SINDORO LAGI “KEMBALI LEWAT BANSARI”

Posting Komentar
Konten [Tampil]
PROLOGUE

Lagi – lagi postingan tentang Sindoro lagi. Memang belum ada hitungan umur dari postingan saya sebelumnya tentang pendakian di gunung setinggi 3153 mdpl itu, tapi kali ini saya membuat lagi postingan tentangnya. Pastinya karena selalu ada cerita yang berbeda – beda di setiap petualangan walaupun di tempat yang sama.


Gunung Sindoro; 3153 Mdpl
INTRO

Bulan Mei di tahun 2014, kurang lebih 5 bulan setelah perjalanan ES (Entry Starter) ke Sindoro sebelumnya tidak disangka – sangka ternyata datang sebuah ajakan untuk kembali menyambanginya. Kali ini saya diajak bergabung ke dalam satu kompi pasukan Gelembung Harmoni yang merupakan tim gamelan di Fakultas Ilmu Budaya UGM, namun kali bukan untuk bermain gamelan melainkan ajakan untuk sebuah pendakian. Bagi saya kesempatan ini tentunya akan sangat disayangkan jika dibiarkan berlalu begitu saja; oleh karena itu sayapun menyetujui ajakan pendakian kali ini. 

Pendakian akan dimulai pada hari Kamis, 29 Mei 2014 dengan keberangkatan menuju base camp pada malam hari sebelumnya yaitu hari Rabu malam tanggal 28 Mei 2014. Pendakian kali ini kami tidak melewati rute Kledung seperti yang kebanyakan dilalui oleh pendaki, namun kami akan melewati rute Bansari, kabupaten Temanggung atau dari sisi timur Sindoro. Total tim pendakian terdiri dari sembilan orang; berikut ini adalah gambar para tersangkanya:

Dari kanan : Bambang, Erwin, Andika, Rohim, Dimas, JeWe, Anggit, Andri, ane.


Menuju Bansari

Langsung saja menuju hari Rabu tanggal 28 Mei 2014. Kami berkumpul di kontrakan Andika di daerah Maguwoharjo, Yogyakarta untuk repacking dan melakukan persiapan lainnya. Jam sudah menunjukkan sekitar pukul 22.00 WIB saat kami berangkat menuju base camp pendakian, langsung saja kami menyusuri jalan ring road utara dan kemudian berbelok ke arah Magelang. Menuju Temanggung terlebih dahulu melewati kota Magelang, kemudian terus berjalan ke utara, cukup mudah untuk mencapainya karena sudah banyak papan petunjuk di pinggir jalan, terlebih saat itu hari sudah malam sehingga kondisi jalanan tidak terlalu ramai.


Jogja-Temanggung

Hanya dalam tempo waktu sekitar satu jam kami sudah tiba di Temanggung, perjalanan yang termasuk cepat. Kami beristirahat terlebih dahulu untuk mengisi tenaga di Indomart sesaat setelah kami melewati alun – alun kota Temanggung sebelum akhirnya perjalanan kami lanjutkan kembali menuju kecamatan Parakan. Setibanya di kecamatan Parakan sesaat kemudian, kami segera menghubungi mas Crazy yang merupakan seorang warga kecamatan Bansari sekaligus petugas di base camp Bansari karena kami tidak tahu jalan menuju base camp sesampainya di Parakan. Alhamdulillah karena akhirnya kami bertemu dengan mas Crazy setelah sempat berselisih jalan sehingga perjalanan dapat kami lanjutkan kembali, dari pasar Parakan kami mengikuti beliau ke utara kemudian berbelok ke arah barat melalui jalan yang berliku sampai ke kecamatan Bansari yang merupakan pintu gerbang pendakian gunung Sindoro yang melalui jalur Bansari.


Temanggung-Bansari

Sesampainya di Bansari kami tidak menuju base camp karena mas Crazy mempersilakan kami untuk menginap dan menitipkan motor di rumah beliau, jadilah kami bermalam di sini, mengumpulkan tenaga untuk pendakian esok hari.  


Pendakian dimulai

Pagi pun tiba ketika adzan subuh di masjid yang letaknya tak jauh dari tempat kami beristirahat berkumandang. Kami mulai bangun dan melakukan aktivitas untuk membuat mata tidak lagi mengantuk dengan bercengkrama, berjalan – jalan, serta sholat subuh. Pemandangan ufuk timur dari kecamatan Bansari terlihat indah karena dari sanalah matahari terbit. Terlihat pula gunung Merapi, Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran di kaki langit, cerahnya langit juga membuat gunung Sumbing terlihat menawan di sebelah selatan, tidak ketinggalan pula puncak yang akan kami tuju pun nampak melambai – lambai di bawah langit pagi.


Pagi Bansari

Sekitar pukul 07.00 WIB kami memulai pendakian setelah sarapan, pemanasan, dan juga berdoa. Perjalanan dimulai dengan melalui jalan berbatu menyusuri perkampungan penduduk, keramah – tamahan masyarakat Bansari benar – benar kami rasakan pada awal perjalanan ini. Tak lama kemudian kami mulai meninggalkan perkampungan; setelah melewati pemakaman kami mulai memasuki wilayah perkebunan penduduk yang membentang di samping kiri dan kanan kami. Alhamdulillah karena sesampainya di sini kami mendapat tawaran dari warga untuk menumpang pick upnya karena memang searah sehingga dapat menghemat waktu serta tenaga. 


Naik Pick Up

Setelah pick up sampai di tujuannya kami turun dan mengucapkan terima kasih kepada pemiliknya kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Ternyata cukup jauh juga perjalanan menuju pos 1 dengan medan berupa ladang penduduk, bahkan setelah kami memangkas perjalanan dengan naik pick up tadi. Terus berjalan akhirnya kami tiba di pos 1 yang merupakan batas antara perkebunan dengan hutan, dari sini jalan bercabang jika lurus yaitu melanjutkan perjalanan ke puncak, sementara pos berada di percabangan yang ke arah kanan sehingga jika ingin melanjutkan perjalanan harus kembali lagi ke percabangan tersebut dan mengambil jalan lurus.


Turun Pick Up


Pos Awal

Perjalanan selanjutnya mulai memasuki hutan. Sebenarnya di pos 1 tadi kami berniat untuk mengisi air namun tidak menemukannya, sampai akhirnya kami menemukan sebuah sungai kering dengan genangan air sehingga kami mengisi persediaan air di tempat tersebut. Setelah cukup mengisi air kami kembali berjalan; rute yang kami lalui cukup menanjak dan juga licin karena terdiri dari tanah merah yang licin, namun saat mendaki licinnya tak begitu parah. Mendekati pos 1 rute semakin menanjak hingga JeWe mengingatkan kami bahwa melalui sumber yang telah ia baca di internet tanjakan sampai pos 2 dinamakan “Tanjakan Iblis”. Cukup masuk akal karena terjalnya “iblis” sekali.


Isi Air di Genangan Air

Terus berjalan akhirnya kami tiba di pos 1, sebuah tanah lapang yang tidak terlalu luas. Setelah beristirahat beberapa hanya menit karena stamina kami masih ada, kami berjalan kembali melalui tanjakan yang masih “iblis”. Rute masih melalui hutan dengan tanjakan yang cukup curam serta licin sehingga mengharuskan kami untuk berhati – hati. Cukup bersusah payah melalui tanjakan “iblis” tersebut terlebih dahulu sampai kami tiba di pos 2. Cukup unik pos 2 ini karena namanya adalah pos “Turunan”, namun jangan dibayangkan bahwa jalannya semakin menurun karena tetap saja rute di depan masih dihadapkan dengan tanjakan yang terjal; kalau kata Andri nama pos ini memang “Turunan” karena bisa menurunkan berat badan.

Tanjakan Iblis

Sama seperti sebelumnya; usai beristirahat sebentar kami segera bergerak lagi untuk menuju pos selanjutnya. Rute masih tetap menanjak dan licin namun bisa dibilang sudah lebih mendingan daripada rute menuju pos 2, bisa jadi mungkin juga karena kami sudah terbiasa dengan rute tanjakan iblis barusan. Setelah berjalan beberapa lama akhirnya kami tiba di pos 3; di sini kami mengisi persediaan air di sumber air berupa sungai yang letaknya tak jauh dari pos 3 dan juga memasak + makan makanan ringan untuk mengganjal perut dan mengisi energi. Setelah cukup puas beristirahat kami kembali berjalan karena terlalu lama beristirahat membuat badan kami kedinginan.


Pos III

Sumber Air

Perjalanan menuju pos 4 tidaklah terlalu lama, tanjakannya pun tak lagi menjadi – jadi seperti sebelumnya walaupun rute tetap menanjak. Menjelang pos 4 ketinggian pohon rata – rata sudah mulai berkurang. Akhirnya kami tiba di pos 4, sebuah tanah lapang tak begitu luas yang hanya ditempeli plang; perjalanan menuju pos 4 tidak begitu terasa karena termasuk dekat. Hanya sebentar sekali kami berhenti di pos 4 dan segera melanjutkan perjalanan.


Pos IV dan Carrier ES

Pos bayangan selanjutnya jaraknya juga tidak jauh dari pos 4 barusan. Pemandangan yang terlihat dari pos bayangan ini sangat indah; sisi timur Sindoro terbentang luas di depan mata, membuat tangan ini seakan susah untuk berhenti mengabadikannya melalui kamera sekaligus mengusir rasa lelah kami. Indahnya pemandangan semakin memacu semangat kami untuk terus melaju menuju puncak; menantikan pemandangan lebih indah yang tentunya sudah disiapkan oleh Allah SWT di atas nanti. Sesampainya di pos bayangan ini kami mengira bahwa ini adalah pos 5.


Pemandangan Terbuka

Agak lama kami bersitirahat di sini sambil menikmati pemandangan yang tersaji sekaligus mengistirahatkan pundak dan kaki karena berat barang bawaan kami. Perjalanan pun berlanjut tak lama kemudian; rute kembali masuk ke dalam hutan. Ada yang unik pada rute selanjutnya ini karena kami melewati sebuah pohon besar yang di sana ada sebuah sangkar burung; entah untuk apa itu, kami terus saja melanjutkan perjalanan.


Sangkar Burung


Jalur Pendakian

Menuju pos 5 perjalanan seakan terasa tidak ada habisnya, benar – benar jauh jaraknya. Setelah keluar dari hutan kami mulai memasuki kawasan semak belukar dengan medan terbuka sehingga pemandangan yang indah ke arah timur kembali terbentang luas, namun walaupun begitu panasnya matahari siang terasa sangat menyengat karena tidak adanya pohon besar yang menghalangi cahayanya. Sempat beberapa kali kami beristirahat di tengah jalur pendakian saking jauhnya bahkan beberapa dari kami ada yang sampai tertidur, namun perlahan tapi pasti kami akhirnya sampai di pos 5.


Pos V

Pos 5 bisa dibilang merupakan surga bagi setiap pendaki Sindoro yang melewati jalur Bansari, di sini pemandangan semakin terbuka; bukan hanya sisi timur, namun kali ini sisi selatan dan utara juga terbentang luas. Berdiri di tepi pos 5 seakan – akan serasa terbang di langit. Bagi kami pos 5 adalah tempat tidur terindah di dunia karena di sini kami tidur cukup lama hingga hampir dua jam saking nyamannya suasana.


Panorama Pos V

Turu

Udara semakin dingin saat kami memulai perjalanan kembali menuju pos 6; yang rencananya akan menjadi tempat kami mendirikan tenda dan bermalam. Matahari yang sudah tertutup oleh punggungan Sindoro membuat suhu udara semakin turun sehingga kami harus terus bergerak untuk tetap hangat. Hari yang sudah mulai petang pun membuat kondisi semakin gelap, sayup – sayup suara adzan maghrib terdengar di ketinggian, sementara cahaya lampu dari kabupaten Temanggung mulai terlihat berkerlap – kerlip begitu juga dengan cahaya lampu alam semesta; bintang – bintang yang bertaburan di langit petang. Kami akhirnya tiba di pos 6 tak lama kemudian, kami mendirikan tenda sedikit di atasnya yang berupa tanah lapang dikelilingi tebing dengan padang edelweiss di dekat kami.


Sore Hari

Kami bermalam di pos 6, setelah tenda berdiri kami mulai mempersiapkan perlengkapan untuk memasak. Menu pada malam hari itu adalah nasi goreng dengan telur, terima kasih kepada mas Andika untuk ilmu packing dan manajemen logistiknya. Setelah makan kami memutuskan untuk beristirahat untuk mengembalikan kondisi yang sudah kelelahan, walaupun sebagian dari kami ada yang masih terjaga dan saling bercengkrama. Malam itu kondisinya cukup cerah namun berangin, kerlap – kerlip cahaya lampu Temanggung dan bintang di langit masih menghiasi cakrawala.


Sunrise dari Pos VI

Perlahan tapi pasti langit timur mulai cerah, pertanda bahwa pagi mulai datang. Kami mulai terbangun untuk menyaksikan matahari terbit, namun sayang sebagian dari kami termasuk saya bangun agak kesiangan sehingga sedikit terlambat untuk menyaksikan matahari terbit, namun tak mengapa karena momen matahari terbit masih belum berakhir. Setelah matahari agak meninggi beberapa dari kami mulai melanjutkan perjalanan menuju puncak yang tinggal sedikit lagi.


Lokasi Camp

Hanya dalam hitungan menit kami sampai di kawasan puncak Sindoro dari sisi timur, untuk menuju ke puncaknya kami harus berbelok ke arah kiri (selatan). Sesampainya di area kawah kami disambut dengan embusan asap belerang yang tertiup angin hingga membuat paru – paru kami kepayahan; rasanya seperti kempes bahkan saya sempat mengalami batuk yang menyakitkan sehingga kami harus menyingkir sedikit ke bawah sementara. Setelah kondisi kami agak membaik kami berencana untuk kembali menjelajahi area puncak, namun beberapa memilih untuk turun karena asap belerang.


Kawah Utama Sindoro

Tepi Kawah Utama

Area tertinggi Sindoro meliputi area yang melingkari sebuah kawah utama, kawah ini aktif dengan terus mengeluarkan asap belerang. Ada satu lagi jalur di sebelah selatan puncak yaitu jalur pendakian yang melalui Kledung. Pemandangan dari puncak tertinggi bervariasi tinggal dari bagian mana kita berpijak, namun untuk memandang ke arah barat tidaklah terlalu jelas karena terhalang oleh punggungan bukit yang tingginya sedikit lebih rendah dari puncak tertinggi. Melihat ke arah barat bisa sedikit lebih jelas apabila terlebih dahulu berjalan ke arah utara.


Sumbing di Selatan

Kawah Mati

Utara: Dieng Plateau + Prau

Bentang Timur

Sekitar pukul 10.00 WIB kami mulai turun kembali melewati jalur yang kami lalui untuk naik dengan track yang tentu saja curam dan sedikit licin sehingga kami harus berhati – hati dalam melangkah. Track turun cukup sulit terutama setelah mencapai pos 3 karena tanjakan iblis yang kami lalui saat naik kini berubah menjadi turunan setan yang cukup curam dan licin karena terdiri dari tanah merah. Pukul 15.00 WIB kami tiba di pos 1, namun di sini kami harus berhenti selama satu jam lebih menunggu hujan mereda sambil memasak sisa perbekalan kami.


Padang Edelweiss di Belakang Tenda

Nggaya Sedurunge Balik

Adzan maghrib sudah berkumandang saat kami tiba kembali di base camp yang menjadi akhir dari cerita pendakian kami ke Sindoro kali ini. Sebuah kesempatan yang kembali lagi saya dapatkan untuk mengagumi karya agung Allah SWT di ketinggian Sindoro. Tentu saja terima kasih sekali untuk rekan – rekan dari Gelembung Harmoni FIB UGM yang telah mengajak saya pada pendakian kali ini.  


How to go to Bansari (From Jogja)
  1. Dari Jogja menggunakan bus jurusan Magelang
  2. Dari Magelang oper bus jurusan Magelang - Parakan / Magelang - Sukorejo / Magelang - Wonosobo, turun di pasar Parakan.
  3. Dari pasar Parakan naik angkot menuju kantor kecamatan Bansari (Base camp nya) / bisa menggunakan ojek.

Special thanks:
  • Mbak Tari atas informasi mengenai base camp Bansarinya.
  • Mas Crazy + ibundanya yang sudah memberikan tempat menginap dan juga sambutannya.
Bonus:



Anggarawepe
Setitik debu di tengah besarnya alam semesta dibawah kuasa kebesaran Allah SWT

Related Posts

Posting Komentar