di depan petugas kepolisian sudah berjaga di pinggir jalan sehingga kami termasuk Andri harus berhenti dan menunjukkan SIM serta STNK kami. Sungguh apes nasibmu Ndri, tau sendiri lah apa yang terjadi.

Razia Motor

Kami terus melaju dan menganggap bahwa yang sebelumnya merupakan bumbu agar perjalanan ini semakin berasa. Mungkin Allah SWT memang terlalu baik sehingga Dia memberikan bumbu tambahan pada kami yang membuat perjalanan ini semakin terasa. Kali ini yang menerima bumbu tersebut adalah ES dan kuda besinya. Mendekati kota Temanggung tiba – ban motor ES terasa oleng. Kesimpulan pertama ialah terjadi kebocoran pada ban, akan tetapi saat motor tersebut dibawa ke bengkel ternyata yang terjadi ialah velg tidak lagi bundar bahkan ruji velg tersebut patah satu. (Imbas dari pembonceng yang mencapai 50 KG mungkin). Beruntung karena letak kami saat itu tidaklah jauh dari kota Temanggung sehingga kami dapat cepat menemukan bengkel untuk mengentheng velg motor yang bengkong tersebut sehingga bisa bundar kembali.

Servis Velg

Kejadian – kejadian tersebut benar – benar memakan waktu perjalanan kami, tapi sisi positifnya ialah kami menjadi mendapatkan waktu istirahat yang cukup panjang di tengah perjalanan. Sekitar pukul 16.00 WIB kami mulai melaju melewati kota Temanggung sampai ke pertigaan Secang. Hujan mulai turun saat kami meninggalkan Temanggung sehingga jas hujan harus kami kenakan. Kami berbelok ke arah kanan (selatan) saat sampai di pertigaan Secang, mengikuti jalan tersebut melewati kota Magelang, lurus terus sampai akhirnya kembali sampai di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Semakin mendekati kota Yogyakarta kami kembali disambut oleh debu vulkanik yang ternyata masih setia beterbangan. Padahal kami berharap saat kami pergi ke Purbalingga di Yogyakarta turun hujan deras sehingga saat kami tiba debu vulkanik sudah tidak berterbangan lagi. Alhamdulillah karena apapun keadaannya saat itu kami akhirnya bisa sampai kembali di kediaman mbak Julie sekitar pukul 17.00 WIB dalam keadaan selamat, sentosa, dan bahagia walaupun cukup lelah juga.


EPILOGUE


Akhirnya perjalanan panjang selama tiga hari dua malam pun berakhir. Kami sempat berhitung seberapa jauh perjalanan kami kemarin yang pada akhirnya berada di sekitar 100 kilometer yang mana jaraknya hampir sama dengan berkendara dari kota Surakarta sampai Jakarta.


Rasa syukur jelas kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kami telah diizinkan untuk mendapatkan pengalaman yang banyak melalui perjalanan  yang telah kami tempuh sebelumnya. Tidak lupa pula kembali kami mengucapkan terima kasih kepada Desta sekeluarga yang telah menyambut kami dengan sangat luar biasa saat di Purbalingga. Serta kepada teman – teman seperjalanan yang luar biasa setrong; mungkin perjalanan dengan rute yang sama bisa diulang, akan tetapi semuanya tidak akan sama jika perjalanan tersebut dilakukan bersama orang – orang yang berbeda.   

Perjalanan panjang tersebut sebenarnya masih sangatlah dekat apabila dibandingkan dengan luasnya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Yogyakarta – Banyumas PP masih sangat pantas jika disebut “hanya” perjalanan yang “masih” dekat. Bagi kami tetap saja hal tersebut bukanlah masalah; jauh ataupun dekat hal terpenting adalah kami tetap akan melihat keindahan negeri yang keindahannya tersebar luas entah itu yang berada jauh di ujung timur sampai ke barat, ataupun keindahan yang ada di sekitar kami. Semoga suatu saat nanti kami bisa menjelajah keindahan negeri ini di tempat lain untuk semakin meningkatkan rasa cinta ini padanya dan juga rasa syukur kepada-Nya yang telah menciptakan negeri ini begitu cantik.


Sampai jumpa di cerita perjalanan selanjutnya..... 
Anggarawepe
Setitik debu di tengah besarnya alam semesta dibawah kuasa kebesaran Allah SWT

Related Posts

Posting Komentar