GOA JEPANG, JOGOTIRTO, BERBAH; PENINGGALAN NIHON DI TANAH MATARAM

Posting Komentar
Konten [Tampil]
Perjalanan Berlanjut

Perjalanan kami menjelajah Daerah Istimewa Yogyakarta berlanjut. Tempat yang kami tuju tidak jauh dari CANDI ABANG yang kami kunjungi sebelumnya. Jaraknya mungkin hanya sekitar 1 kilometer dari Candi Abang. Tempat yang menjadi destinasi kedua kami kali ini adalah sebuah Goa Jepang.

Goa Jepang, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta


Menuju Goa Jepang

Tidak sulit bagi kami untuk sampai ke lokasi Goa Jepang tersebut. Kami terus saja ke arah utara dari tempat parkir Candi Abang hingga nanti dijumpai jalan semen di tengah perkampungan. Lurus mengikuti jalan tersebut akhirnya kami sampai juga di Goa Jepang yang letaknya ada di sisi kanan jalan sehingga jika ingin mengunjungi goa tersebut harus memfokuskan perhatian ke arah kanan jalan.


Goa Jepang

Tidak sulit untuk menemukan Goa Jepang ini karena keberadaannya yang cukup mencolok dengan sebuah halaman yang cukup luas di depannya. Terdapat 4 lobang masuk ke dalam Goa yang ada di kaki tebing yang menjulang cukup tinggi. Keadaan cukup bersih dan juga asri karena memang jauh dari keramaian jalan utama.

Fokus ke motor; tempat kami parkir motor

Kami tidak dipungut biaya satu sen pun saat berkunjung ke mari; baik untuk tiket masuk lokasi dan juga parkir. Lokasi parkir pun juga belum diatur secara khusus sehingga kami memarkirkan motor kami di sekitar halaman goa tersebut.


Menurut sejarahnya, Goa Jepang ini adalah salah satu peninggalan penjajah Jepang pada masa perang dunia ke-II pada tahun 1942 – 1945. Ada sebuah papan informasi yang ada di depan goa; kurang lebih tulisannya seperti ini:

“Di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat sejumlah bangunan pertahanan dan perlindungan yang dibangun oleh tentara pendudukan Jepang. Salah satu benteng pertahanan tersebut adalah gua. Bangunan – bangunan gua tersebut didirikan di wilayah yang diduga memungkinkan pendaratan musuh Jepang (Pasukan Sekutu) yaitu sekitar perbukitan di dekat Pantai Parangtritis, sekitar Bukit Plawanan, Kaliurang, dan sekitar Lapangan Udara Maguwo.

Bisa dikatakan bahwa fungsi Gua Jepang di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah:
1.
Gua untuk kepentingan pengintaian dan penembakan. Gua untuk pengintaian yang diidentifikasi dengan adanya menara pengintaian.
2.
Gua untuk kepentingan logistik dan akomodasi pasukan. Gua untuk kepentingan penyimpanan amunisi dan bunker pasukan

Gua Jepang yang berada di dusun Sentonorejo, Jogotirto, Berbah, Sleman kemungkinan merupakan salah satu tinggalan benteng pertahanan yang bertujuan untuk menjaga keselamatan fasilitas vital, yaitu Lapangan Terbang Maguwo (Adisutjipto). Pemilihan lokasi ini kemungkinan letak Dusun Sentonorejo yang tidak terlalu jauh dari Lapangan Adisutjipto (+/- 10 km) dan didukung oleh keadaan geografi yang merupakan daerah perbukitan. Gua ini berdasarkan informasi dari Bapak Atmosentono (salah seorang romusha yang terlibat dalam pembuatan gua) digunakan untuk gudang amunisi. Hal ini dapat dilihat dengan dibuatnya pintu di keempat lubang masuk yang terbuat dari baja.

Dengan adanya bukti tersebut, bisa dikatakan bahwa tentara Jepang menjaga dengan ketat garis pantai, celah – celah lebih di sekitar pegunungan dan dataran rendah, baik di bagian sisi selatan, barat daya, maupun barat. Hal ini dalam upaya operasi pertahanan wilayah regional yang dilakukan secara taktis dan sistematis. Dengan demikian mereka telah terus berusaha utnuk mempertahankan kekuasaannya dengan membuat fasilitas – fasilitas secara solid.

Gua Jepang Senonorejo dibuat dengan memanfaatkan batu kulit cadas yang mempunyai ketinggian 8 (delapan) meter. Gua ini mempunyai 4 (empat) lorong pintu masuk menghadap ke barat. Pada bagian pintu diperkuat dengan pasangan bata berspasi kapur dengan lepa dan aciannya. Pada bagian samping terdapat “luka” bekas pintu. Secara keseluruhan lebar keempat gua dari utara ke selatan adalah 28 (dua puluh delapan) meter.

Penamaan gua diurutkan dari sebelah utara ke selatan dengan urutan nama Gua I, II, III, dan IV. Jarak antara Gua I dan Gua II selebar 6,23 (enam koma dua puluh tiga) meter, antara Gua II dan Gua III selebar 6,24 (enam koma dua puluh empat) meter dan jarak antara gua III dan gua IV selebar 5,70 (lima koma tujuh puluh) meter. Tinggi keempat pintu masuk adalah 200 (dua ratus) centimeter dengan lebar pintu 195 (seratus sembilan puluh lima) centimeter. Halaman depan hingga jalan kampung selebar 9 (sembilan) meter.

Deskripsi masing – masing gua adalah sebagai berikut

A.Gua I
Bangunan gua manghadap ke barat dengan lebar pintu dan lebar ruangan 1,95 (satu koma sembilan puluh lima) meter, tinggi pintu 2 (dua) meter dan panjang dua 39,40 (tiga puluh sembilan koma empat puluh) meter. Pada bagian pintu terbuat dari pasangan bata. Selain itu pada bagian bawah sepanjang dinding gua terdapat ceruk – ceruk dengan ukuran yang berbeda – beda. Ukuran ceruk terdiri dari beberapa ukuran, yaitu tinggi, sedang, dan kecil. Ceruk yang tinggi kemungkinan dimanfaatkan untuk berlindung dengan posisi tubuh berdiri, ukuran sedang kemungkinan dimanfaatkan untuk posisi tubuh jongkok. Bagian atap rata, tanpa dilepa, kecuali pada bagian dekat pintu. Pada dinding sisi selatan yang berjarak dari pintu gua sepanjang 14,70 (empat belas koma tujuh puluh) meter terdapat lorong yang menghubungkan ke gua II dengan lebar lorong 2,30 (dua koma tiga puluh) meter dan panjang lorong 5(lima) meter

Gua II
Bangunan gua II ini sejajar dan berhubungan dengan gua I dengan ukuran panjang gua 17 (tujuh belas) meter dan mempunyai pintu masuk dengan lebar 1,95 (satu koma sembilan puluh lima) meter, tinggi 2 (dua) meter. Lorong yang menghubungkan dengan gua I berukuran 2,30 (dua koma tiga puluh) meter dengan jarak dari pintu masuk adalah 14,70 (empat belas koma tujuh puluh)meter. Kondisi dinding sama dengan gua I yaitu mempunyai ceruk yang berbeda – beda ukurannya dengan jarak tidak sama pula. Secara keseluruhan ruangan gua tidak hanya selebar 1,95 (satu koma sembilan puluh lima) meter, tetapi pada jarak 6,25 (enam koma dua puluh lima) meter sehingga lebar ruangan adalah 4,40 (empat koma empat puluh) meter sampai kedalaman gua 17 (tujuh belas) meter. Pada ruang bagian dalam terdapat bekas rel lori dengan lebar 1,05 (satu koma nol lima) meter denga panjang 4,2 (empat koma dua) meter. Pada dinding sisi selatan terdapat lorong yang menghubungkan gua III.

C.Gua III
Bangunan Gua III sejajar dan berhubungan dengan Gua II dengan ukuran panjang gua 39,40 (tiga puluh sembilan koma empat puluh) meter dan mempunyai pintu masuk dengan lebar 1,95 (satu koma sembilan puluh lima) meter, tinggi 2 (dua) meter. Lebar ruangan gua III 1,95 (satu koma sembilan puluh lima) meter. Kondisi dinding sama dengan Gua I dan Gua II. Pada jarak 14,80 (empat belas koma delapan puluh) meter terdapat lorong yang menghubungkan Gua I, Gua II, dan Gua IV dengan lebar 2,30 (dua koma tiga puluh) meter.

Gua IV
Keberapaan Gua IV tidak tampak dari luar sebeb pintu masuk tertutup tanah. Dengan keadaan yang demikian, kondisi gua menjadi tidak terawat dan banyak kelelawar yang bersembunyi di dalam ruangan ini. Gua IV dihubingkan dengan lorong 2,30 (dua koma tiga puluh) meter. Gua IV sejajar dengan Gua III dengan lebar pintu 1,95 (satu koma sembilan puluh lima) meter dan panjang gua 17 (tujuh belas) meter.”


Kami juga masuk ke dalam goa tersebut dengan penerangan seadanya yaitu dari smartphone kami. Memang tidak begitu terang, namun setidaknya jalan yang kami pijak terlihat. Keadaan di dalam goa gelap dan juga pengap, terlebih jika semakin masuk ke dalam. Sempat ada kekhawatiran dari kami jika saat semua ada di dalam tiba – tiba goa runtuh, sehingga kami tidak berlama – lama dalam menjelajah goa.

Dalam Goa

Hanya sekitar 20 menit saja kunjungan kami di Goa Jepang ini karena memang hanya sedikit yang bisa kami lakukan di sini. Kembali lagi kami membayangkan bagaimana keadaan goa ini sewaktu masih aktif difungsikan. Kemungkinan ada banyak tentara Jepang yang bersliweran di pintu – pintu masuk goa. Selain itu keberadaan Goa Jepang ini juga membuat kami bersyukur atas kemerdekaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada negeri ini; bahwa keberadaan goa tersebut adalah suatu pengingat bagi kami sebagai putera – puteri Bangsa Indonesia untuk terus berjuang mengisi kemerdekaan.

Perjalanan kami pun berlanjut kembali................


Bonus:


Anggara Wikan Prasetya
Perkenalkan, Anggara Wikan Prasetya, pemilik Menggapai Angkasa.

Related Posts

Posting Komentar