3726 MDPL; MENGGAPAI SURGA DI BUMI INDONESIA

Posting Komentar
Konten [Tampil]
PROLOGUE

Rinjani tampak berdiri gagah, namun juga anggun di bawah langit biru dengan awan putih tipis yang melayang bebas mengikuti hembusan sang bayu. Kecantikan sang Rinjani bagaikan seorang putri bangsawan kerajaan dalam kisah – kisah dongeng dan legenda; yang mana kecantikannya sudah terdengar sampai ke manca negara hingga membuat banyak orang dari berbagai negeri ingin menggapainya. 

Puncak Gunung Rinjani; 3726 MDPL
Puncak Gunung Rinjani; 3726 MDPL
Itulah sedikit gambaran mengenai Rinjani; sebuah gunung yang menjulang setinggi 3726 MDPL yang membuatnya sebagai gunung berapi tertinggi kedua di atas tanah Indonesia setelah gunung Kerinci di Jambi. Gunung ini terletak di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia.

Tentu saja kecantikan dan keanggungan gunung Rinjani sudah lama terdengar di telinga saya sebagai warga negara Republik Indonesia, yang tentunya membuat saya tertarik untuk menggapainya; menyaksikan sendiri kecantikannya dengan kedua mata kepala secara langsung. Sebenarnya keinginan ini sudah lama ada, namun apa daya kesempatan tak kunjung datang dan selalu berakhir dengan kegagalan di setiap tahunnya.

Awal tahun 2014 ini pula saya mentargetkan untuk dapat menggapainya, syukur Alhamdulillah setelah berharap – harap cemas datang ajakan melakukan pendakian bersama menuju gunung Rinjani pada akhir pekan bulan Agustus di salah satu trit di Kaskus dengan TS bang Aiip yang membuat mimpi saya menggapai Rinjani dapat terealisasikan.

SOLO – BANYUWANGI


Langsung saja menuju hari Sabtu tanggal 23 Agustus 2014. Hari itu saya memulai perjalanan dari stasiun Purwosari, Solo pukul 08.00 WIB; sementara teman – teman yang lain sebagian menunggu di stasiun Sragen karena mereka berangkat dari Jakarta. Tak lama kemudian kereta Sri Tanjung yang akan mengatar saya ke Banyuwangi pun datang yang menjadi permulaan kisah petualangan saya menuju Rinjani.
Surabaya Gubeng
Surabaya Gubeng
Sampai Jember
Sampai Jember
Memang, melakukan perjalanan dengan sarana transportasi kereta api adalah pilihan yang tepat karena pelayanan PT KAI sekarang sangat baik sehingga perjalanan menggunakan kereta api menjadi nyaman. Total jarak tempuh menuju Banyuwangi dari kota Solo adalah 12 jam bukan waktu yang panjang tentunya, namun dengan mengamati pemandangan yang tersaji di luar jendela seakan selalu mengusir rasa bosan selama perjalanan. Selama di kereta saya belum bertemu dengan rombongan dikarenakan kami belum pernah bertemu sebelumnya dan hanya berkomunikasi via sms dan WA.
Stasiun Banyuwangi Baru
Stasiun Banyuwangi Baru
Akhirnya setelah 12 jam, kereta api Sri tanjung tiba di stasiun paling timur di Indonesia saat itu yaitu Banyuwangi Baru. Saya segera turun dan kemudian mencari rombongan, sayapun bertemu dengan mereka semua di dekat pintu keluar stasiun dan tentu saja segera berkenalan satu per satu dengan kawan – kawan baru dari Jabodetabek, Bandung, Jambi, Padang, Medan, dan Jogja. Tujuan tim selanjutnya adalah mengisi perut di warung makan yang letaknya tidak jauh dari stasiun.
Makan Malam
Pentas Seni Dekat Stasiun

MENUJU PULAU DEWATA
Agenda kami selanjutnya adalah segera menyeberang ke Pulau Dewata; Bali. Kedua kaki kami mulai melangkah menuju pelabuhan Ketapang setelah perut kembali terisi. Angin yang berembus kencang sempat membuat kami khawatir tidak bisa menyeberangi Selat Bali, namun Alhamdulillah karena kegiatan penyeberangan tetap dibuka. Segera saja kami memesan tiket dan kemudian memasuki kapal ferry yang akan membawa kami menyeberang menuju Pulau Bali. Suara peluit kapal diiringi dengan kapal yang perlahan mulai berlayar ke arah timur menandakan bahwa kami mulai meninggalkan Pulau Jawa. Sampai jumpa sekitar 6 hari lagi Jawa.
Pelabuhan Ketapang
Pelabuhan Ketapang
Menuju Kapal
Suasana Pelabuhan
Kapal ferry kami mulai berlayar mengarungi Selat Bali. Angin yang berembus kencang membuat kapal berguncang cukup parah sehingga sedikit menakutkan, terlebih saat berbelok. Suasana pun cukup dingin akibat hembusan angin, namun hal tersebut tidak menyurutkan kami untuk tetap kompak di atas deck kapal dengan melakukan briefing untuk semakin memperjelas dan memantabkan perjalanan kami.
Siap Merapat ke Pelabuhan Gilimanuk
Siap Merapat ke Pelabuhan Gilimanuk
Perlahan kerlap – kerlip lampu di seberang timur mulai tampak mendekat dan semakin dekat hingga akhirnya kapal merapat ke pelabuhan Gilimanuk yang berdiri di atas tanah pulau Dewata, Bali sekitar pukul 02.00 WITA. Well, hello Bali; terakhir menginjakkan kaki di sini enam tahun yang lalu saat saya masih kelas XI SMA dulu. Agenda kami selanjutnya adalah segera mencari transportasi menuju pelabuhan Padang Bai.
Turun Kapal
Naik Bus
Kami mulai berjalan menuju terminal Gilimanuk untuk mencari transportasi menuju Padang Bai. Setibanya di terminal sudah ada beberapa bus yang menunggu untuk menghantarkan kami menuju pelabuhan Padang Bai, namun kami tidak langsung naik karena ternyata harga yang ditawarkan oleh calo cukup mahal; pertama adalah Rp 60.000,- yang kemudian bang Aiip selaku pimpinan kami melakukan negosiasi yang cukup alot dan lama dengan si calo, hingga akhirnya kami sepakat berangkat dengan harga Rp 40.000,-. Langsung saja kami segera naik bus tersebut.

Setelah semuanya siap bus mulai berangkat. Ada hal yang sedikit unik di awal perjalanan di bawah langit Bali yang masih gelap; beberapa kali bus berhenti kemudian sopir bus turun untuk memberikan dupa di beberapa titik. Sesuatu yang menarik bukan..? Karena hal tersebut menunjukkan bahwa kearifan lokal masyarakat Bali masih sangatlah terjaga. Setelah itu perjalanan terasa cepat kerena kami semua terlelap tidur dalam perjalanan menuju Padang Bai, walaupun kami sempat sedikit terjaga saat ada penumpang yang membawa ayam kemudian ayam tersebut berkokok dengan keras. Sekitar pukul 06.30 WITA kami tiba di pelabuhan Padang Bai.

Pelabuhan Padang Bai
Pelabuhan Padang Bai

WELCOME TO LOMBOK
Sampai di sini, inilah ujung daratan paling timur yang pernah saya kunjungi di bumi Indonesia; yang mana saya masih akan terus melanjutkan perjalanan jauh lebih ke timur lagi. Segera saja kami melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kapal ferry lagi menyeberangi selat Lombok menuju pelabuhan Lembar; gerbang masuk pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Aktivitas Pelabuhan
Naik Kapal Lagi
Suasana pantai saat itu cukup cerah, angin yang tadi malam berembus kencang di Selat Bali sudah tak terasa lagi; benar – benar kondisi yang bagus untuk berlayar. Hampir sama seperti saat kami berada di Pelabuhan Gilimanuk semalam, kami segera bergegas naik kapal ferry untuk menyeberangi Selat Lombok.
Menuju Pulau Lombok

Sesampainya di ruang penumpang, kami langsung dimanjakan dengan fasilitas kapal yang mana terdapat tempat tidur; pas sekali dengan apa yang kami butuhkan. Kami langsung meletakkan tas bawaan kami dan rebahan di kasur, beberapa termasuk saya kembali melanjutkan tidur, mumpung ketemu tempat tidur.
Dek Kapal
Selat Lombok
Ship's Trail
Tiga jam berselang, saya terbangun karena rasa kantuk sudah tidak terlalu menjadi – jadi. Saya berjalan ke geladak kapal yang di sana ternyata juga tersedia tempat untuk merebahkan diri seperti di pantai. Menikmati perjalanan menyeberangi Selat Lombok di atas kapal ternyata cukup menenangkan; melewati laut yang biru dibawah langit yang juga biru cerah, sesekali di permukaan laut terlihat ikan – ikan melompat yang sedang bermain di perairan. 

Semilir angin laut membelai lembut mengusir segala lelah dan bosan. Sementara daratan di sebelah timur smulai tampak semakin dekat; tidak ketinggalan pula terlihat dari selat Lombok sebuah gunung yang menjulang tinggi menembus awan. Ya, itulah sang Rinjani. Subhanallah semua ini semakin melipatgandakan semangat untuk menggapainya, seakan tidak sabar pula rasanya untuk segera memulainya.
Sampai Lombok
Sekitar pukul 12.30 WITA akhirnya untuk pertama kalinya kami menginjakkan kaki di pulau Lombok, dan juga provinsi Nusa Tenggara Barat yang sekaligus akan menjadi provinsi paling timur di Indonesia yang saya singgahi. Ternyata pelabuhan Lembar tidak terlalu megah, namun sudah tampak beberapa perbaikan di pelabuhan ini. Kami berjalan keluar pelabuhan kemudian beristirahat menunggu mas Songket; kenalan dari bang Aiip yang akan menghantarkan kami menuju gerbang pendakian Rinjani esok.
Istirahat
Tak lama kemudian sebuah angkot berwarna putih tiba dan seseorang turun menyapa kami dengan keramah tamahan khas Lombok; dialah Mas Songket. Kami pun menyalaminya satu per satu dan kemudian segera menaikkan tas ke atap dan menempatkan diri. Setelah semuanya siap mobil yang kami tumpangi segera berangkat. Tujuan kami yang pertama di tanah Lombok ini adalah Bandara Internasional Lombok karena di sana ada dua rekan kami dari kota Lamongan yaitu Mas Akbar dan Mas Harun yang memulai perjalanan dengan menggunakan pesawat terlebih dahulu.
Transport Kami
Landmark Lombok Barat
Akhirnya kami bertemu dengan mas Akbar dan mas Harun sesampainya di bandara, dengan begini lengkaplah sudah seluruh personel kami. Tujuan kami selanjutnya adalah menuju Sanggar Seni Sinar Harapan, Di Desa Sapit, Kecamatan Suela, Lombok - NTB. Sebuah tempat kediaman mas Songket yang kami gunakan sebagai tempat beristirahat dan basecamp sebelum melakukan pendakian.
Rumah Mas Songket
Rumah Mas Songket
Rebahan

THE GROUND OF RINJANI
Langit malam perlahan mulai cerah, menandakan hari baru yang akan segera dimulai. Hari ini akan menjadi hari yang sangat kami nantikan karena hari ini adalah hari di mana kami terasa sangat dekat dengan sebuah impian untuk menggapai singgasana Dewi Anjani yang melegenda.
Rinjani dari Rumah Mas Songket
Rinjani dari Rumah Mas Songket
Berangkat
Kami segera melakukan persiapan pagi itu agar tidak kesiangan. Sekitar pukul 07.00 WITA kami pun bertolak dari tempat singgah menuju pintu gerbang pendakian Rinjani. Perjalanan kami tempuh dalam waktu dua jam karena mobil yang kami tumpangi harus beristirahat sebentar untuk mendinginkan mesin setelah melewati jalan yang menanjak dan berkelok dengan beban 28 orang plus tas – tas kami yang berat. Kami berhenti di sebuah puncak yang namanya Puncak Tiga Dara, entah mengapa namanya demikian. Pemandangan di sini memang sangat pas untuk dinikmati sembari beristirahat.
Tujuan Kami
Pemandangan dari Bukit Tiga Dara
Pemandangan dari Bukit Tiga Dara
Setelah mesin mobil cukup dingin, kami melanjutkan lagi perjalanan. Sekitar setengah jam berkendara kami berhenti terlebih dahulu di pos pendakian Sembalun untuk mendaftar. Sebenarnya pendakian dapat dilakukan di sini, namun kami tetap lanjut menuju desa Bawak Nao karena memulai pendakian di sana akan menghemat waktu dua jam lebih cepat. Hanya beberapa saat berkendara kami telah sampai di desa Bawak Nao yang akan menjadi tempat kami memulai pendakian.
Pendaftaran di Resor Sembalun
Berangkat dari Desa Bawak Nao

PERJALANAN DIMULAI

Perjalanan menuju singgasana Dewi Anjani pun dimulai. Rute adalah menyusuri daerah perkebunan. Puncak Rinjani terlihat menawan dari sini. Rute perkebunan berakhir setelah kami melewati sebuah sungai kering, rute kemudian berubah menjadi padang rumput dengan rumput yang tidak terlalu tinggi. Singkat saja kami melalui rute ini karena setelah kami melalui tanjakan terjal yang tidak terlalu tinggi kami mulai memasuki rute berupa hutan.
Rute Awal Rinjani
Rute Awal Rinjani
Menuju Rinjani
Menuju Rinjani
Rute setelah hutan adalah berupa padang rumput yang luas. Sejauh mata memandang yang tampak adalah padang rumput yang membentang luas, sementara di sebelah selatan puncak gunung Rinjani yang akan kami tuju menjulang tinggi dengan anggunnya, membuat semangat kami semua semakin berlipat ganda. Pemandangan terbuka jelas merupakan berkah bagi kami, bahkan laut Flores tenang di sebelah utara terlihat; namun sengatan matahari begitu terasa panasnya karena tidak adanya pepohonan yang menjadi penghalang sinarnya. Setelah melewati beberapa jembatan kami sampai di pos I yang menjadi pos pendakian pertaman gunung Rinjani.
Pos I

Pos I berupa tanah lapang yang lumayan luas dengan dua buah shelter sederhana untuk berlindung dari sengatan matahari. Pemandangan masih sama dengan sebelumnya yaitu berupa padang rumput terbuka yang luas. Kami beristirahat sebentar di sini sambil menikmati pemandangan yang tersaji dari segala arah. Setelah cukup beristirahat kami melanjutkan perjalanan kembali, namun sebelum perjalanan berlanjut porter mengumumkan bahwa makan siang akan dilakukan di tengah jalan menuju pos II.
Menjelang Makan Siang
Perjalanan menuju pos II masih sama seperti sebelumnya. Kami berhenti di sebuah tempat yang bisa digunakan untuk berteduh sembari menunggu rombongan lengkap dan porter kami yang sedang mencarikan tempat untuk makan. Cukup lama kami berhenti karena porter kami harus mencari tempat lain untuk makan karena tempat yang sudah tersedia sudah digunakan oleh rombongan lain. Akhirnya kami menemukan tempat untuk makan, tapi kali tempat yang tuju berada di dalam semak – semak yang membuat kami sempat ragu apakah benar ini tempatnya. Kami pun tetap melaknsanakan agenda makan di tengah semak – semak tersebut, tentunya kami beristirahat dan juga tidur dahulu sembari menunggu porter kami selesai memasak. Akhirnya setelah makanan jadi kami makan sesegera mungkin agar agenda ke depan bisa terkejar.
Pos 2 Rinjani
Pos 2 Rinjani
Isi Air
Usai makan kami melanjutkan perjalanan kembali. Kali ini suasana sudah tidak begitu panas lagi karena menjelang sore kabut menyelimuti perjalanan. Perjalanan menjelang pos II terasa dekat, mungkin karena kami sudah beristirahat dan juga makan. Area pos II diawali dengan sebuah jembatan yang terdapat mata air. Cukup lama kami berhenti di sini karena kami juga sekaligus mengisi air di sumber air yang hanya mengalir sedikit. Hari sudah semakin sore ketika kami kembali melanjutkan perjalanan.
Bekas Kebakaran
Pos III Rinjani
Ngaso di Pos III
Sama seperti perjalanan menuju pos I dan II, perjalanan menuju pos III tidak terasa berat dan hanya singkat. Rute yang tidak terlalu menanjak membuat kami bisa menikmati perjalanan dari pos I menuju pos III ini. Kondisi yang tidak terlalu panas benar – benar membuat tenaga kami tidak cepat terkuras, namun pemandangan tetap tidak terlihat karena kabut. Kami sampai di pos III sekitar pukul 16.00 WITA. Kami beristirahat kurang – lebih selama satu jam sembari menunggu rombongan lengkap.

BUKIT PENYESALAN DAN BUKIT PENYIKSAAN
Setelah tim lengkap kami segera melakukan perundingan untuk memutuskan apakah perjalanan akan dilanjutkan atau bermalam serta berkemah di pos III saja mengingat hari sudah semakin sore. Akhirnya kami tetap melanjutkan perjalanan dengan target menuju Plawangan Sembalun.
Puncak Rinjani

Ternyata perjalanan mulai terasa setelah pos III. Rute yang mulai menanjak membentang di depan mata. Rute menyusuri punggungan bukit yang namanya sudah cukup menggetarkan moral; bukit penyesalan. Rute sudah tidak lagi datar dan terbuka seperti sebelumnya, kali ini rute yang kami lalui adalah berupa tanjakan yang cukup terjal serta medan yang berupa hutan di samping kanan – kiri kami. Perjalanan pun semakin berat karena rute ini juga panjang; terasa seakan tidak ada habisnya.

Suasana semakin gelap dengan kembalinya sang matahari ke peraduannya di ufuk barat sehingga kami harus mengeluarkan senter untuk menerangi jalan. Selain gelap suhu udara juga semakin dingin, terlebih jika angin berhembus. Suasana saat itu benar – benar menguji mental kami terutama saat pendaki di depan kami yang turun memberi tahu bahwa perjalanan menuju plawangan Sembalun masih jauh. Akhirnya kami tiba di satu - satunya tempat datar yang sekaligus merupakan puncak dari bukit penyesalan, namun bukan berarti derita kami berakhir karena di depan kami membentang satu lagi bukit yang namanya lebih mengerikan; bukit penyiksaan.
Puncak Semakin Dekat

Kami harus benar – benar bisa memompa semangat yang sedang diuji saat itu. Sepasang kaki kami tetap melangkah menyusuri terjalnya tanjakan bukit penyiksaan dan dinginnya angin Rinjani. Tiba – tiba di tengah perjalanan ada suatu peristiwa yang cukup mengejutkan sekaligus meruntuhkan kondisi psikologis kami; yaitu saat kami mendengar berita melalui HT bahwa pemimpin kami yaitu mas Aiip mengalami pendarahan parah pada tangannya karena terpotong pisau saat memasak. 

Peristiwa tersebut membuat rombongan terbagi menjadi dua; rombongan depan termasuk saya dan rombongan belakang bersama mas Aiip. Rombongan belakang memutuskan untuk bermalam di lokasi mereka saat itu yaitu di puncak bukit penyesalan; dan karena tenda semua dibawa oleh porter yang berada di rombongan depan maka salah satu dari rombongan depan yaitu mas Cipto membawa dua buah tenda ke tempat rombongan belakan berada seorang diri. Tentu saja kami semua di rombongan depan berdoa untuk keselamatan mas Cipto beserta seluruh rombongan lainnya. Rombongan depan memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan menuju Plawangan Sembalun dan sesegera mungkin bermalam karena tenaga yang semakin menipis.
Foto Terakhir Sebelum Gelap

Akhirnya kami rombongan depan tiba di ujung tanjakan yang juga menandakan bahwa kami telah tiba di tempat tujuan kami; Plawangan Sembalun.

PLAWANGAN SEMBALUN, SURGA DI ATAS AWAN
Plawangan Sembalun
Plawangan Sembalun
Setibanya di Plawangan Sembalun kami; rombongan pertama langsung mendirikan tenda dan beristirahat, terlebih angin yang berhembus membuat suhu udara menjadi semakin dingin. Waktu saat itu menunjukkan sekitar pukul 22.00 WITA; berarti lima jam adalah waktu yang kami tempuh dari pos tiga sampai Plawangan Sembalun. Tempat kami bermalam saat itu tepatnya berada di paling utara dari Plawangan Sembalun sehingga jauh dari keramaian.
Sunrise di Timur
Sunrise RInjani
Sunrise Rinjani
Saat langit timur mulai perlahan terang kami mulai bangun. Begitu kedua mata ini melihat ke luar tenda, pemandangan yang luar biasa indahnya langsung tersaji di depan kami. Tepat di sebelah barat untuk pertama kalinya kami semua melihat secara langsung Segara Anak dari ketinggian; sebuah pemandangan yang sebelumnya hanya bisa kami lihat dari internet saja. Pemandangan menjadi semakin indah saat matahari pagi perlahan mulai terbit dari ufuk timur; yang mana cahaya oranye nya semakin mempercantik sang Rinjani dengan kombinasi warna langit dan matahari. Selat Alas yang berada di antara pulau Lombok dan Sumbawa nampak anggun di kaki langit timur berdampingan dengan sang mentari yang baru beberapa menit menampakkan diri. Sementara itu di sebelah selatan nampak titik tertinggi dari jajaran perbukitan di sekitar kami; puncak lengendaris sang Dewi Anjani.
Para Pemburu Sunrise
Pukulan Matahari
Setelah puas menikmati pagi, kami masih harus menunggu rombongan belakang. Bersamaan dengan semakin naiknya matahari beberapa dari kami termasuk saya memutuskan untuk pergi ke tempat sumber air untuk mengisi ulang persediaan air kami sekaligus untuk memasak sarapan. Ternyata area campground Plawangan Sembalun cukup luas; yang membentang dari utara ke selatan. Sedikit berjalan ke arah selatan area campground sudah dipenuhi oleh tenda – tenda para pendaki yang pada saat itu didominasi oleh warga negara asing sehingga berasa seperti di luar negeri. Sumber air terletak cukup jauh, harus berjalan ke sebelah ujung selatan area Plawangan Sembalun kemudian berbelok turun ke arah timur dengan jarak tempuh sekitar satu jam pulang – pergi. Kondisi air di sumber air sangat menyegarkan, mengingatkan kepada Sumber Mani di gunung Semeru, akan tetapi kondisi di sekitarnya cukup memprihatinkan dengan banyaknya sampah serta bau “ranjau” yang membuat kaki seakan enggan untuk berlama – lama di sana.

Area Sumber Air:


Setelah persediaan air kembali terisi penuh, kami kembali ke tenda kami dan bergabung kembali dengan tim rombongan depan yang lain, sementara rombongan belakang masih belum sampai juga. Kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu hingga pada akhirnya rombongan belakang tiba dan kami langsung menyambut kedatangan mereka. Alhamdulillah tim menjadi satu kesatuan lagi.
Lone Traveller

Namun ternyata rombongan belakang tiba dengan personel yang tidak lengkap; bahkan malah dengan membawa tambahan kabar buruk. Ternyata pemimpin pendakian kami yaitu mas Aiip tidak bisa melanjutkan perjalanan akibat luka yang dideritanya. Yah, berita yang mengejutkan dan menyedihkan tentunya; seseorang yang membuat kami akhirnya bisa untuk menggapai impian menggapai Rinjani ini ternyata malah terpaksa harus terhenti di tengah jalan. Jelas doa kami semua menyertaimu mas Aiip, semoga suatu saat nanti bisa kembali menggapai puncak Dewi Anjani. Aamiin..

Sembari menunggu tim belakang beristirahat tenda yang sudah terpasang di tempat camp semalam mulai dicabut karena tim akan berkemah di lokasi yang agak ramai. Alasannya ialah di Plawangan Sembalun banyak terdapat monyet yang suka mencuri bekal makanan para pendaki sehingga jika pindah ke tempat yang agak ramai kami dapat meminta bantuan porter tenda lain untuk menjaga barang – barang kami saat tim melakukan summit attack nanti malam karena porter kami hanya sampai siang ini saja. Kami berpindah agak ke selatan lagi.
Diganggu Monyet
Lokasi Baru
Hari ini tim memutuskan untuk menghabiskan waktu di Plawangan Sembalun dan mulai melakukan summit attack tengah malam. Jelas saja kami memanfaatkannya untuk beristirahat sambil menikmati pemandangan Plawangan Sembalun yang membuat mata ini terasa tidak akan pernah bosan memandangnya. Malam pun tiba, kami segera tidur untuk mempersiapkan diri nanti.
Puncak Rinjani Semakin Dekat
Puncak Rinjani Semakin Dekat
Negeri Awan
Negeri Awan

SINGGASANA SANG DEWI ANJANI

Kami terbangun saat tengah malam tiba dan segera melakukan persiapan; mulai dari pemanasan sampai mempersiapkan barang – barang apa saja yang akan kami bawa, tentu saja tas carrier, kompor, serta peralatan berat ditinggal di dalam tenda. Sebelum berangkat kami semua berkumpul terlebih dahulu untuk melakukan briefing dipimpin oleh mas Tri asal Jambi. Ternyata tidak semua anggota tim berangkat karena mbak Marin asal Jakarta memutuskan untuk tetap tinggal.

Perjalanan menggapai puncak Dewi Anjani pun dimulai. Tim menyusuri Plawangan Sembalun menuju arah selatan hingga sampai pada rute tanjakan yang curam. Banyaknya pendaki yang melakukan summit attack membuat kami harus antri. Akhirnya kami tiba di ujung tanjakan, namun belum sampai puncak bahkan bisa dibilang bahwa ini baru setengah perjalanan. Medan mulai terbuka sehingga hembusan angin mulai terasa dinginnya, namun perjalanan sudah tak lagi berat karena tidak lagi menanjak sehingga kami dapat sedikit menikmati perjalanan. Walaupun medan tidak terlalu menanjak tapi tetap saja melelahkan karena jarak tempuh yang panjang.
Menuju Pagi

Medan kembali menjadi – jadi dua ratus meter menjelang puncak karena kami kembali dihadapkan oleh tanjakan terjal serta panjang dan jalur yang mulai terdiri dari kerikil. Lagi – lagi mengingatkan saya kepada Mahameru karena medan yang hampir sama, walaupun hanya dua ratus meter tetap saja medan ini berat untuk dilalui.
3726 MDPL

Akhirnya setelah sekitar lima jam lebih berjalan saya tiba di puncak gunung api tertinggi ke-2 di bumi Indonesia; Puncak Sang Dewi Anjani. Segala Puji Bagi Allah SWT tentunya selalu keluar dari mulut ini karena pada hari Rabu, 27 Agustus 2014 Dia telah mengizinkan saya menggapai impian untuk mengagumi keindahan alam ciptaan-Nya yang terletak pada ketinggian 3726 MDPL ini. Sebuah pemandangan yang tentunya sangat diimpikan oleh kedua mata saya yang mana sebelumnya hanya mampu membayangkan saja. Sebuah kesempatan yang benar - benar tidak bisa diungkapkan dengan kata - kata. Betapa cantiknya singgasana sang Dewi Anjani.
Sunrise dari Atap Rinjani
Sunrise dari Atap Rinjani
Puncak Rinjani
Puncak Rinjani
Alhamdulillah
Gunung Agung; Atap Pulau Dewata
Gunung Agung; Atap Pulau Dewata
Puncak Rinjani memang menyuguhkan pemandangan yang spektakuler, namun sayangnya tidak terlalu luas sehingga harus rela untuk berbagi spot foto dengan pendaki lainnya. Saat matahari semakin meninggi semakin banyak pendaki yang tiba di puncak Dewi Anjani sehingga saya secara inisiatif turun untuk memberi tempat kepada pendaki lainnya. Sebenarnya jelas saya masih ingin menikmati berdiri di puncak Dewi Anjani. Semoga saya bisa mengunjunginya lagi di masa depan nanti.. Aamiin


Perjalanan turun ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan, walaupun tentunya lebih mudah karena jalannya menurun tapi panjangnya rute membuat perjalanan turun serasa tidak ada habisnya. Suasana yang sudah mulai terang membuat rute pendakian yang semalam tidak kelihatan menjadi terlihat jelas; plus pemandangan bentang alam pulau Lombok yang senantiasa mendamaikan hati. Sekitar pukul 09.00 WITA saya sampai kembali di campground.Tentu saja sembari menunggu rombongan lainnya saya tidur karena mata yang sangat mengantuk.
Jalur Menuju Puncak
Menuju Puncak Rinjani
Sisi Timur
Sekitar pukul 14.30 WITA rombongan kembali lengkap. Rencana tim selanjutnya adalah turun kemudian bermalam di pos III agar sampai Bawak Nao kembali tidak terlalu sore. Sebenarnya rencana awal adalah turun lewat Senaru, namun karena waktu yang sudah molor serta kondisi fisik tim yang sudah drop maka tim memutuskan untuk turun lewat Sembalun dari pada ambil resiko. Pukul 17.00 WITA tim segera berangkat menuruni Rinjani via Sembalun. Sedih tentunya karena harus meninggalkan Rinjani, tapi tentu saja rasa puas senantiasa terasa di dalam hati ini karena indahnya Rinjani sudah banyak kami dapatkan sepanjang perjalanan.
Plawangan Sembalun
Plawangan Sembalun Lagi
Ngeteh
Ngaso
Saat tim mulai berjalan turun ternyata baterai kamera pinjaman yang saya bawa habis sehingga foto di Plawangan Sembalun sebelum turun menjadi foto terakhir yang saya ambil. Ternyata tidaklah terlalu sulit untuk menuruni bukit Penyiksaan dan Penyesalan karena hanya dalam tempo dua setengah jam kami sudah sampai di pos III. Sesuai rencana kami bermalam di sini untuk kembali mengisi tenaga. Perjalanan turun dilanjutkan kembali sekitar pukul 09.00 WITA keesokan harinya.

Rencana turun menjadi molor sekitar satu jam karena salah satu rekan kami yaitu mas Reza mengalami luka sobek di kaki karena tersayat akibat tidak sengaja menginjak kaleng sarden. Jelas kami segera memberikan pertolongan sebisa mungkin agar lukanya tidak semakin parah sembari membereskan perlengkapan yang lain. Untunglah karena mas Reza masih bisa melanjutkan perjalanan turun walaupun dengan pelan -pelan.

Well done. Sekitar tengah hari saya dan beberapa rekan satu tim sudah tiba kembali di Bawak Nao. Senang rasanya karena setidaknya kami sudah berhasil menggapai impian untuk menggapai Rinjani dan turun kembali dalam keadaan selamat. Bersamaan dengan sampainya kami di Bawak Nao maka sampai juga cerita pendakian ini pada akhirnya. Rinjani, semoga kelak aku bisa kembali lagi..

Anggarawepe
Setitik debu di tengah besarnya alam semesta dibawah kuasa kebesaran Allah SWT

Related Posts

Posting Komentar