MERAPI; THE THIRD VISIT

Posting Komentar
Konten [Tampil]
Prologue

Langit dunia terlihat begitu cantik saat berwarna biru cerah. Matahari yang bersinar dengan terangnya, ditambah kehangatan yang dipancarkannya; begitu juga awan – awan tipis tampak bagaikan lukisan agung maha karya Yang Maha Kuasa, yang mana seolah – olah langit berkata “Gapailah Aku” saat kedua mata ini menatap ke arah langit.


Sora Aoi (Langit Biru)


Hujan dan cerah, keduanya memang sama – sama anugerah terindah bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Musim hujan dan musim kemarau; keduanya dibagi secara adil oleh Allah SWT; Tuhan semesta alam, membuat negeri ini begitu subur dan indah. Terbesit di benak ini satu bait sebuah lagu yang berbunyi “Tongkat Kayu dan Batu jadi Tanaman”; mungkin benar adanya penggambaran Indonesia di dalam syair tersebut sebagai bukti akan subur dan makmurnya negeri ini.

Indonesia nan Subur

Indahnya langit yang cerah dijadwalkan untuk selalu tersaji di negeri ini oleh Allah SWT pada musim kemarau yang terjadi antara bulan Mei – Oktober. Cuaca sangat bersahabat pada rentang bulan tersebut sehingga musim kemarau mempunyai nama lain yaitu musim pendakian oleh kalangan pendaki gunung di Indonesia; khusus untuk ES (Entry Starter) menyebutnya sebagai Musim Menggapai Langit.

Kisah ini hanya berselang dua minggu setelah PERJALANAN ES sebelumnya. Cuaca memang masih sangat bersahabat awal September saat itu, di mana langit masih senantiasa cerah. Sebenarnya perjalanan ini tidak pernah ada dalam agenda pendakian ES; sampai satu hari sebelum perjalanan dimulai tibalah suatu ajakan yang akhirnya membuat perjalanan ini dimulai...............................


Ajakan Dadakan

Hari Jumat malam tanggal 12 September 2014. Tidak ada yang spesial di malam tersebut. Suatu hari yang berjalan seperti biasanya; hanya ada TS dengan laptop berusia 4 tahunnya yang sedang berjuang untuk menyelesaikan skripsinya di bangku coklat Fakultas Ilmu Budaya UGM, Yogyakarta.

Bangcok FIB

Benar – benar sebuah takdir dari Allah SWT karena  tanpa disangka – sangka datang sebuah ajakan SPONTAN untuk melakukan pendakian ke gunung Merapi oleh salah satu teman ES bernama Jewe yang kebetulan berjalan dan menyapa ES. Selain SPONTAN, ajakan tersebut juga mendadak karena ajakan tersebut adalah untuk hari esok yaitu tanggal 13 September 2014.

Tersangka Utama:

Entah mengapa juga ES menyetujuinya, padahal biasanya ES selalu mengagendakan persiapan terutama latihan fisik sebelum melakukan pendakian. Yah, mungkin itu disebabkan oleh kerinduan ES untuk kembali menyapa Merapi yang terakhir kali terjadi pada tahun 2012 silam.

Rencana yang dibuat pada hari Jumat malam itu juga sangat sederhana karena perjalanan esok hari hanya akan berupa One Night Trip yang mana keberangkatan menuju Merapi  dimulai pada Sabtu sore, melakukan pendakian pada Sabtu malam, sampai di puncak pada hari Minggu pagi, kemudian siang harinya kembali ke Jogja lagi sehingga pada Minggu sore sudah kembali ke Jogja. Oiya, peserta pendakian pun hanya 2 orang yaitu ES dan JW; tapi no maho gan.

Anti Maho; Sumber: http://www.kaskus.co.id/thread/5273c9e73ecb17f103000001/yang-maho-masuk-yang-normal-juga-boleh



Pendakian Dimulai

Kami hanya beristirahat sebentar begitu tiba di pos pendakian Selo usai sebelumnya menitipkan motor dan juga mengurus administrasi pendakian. Rencana kami adalah melakukan pendakian ngesot yaitu berjalan dengan pelan supaya sampai di pos Pasar Bubar saat sudah pagi hari. Sekitar pukul 23.30 WIB kami mulai berjalan mendaki Merapi.


Jogja - Selo

Cuaca saat itu termasuk cerah, bintang di langit malam menghiasi langit Merapi malam itu. Kami terus melangkahkan kaki menembus belantara Merapi yang medannya terus menanjak sejak dari bawah. Sebenarnya banyak pendaki yang mendaki Merapi di hari yang sama dengan kami; bahkan jumlahnya mencapai angka 100, tapi kebanyakan mereka berangkat sejak sore atau sehabis isya sehingga jalur yang kami lewati cukup sepi sehingga tidak perlu mengantri. Hanya ada beberapa pendaki yang berpaspasan dengan kami di jalan.

Memasuki setengah jalan, angin mulai berhembus dengan kencang yang membuat udara menjadi semakin dingin. Hal tersebut menyebabkan perjalanan selo kami berakhir; bukan berarti gagal mendaki namun kecepatan kami lah yang bertambah karena jika beristirahat lama membuat kami kedinginan terlebih jika terkena hembusan angin. Jangankan beristirahat, berjalan pelan saja sudah dingin sekali rasanya. Oleh karena itu langkah kami menjadi semakin cepat supaya dapat tetap menghasilkan panas.

Night Vision Fail

Hal yang di luar dugaan terjadi beberapa jam setelah itu karena ternyata langkah cepat membuat kami tiba di pos Pasar Bubar terlalu awal, yaitu sekitar pukul 02.30 WIB. Jelas adalah hal yang di luar dugaan karena entah mengapa fisik kami menjadi sanggup untuk terus tancap gas dengan cepat hanya karena kedinginan. Kondisi lebih parah lagi saat kami tiba di sini karena kondisi medan yang mulai terbuka dan tak lagi berpohon membuat angin dengan leluasanya berhembus dengan kencangnya.

Sebenarnya ada teman JW yang juga mendaki sehingga kami sekalian berencana untuk numpang di dalam tendanya, tapi sayangnya kami tidak menemukannya  sehingga akhirnya sebuah batu besar lah yang menjadi pelindung kami dari terpaan angin malam itu. Oleh karena rencana kami yang hanya akan melakukan pendakian semalam, tidak ada tenda untuk malam itu sehingga kami harus memaksimalkan barang – barang bawaan kami dari mantol hingga kantung tidur untuk melindungi diri dari hempasan angin. Tetap saja sebisa mungkin kami menggunakannya, angin dingin masih bisa menembus pertahana berlapis yang kami buat. Yah, apa boleh buat kami harus bertahan di kondisi tersebut sampai pagi tiba.


Pagi Tiba - Puncak



Akhirnya saat yang dinantikan pun tiba; pagi. Meskipun hanya dalam rentang waktu 2 – 3 jam saja, namun terasa lama sekali; seakan pagi tak kunjung tiba. Perlahan langit timur mulai cerah oleh cahaya matahari yang tinggal menunggu beberapa saat lagi untuk terbit dari ufuk timur. Sembari menunggu kondisi semakin hangat, kami memakan bekal yang dibeli dari RM Padang semalam yang ternyata rasanya seperti es ayam goreng karena sudah dingin.

Golden Sunrise:

Pagi Merapi:

Planet Mars??:

Usai makan dan melakukan sedikit olahraga untuk menghangatkan badan, kami mulai melakukan summit attack menuju puncak Merapi. Langit biru yang cerah menemani perjalanan kami menggapai puncak Merapi di atas tanah berpasir curam yang menjadi tempat kami berpijak saat itu. Saat berada di tengah perjalanan summit attack, kami berpisah karena ternyata JW tidak melanjutkan perjalanannya karena suatu alasan pribadi. Jadilah ES yang melanjutkan perjalanan seorang diri menuju puncak Merapi.

Summit Attack:

Summit Attack:

Summit Attack:

Scenery:

Hanya berselang satu jam saja dari pos Pasar Bubar akhirnya ES tiba kembali di puncak Merapi untuk yang ketiga kalinya. Senang hati ini rasanya karena sudah dua tahun lamanya ES tidak mengunjunginya kembali. Suasana damai benar – benar sangat terasa tatkala ES berada di puncak Merapi karena ES mengambil tempat agak ke timur sehingga jauh dari keramaian pendaki lainnya. Memang inilah esensi dari pendakian yang ES harapkan; bisa mendapatkan kedamaian melalui alam.

Puncak Merapi:

Puncak Merapi:

Puncak Merapi:

Kawah Merapi:

Kawah Merapi + Gn. Sumbing:

Scenery:

East Scenery:

Mt.Slamet & Sumbing:

Merapi, The Third Visit

Sekitar 45 menit ES menikmati puncak sampai akhirnya kembali ke Pasar Bubrah, di sana JW sudah menunggu untuk segera kembali lagi ke Yogyakarta. Setelah beristirahat dan mengemasi kembali barang bawaan, kami segera meninggalkan area Pasar Bubar sekitar pukul 09.00 WIB; masih terlalu pagi tentunya karena memang agar segera sampai di Yogyakarta. Hmm, mungkin apabila lebih banyak orang yang ikut pendakian kali ini bisa menjadi lebih menyenangkan. Well, maybe next time guys....

Scenery Again:

Scenery Again:

Scenery Again:



Epilogue

Akhirnya perjalanan ES menyambangi gunung Merapi untuk yang ketiga kalinya berakhir. Merapi memang selalu saja mempesona; entah saat dipandang dari kejauhan, dipandang dari dekat, sampai didaki. Segala macam berita tentang betapa mengerikannya gunung ini seakan sirna saat menyambanginya, malah perasaan yang  muncul adalah rasa takjub tiada tara akan kebesaran Allah SWT; Tuhan Yang Maha Esa. 

Pos Pasar Bubar

Perjalanan kali ini terasa begitu sempurna, walaupun bagi ES masih kurang ramai karena hanya terdiri dari dua orang. Bukan masalah tentunya karena keindahan alam Merapi yang tersaji di depan mata ini benar – benar membuat hati merasa sangat bersyukur masih bisa menyaksikan semua ini, sekaligus bangga terlahir sebagai putra bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Merapi Tak Akan Pernah Ingkat Janji

Tentu saja jauh di dalam hati nurani ini akan senantiasa berharap untuk bisa terus menyaksikan keindahan alam ciptaan Allah SWT, terutama yang membentang luas dari ujung timur hingga barat negeri ini. Semoga masih akan ada banyak lagi petualangan – petualangan baru yang menanti di depan yang akan selalu menambah iman serta rasa cinta tanah air kepada negeri sendiri. Aamiin

-Merapi; The Third Visit End-
Anggarawepe
Setitik debu di tengah besarnya alam semesta dibawah kuasa kebesaran Allah SWT

Related Posts

Posting Komentar