MENYAMBANGI KEMBALI PESONA TIADA AKHIR MERBABU VIA CUNTHEL – SELO

Posting Komentar
Konten [Tampil]

Merbabu dari Merapi


Hari Selasa tanggal 19 Mei 2015. Tidak banyak yang berbeda di hari itu selain cuaca cerah karena Indonesia yang sedang mulai memasuki musim kemarau dan juga skripsi yang tak kunjung selesai - selesai.


Satu hal yang berbeda pada hari itu adalah agenda harian ES (Entry Starter) yang tidak sama dengan hari – hari sebelumnya yang mana hanya banyak menghabiskan waktu di depan laptop untuk menyelesaikan skripsi yang tak selesai – selesai. Agenda hari ini alhamdulillah bisa membuat ES untuk lari dari pusingnya lingkaran rutinitas skripsi yang seakan tidak ada ujungnya, walaupun untuk sejenak saja.

Skripsi:

Hari ini ES berkesempatan untuk kembali melakukan pendakian, setelah bersabar sekitar enam bulan karena musim penghujan. Sebenarnya pendakian kali ini bukan inisiatif ES, namun dari salah satu teman lama yang merindukan pendakian. Hal tersebut membuat ES menyusun sebuah rencana pendakian yang dilaksanakan pada hari dan tanggal yang sudah ditulis di awal paragraf tadi.


BERTEMU KAWAN LAMA

Awal mula perjalanan ini adalah saat teman lama ES semasa kuliah yang bernama Danu berencana untuk berkunjung ke Jawa (domisili di Kalimantan) saat cuti dan mengajak ES melakukan pendakian yang sekaligus akan menjadi pendakian pertamanya. Tak ingin mengecewakannya, ES pun membuat rencana pendakian meliputi tujuan, jadwal, transportasi, persiapan logistik, serta tim pendakian.

Tersangka:

Pertama – tama tujuan yang ES rencanakan yaitu gunung Merbabu yang letaknya tidak jauh dari tempat dominasi ES yaitu Yogyakarta. Waktu yang ES pilih adalah pertengahan pekan; Selasa 19 Mei 2015 dengan lama perjalanan 3 hari dengan transportasi umum. Waktu pertengahan pekan ES pilih supaya tidak terlalu ramai karena pendakian pada saat – saat sekarang pasti akan selalu diserbu banyak pendaki saat akhir pekan. Kurang lebih rencana pendakian yang ES buat kali ini sama seperti yang ada di TRIT sebelumnya karena rencana pendakian ini yang menjadi favorit ES. Bagi ES setiap kisah walaupun di tempat yang sama akan memiliki cerita berbeda di setiap perjalanannya.

Cuplikan pendakian Merbabu terkahir ES dengan tim UKJGS UGM; 2013

Sebenarnya rencana membuat tim pendakian berjalana dengan lancar pada awalnya, meskipun sedikit susah karena pada pertengahan pekan banyak yang berhalangan bergabung karena bekerja atau kuliah. Akhirnya memang rencana ES membuat tim pendakianlah yang gatot alias gagal total karena ES tidak bisa menemukan 4 orang selain Danu untuk melakukan pendakian menuju Merbabu. Pendakian tetap berjalan dengan rencana yang ES buat, malah lebih simpel dalam mengatur logistik karena hanya untuk dua orang saja.


PERJALANAN DIMULAI

Langsung saja menuju hari Selasa, 19 Mei 2015. Awal perjalanan pada hari itu dimulai dengan sesuatu yang kurang menyenangkan karena sepatu gunung ES yang penuh dengan sejarah tiba – tiba menghilang. Cukup aneh karena kondisinya yang sudah sobek – sobek, padahal rencananya tahun ini adalah tahun terakhir perjalanannya sebelum ES pensiunkan. Apa boleh buat jadilah ES membeli sepatu baru lagi yang cukup untuk menguruskan dompet, semoga saja sepatu baru kali ini bisa lebih lama bersama ES. Aamiin.

Sepatuku sayang, Sepatuku malang:

Perjalanan dimulai pada tengah hari sekitar pukul 11.30 WIB dari terminal Giwangan di Yogyakarta. Transportasi pertama yang kami gunakan adalah bus sampai daerah Kartasura (kab.Sukoharjo). Tidak sulit untuk menemukan transportasi menuju Kartasura karena ada banyak bus menuju ke sana. Perjalanan menuju Kartasura memakan waktu satu setengah jam karena sekitar pukul 13.00 WIB kami sudah tiba di sana. Sebelum mencari bus untuk oper ke daerah Salatiga, kami memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu di warung soto sekitar daerah pertigaan Kartasura sekaligus beristirahat sejenak setelah naik bus dari Yogyakarta.

Giwangan:

Giwangan:

Giwangan:

Naik bus:

Usai makan kami langsung melanjutkan perjalanan. Kali ini kami menggunakan bus jurusan Semarang, yang mana nanti kami turun di daerah Pasar Sapi Salatiga. Tidak sulit juga untuk mencari bus jurusan Semarang karena ada banyak bus yang menuju ke sana. Terlebih jalan yang kami lalui adalah jalan utama lintas provinsi, menjadikan transportasi bukan hal yang sulit.

Perempatan Kartasura:

Naik bus lagi:

Sama seperti perjalanan dari Yogyakarta menuju Kartasura karena perjalanan sampai daerah Pasar Sapi, Salatiga juga memakan waktu satu setengah jam. Kurang lebih pukul 15.00 WIB kami sampai dan turun dari bus untuk mencari transportasi menuju daerah Kopeng (Kab. Semarang). Sepengetauhan ES ada minubus sebagai transportasi umum menuju Kopeng, akan tetapi ternyata tidak terlihat satu pun minibus, yang ada hanya semacam angkot. Jadilah kami menggunakan angkot tersebut untuk menuju daerah Kopeng. Ternyata minibus dari Salatiga - Magelang hanya tersedia di pagi hingga siang hari, jika sudah sore maka keberadaan minibus tersebut tidak pasti.

Jadilah kami menaiki angkot tersebut. Awalnya keadaan angkot tidak begitu ramai, akan tetapi lama – kelamaan penumpangnya semakin banyak. Bahkan saat keadaan angkot sudah penuh sesak, sopir dan keneknya masih saja memaksakan penumpang untuk masuk sehingga keadaannya menjadi begitu penuh sesak. Apapun yang terjadi kami berusaha untuk menikmati perjalanan tersebut karena justru inilah yang membuat perjalanan menjadi berarti. Pemandangan alam tersaji di sisi kanan angkot yang mana menyajikan pemandangan kontur alam di utara Merbabu, tampak beberapa gunung yaitu Telomoyo, Andong, dan Ungaran yang menjulang dengan tingginya, seolah membuat kami lupa akan keadaan angkot yang penuh sesak.

Naik Angkot:

Rame Gan:

Pemandangan:

Sektar satu jam perjalanan kami akhirnya tiba di daerah Kopeng. Kami turun setelah membayar ongkos angkot sebesar Rp 10.000,00 tentunya. Kami memang sudah sampai di Kopeng, tapi bukan berarti perjalanan kami sampai ke gerbang pendakian Merbabu berakhir karena kami masih harus berjalan kaki selama 45 menit untuk sampai di base camp pendakian Cunthel. Sebenarnya ada jasa ojek untuk menghantarkan kami ke sana, akan tetapi kami memutuskan untuk berjalan kaki saja karena bisa menghemat ongkos.

Gerbang Cunthel:

Jalan:

Hutan:

Sambil berjalan kaki kami juga menikmati suasana alam sekitar kami berada. Terutama begitu kami memasuki Taman Nasional Gunung Merbabu yang mana hutan pinus langsung menyambut kami. Semakin berjalan ke atas pemandangan terbuka ke arah utara semakin terlihat. Kali ini pemandangan menjadi semakin terbuka luas, bahkan si kembar Sindoro – Sumbing juga terlihat dari tempat kami berpijak. Pemandangan semakin terlihat cantik dengan matahari terbenam yang menghiasi langit sebelah barat. Saat itu waktu menunjukkan pukul 16.30 WIB, ketika matahari sudah mulai menghilang di cakrawala, padahal kami mengira bahwa matahari baru akan hilang pada pukul 17.30 WIB ketika waktu maghrib tiba.

Sunset:

Sunset + Andong:

Tenggelam:

Menuju Senja:

Terus berjalan akhirnya kami tiba di base camp Cunthel. Lagi – lagi bukan berarti kami sudah bisa tidur dengan enaknya di base camp tersebut karena ternyata petugas base camp sedang berkunjung ke Merapi untuk menyaksikan evakuasi Eri Yunanto; pendaki Merapi yang terjatuh ke dalam kawah beberapa hari yang lalu. Untunglah karena di dekat base camp ada sebuah warung yang pemiliknya menawarkan pada kami untuk beristirahat di sana sambil menawarkan makan juga tentunya. Jadilah kami beristirahat di warung tersebut sambil memesan makanan untuk makan malam. Pemilik warung mengatakan bahwa petugas base camp akan segera kembali sehingga kami tidak perlu cemas menunggu base camp dibuka.



TEMAN – TEMAN PENDAKI YANG SALAH JALUR

Langit sore perlahan mulai gelap. Saatnya petang datang, yang mana waktu peralihan antara siang dengan malam. Suara adzan maghrib mulai terdengar bersahutan dari masjid di perkampungan sekitar. Tak ingin melewatkan kewajiban beribadah kami segera menyusuri gelap dan dinginnya jalanan menuju masjid di perkampungan.

Masih Sekitar Base Camp:

Usai melaksanakan kewajiban ibadah kami kembali kagi ke warung. Base camp belum juga buka sehingga kami harus kembali menunggu di warung. Setibanya kami di warung, ada beberapa pendaki yang baru turun dari Merbabu sedang beristirahat. Setelah berkenalan dan bercengkrama, ternyata mereka salah jalur saat turun yang mana tujuan mereka sebenarnya adalah Thekelan namun malah berakhir di Cunthel. Berhubung petugas base camp masih belum tiba, mereka memutuskan untuk menunggu juga di warung tersebut.

Tak lama kemudian sekitar pukul 19.00 WIB petugas base camp akhirnya tiba, beberapa orang menghampiri kami yang berada di warung. Usai saling bersalaman, teman – teman pendaki yang salah jalur turun tersebut menanyakan informasi bagaimana untuk kembali ke base camp Thekelan. Ternyata untuk kembali ke Thekelan dengan berjalan kaki dari base camp Cunthel cukup sulit karena harus melewati dua jurang, belum lagi resiko nyasar sehingga mereka memilih untuk menggunakan jasa ojek yang juga disediakan oleh pihak pengelola base camp untuk menuju Thekelan.

Horror Gan

Setelah masalah dirasa cukup beres, ES dan Danu memutuskan untuk menuju base camp Cunthel. Kami mulai menenteng tas carrier kami dan berjalan keluar warung setelah berpamitan dengan ibu pemilik warung. Kami segera meletakkan tas dan rebahan di dalam base camp Cunthel juga bercengkrama dengan beberapa petugas. Kami mendapat informasi dari petugas bahwa seminggu sebelum kami tiba yang mana bertepatan dengan hari libur dan long weekend nasional, gunung Merbabu diserbu banyak sekali pendaki. Bahkan di base Camp Cunthel saja ada total sekitar dua ratus orang pendaki yang memulai pendakian sampai – sampai area parkir penuh hingga sampai ke area makam di samping base camp dan memanjang sampai di perkampungan. Kontras sekali dengan kondisi saat kami mendaki saat itu yang mana hanya ada dua orang pendaki yaitu ES dan Danu di base camp Cunthel. Hari semakin malam. Kami memutuskan untuk tidur dan beristirahat agar fisik kami siap untuk melaksanakan pendakian keesokan darinya.

Dalem Base Camp


HARI BARU, PERJALANAN BARU

Pagi

Sekitar pukul 05.00 WIB kami bangun dari tidur dan langsung melaksanakan kewajiban sholat subuh. Kondisi di luar sudah cukup terang walaupun matahari belum tampak. Sambil menunggu warung buka untuk kami sarapan, kami sedikit berjalan – jalan di area base camp. Suasana tenang khas desa adalah yang kami rasakan saat itu dengan aktivitas warganya yang mulai berangkat menggarap kebun mereka.

Tak lama kemudian warung mulai buka, segera saja kami mulai sarapan dengan lauk seadanya karena memang pemilik warung baru saja bangun. Agak tidak enak sebenarnya meminta beliau membuat sarapan saat bangun tidur, namun pemilik warung tetap mempersilakan kami sarapan dengan ramah. Tetap saja bagi kami nasi telor kecap dicampur kerupuk sudah sangat mewah mengingat saat mendaki nanti ada saatnya kami harus berpisah dengan nasi. Kami juga memesan nasi telor bungkus untuk makan siang di tengah perjalanan nanti.

Makan VIP:

Usai makan kami segera bersiap. Barang mulai kami kemasi ke dalam tas lagi. Tidak lupa juga kami mendaftar terlebih dahulu dengan biaya tidak sampai Rp 10.000,00 untuk tiket masuk kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu, asuransi, dan biaya base camp. Usai melakukan pemanasan dan berdoa kami segera berangkat.
    
Rute awal perjalanan masih sama seperti sebelumnya yaitu melewati perkampungan penduduk kemudian mulai naik melalui area perkebunan penduduk di sisi kanan dan kiri jalur. Aktivitas masyarakat Cunthel senantiasa menghiasi pandangan mata ini saat melewati perkebunan. Aktivitas mereka membuat kami merasa termotivasi, terlebih mereka para pencari kayu bakar yang semuanya adalah ibu – ibu dan bapak – bapak yang usianya sudah lanjut. Hal tersebut membuat kami seakan tidak mau kalah dengan mereka karena di usia kami yang masih kepala dua seharusnya masih memiliki stamina serta kekuatan yang melimpah.

Pos Bayangan:

Tidak lama kami berjalan menyusuri area perkebunan karena setelah melewati tanjakan yang cukup terjal walaupun sungkat; rute yang kami lewati selanjutnya adalah hutan yang merupakan wilayah konservasi Taman Nasional Gunung Merbabu. Suasana sudah mulai teduh dan sejuk saat kami melewati area ini karena pepohonan di sekitar kanan dan kiri kami. Hanya sebentar berjalan kami sudah tiba di pos bayangan I pendakian gunung Merbabu via Cunthel. Pos bayangan I ini berupa sebuah bangunan permanen dengan tembok dan genteng sehingga bisa digunakan untuk berteduh dari hujan dan angin saat terjadi badai.

Lanjutt:

Kami tidak beristirahat di pos bayangan 1 karena memang masih belum lelah. Kami tetap melanjutkan perjalanan menuju pos selanjutnya. Rute pendakian dari pos bayangan I menuju pos selanjutnya masih sama seperti sebelumnya yaitu melewati area hutan dan terus menanjak dengan kemiringan yang tidak begitu parah.

Pos selanjutnya ialah pos bayangan II. Pos ini terdapat sebuah sumber air yang ditampung di sebuah bak penampungan air sehingga pendaki bisa mengisi air di sini. Kami beristirahat sejenak di pos bayangan II ini dan karena panasnya cuaca yang sudah semakin siang kami memutuskan untuk menghabiskan air sebanyak satu botol air mineral ukuran tanggung per orang yang kemudian mengisinya kembali dengan air di bak penampungan tersebut sebagai persediaan air dalam tubuh mengingat cuaca yang semakin panas seiring dengan semakin siangnya hari.

Pos Bayangan 2:

Perjalanan kami berjanjut kembali. Rute dari pos II bayangan masih sama seperti sebelumnya yaitu masih melewati hutan. Aktivitas satwa liar seperti burung dan monyet seringkali kami temui. Kondisi hutan yang masih cukup lebat membuat kami hanya terus fokus pada jalur pendakian di depan kami yang mana masih ada beberapa titik pijakan yang cukup licin.


Pemandangan:

Selanjutnya kami tiba di pos I jalur pendakian gunung Merbabu via Cunthel, atau pos Watu Putut. Pos ini berupa tanah datar yang tidak terlalu luas. Kami hanya berhenti sejenak di sini untuk sekedar mengambil nafas dan mempersiapkan pundak untuk kembali membawa beban berat.

Pos I Cunthel

Kondisi medan mulai perlahan terbuka terutama di sisi utara saat perjalanan kami menuju pos selanjutnya. Langit biru yang cerah membuat pemandangan ke arah utara terlihat jelas, walaupun masih sedikit terhalang oleh ranting pepohonan. 

Pemandangan:

Telomoyo + Ungaran:

Sumbing - Sindoro (SuSi) + Prau:


Pos selanjutnya yang kami datangi adalah pos II. Terdapat sebuah batang pohon melintang yang bisa digunakan untuk duduk. Hanya sebentar juga kami beristirahat di pos ini sebelum melanjutkan perjalanan kembali.

Pos II Cunthel

Pemandangan ke arah utara semakin terlihat jelas selepas pos II karena pepohonan di kawasan ini tidak lagi tinggi dan lebat. Ketinggian pohon mulai berkurang yang mana selain membuat pemandangan ke arah utara menjadi semakin jelas, juga membuat sengatan matahari semakin terasa. Terus melangkahkan kaki secara perlahan, akhirnya kami sampai di pos III yang juga merupakan camp ground karena merupakan sebuah tanah datar yang cukup luas sehingga dapat menampung cukup banyak tenda. Kami beristirahat cukup lama di sini sambil menikmati pemandangan yang tersaji di sekitar kami. Cuaca benar – benar cerah pagi itu, tidak ada satu titik awan pun yang tampak membuat pemandangan semakin terlihat indah untuk dinikmati. Tentu saja kamera yang ES pegang tidak henti – hentinya mengambil gambar di sini, sementara itu rute di depan kami yang menanjak melewati bukit Watu tulis menanti di depan mata.

Lanjut jalan:

Gunung Watu Tulis:

Camp Ground:

6 Gunung:

Setelah cukup beristirahat dan menikmati pemandangan, kami kembali melanjutkan perjalanan. Seperti yang ES jelaskan tadi, rute selanjutnya berupa tanjakan yang cukup terjal melewati sebuah bukit Watu Tulis. Menara pemancar yang berada di puncaknya terlihat kecil; menandakan bahwa jalan yang harus kami tempuh untuk sampai di pos selanjutnya masihlah panjang. Sedikit demi sedikit kami melangkahkan kaki, panasnya matahari yang sudah mulai siang serasa menguapkan tenaga sehingga membuat kami lebih mudah lelah. Sesekali kami harus berhenti untuk beristirahat; berteduh mendinginkan badan dari terpaan panas matahari dan mengembalikan nafas yang kian tersenggal – senggal.

Panas:

Menapaki Watu Tulis:

Pos Pemancar:



SETENGAH PERJALANAN MENUJU PUNCAK

 Pos Pemancar Merbabu

Setelah melewati perjalanan yang menyusahkan akhirnya kami tiba di puncak gunung / bukit Watu Tulis yang disebut juga sebagai puncak Pemancar sekitar pukul 11.50 WIB. Entah mengapa mata ini rasanya mengantuk sekali sehingga kami sempat tertidur sekitar satu jam di bawah sebuah pohon yang berada di puncak Pemancar ini. Sekitar pukul 12.45 WIB ES terbangun karena kedinginan. Ya, kedinginan karena saat ES tidur cahaya matahari terhalang oleh pohon; memang tujuan ES adalah berlindung dari panasnya matahari namun ternyata malah udara menjadi dingin di tempat yang tidak terkena cahaya matahari. ES segera membangunkan Danu yang juga tertidur di tempat yang terpisah untuk segera melanjutkan perjalanan supaya tidak terlalu sore saat di tempat berkemah nanti. Sebelum kami melanjutkan perjalanan terlebih dahulu kami makan siang dengan nasi telor yang dibeli di warung dekat base camp pagi tadi.

Madhang Mull:

Sindoro - Sumbing Terbang:

Usai kenyang, kami melanjutkan perjalanan kembali. Kali ini medan mulai terbuka sehingga pemandangan di sekitar gunung Merbabu terlihat dengan jelas. Jajaran punggungan perbukitan sudah menanti kami di depan dengan jurang di kanan dan kirinya. Memang terlihat menyeramkan, namun topografi perbukitan tersebut nampak bagitu indah sehingga membuat kedua kaki ini semakin bersemangat untuk kembali melangkah. Mulai dari pos Pemancar, rute tak lagi nyaman seperti saat awal pendakian. Rute mulai penuh dengan tanjakan terjal yang bisa dilihat dari pos Pemancar plus jurang yang menganga di sampingnya, walaupun rute sempat menurun sesaat setelah pos Pemancar. Memang selain tenaga, kekuatan dan keteguhan mental diperlukan untuk melewatinya. Sebuah keyakinan untuk bisa melewati rute tersebut akan membuat kaki akan terus melangkah, pantang menyerah sedikit demi sedikit menapaki tanjakan terjal lereng utara Merbabu.

Lanjoot:

Lanjuut:

Perjalanan kami sempat terhenti saat kami menemukan sebuah percabangan. ES sebenarnya tahu bahwa untuk melanjutkan perjalanan ke arah puncak maka jalan ke arah kiri lah yang harus diambil, sementara jika turun belok kanan maka akan sampai di kawah gunung Merbabu yang juga merupakan sumber air. Kami memutuskan untuk turun ke kawah dikarenakan rasa penasaran, ternyata cukup sulit untuk turun ke kawah karena rutenya yang curam. Setelah perlahan merayapi rute turun tersebut akhirnya kami sampai juga di kawasan kawah gunung Merbabu. Bau belerang sangat terasa di sekitar kawah yang bebatuan dan tanahnya berwarna putih.

Jalur Turun ke Kawah yang Curam:

Ati - ati coy:

Sekitar Kawah:

Air sangat banyak di area ini; mungkin karena masih awal musim kemarau, entah jika di pertengahan musim kemarau. Air memang banyak, namun tidak semuanya bisa diminum terutama air di lubang – lubang kawah yang mengeluarkan asap putih sehingga terlihat seakan mendidih karena itu adalah air belerang. Sumber air yang bisa diminum berada di sebuah bak penampungan yang berada di sebelah utara tak jauh dari kawah. Sumber air tersebut sangat melimpah dan dialirkan ke permukiman warga di kaki gunung Merbabu sebelah utara sehingga terkutuklah bagi pendaki tak bertanggung jawab yang sampai mencemarinya atau memutus selang yang mengalirkannya. Kami minum sebanyak mungkin di sumber air ini dengan sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan pencemaran atau kerusakan di selangnya. Setelah rasa penasaran kami terjawab, kami segera kembali ke persimpangan dengan melewati tanjakan yang curam dan licin untuk melanjutkan, namun ada hal yang membuat kami bertanya – tanya “kenapa kulkas (tas) kami juga kami bawa ke sini..??”

Kawah Merbabu:

Kawah Merbabu:

Ati - ati Maneh Coy:

Tempat Air Bersih:

Syukurlah, karena akhirnya kami bisa kembali lagi ke persimpangan, tentunya yang dilakukan saat sampai di persimpangan adalah kembali beristirahat sambil menyesali kelalaian karena membawa serta tas ke kawah yang cukup merepotkan. Tak butuh waktu lama kami melangkah kembali. Kali ini rute menanjak cukup terjal melewati sebuah punggungan bernama Geger Sapi atau Punggung Sapi yang merupakan salah satu puncak gunung Merbabu. Medan mulai berbatu sehingga terkadang kedua kaki ini tersandung. Panasnya sinar matahari semakin menambah lelah fisik ini, seakan menyedot air dan stamina yang ada di dalamnya.

Terjal:

Perjuangan:

Puncak Geger Sapi:

Pos Pemancar:

Setelah melalui perjuangan yang cukup melelahkan, kami akhirnya tiba di puncak Geger Sapi sekitar pukul 15.40 WIB. Kami kembali rebahan di sini walaupun tidak sampai tertidur. Jalan setapak yang kami lewati tadi tampak berliku seperti jalur naga di serial Dragon Ball, sementara pos pemancar tempat kami makan siang tadi tampak begitu jauh. Tak terasa langkah perlahan kami mampu untuk mencapai jarak sejauh itu. Begitu kami berdiri, di depan sudah menanti tanjakan yang seakan tiada habisnya. Tanjakan curam dengan jurang di sampingnya yang memiliki nama Tanjakan Setan.

Jembatan Setan:

Masih Terjal:

Masih Berjuang:

Kami melewatinya secara perlahan dengan sisa tenaga kami yang masih belum pulih sepenuhnya usai dihajar tanjakan menuju puncak Geger Sapi. Sebenarnya tanjakan ini masih wajar karena kami masih bisa melewatinya dengan berdiri, namun karena kondisi fisik yang makin terkuras menjadikan tanjakan tersebut terasa berat untuk dilalui. Perlahan kami akhirnya tiba di ujung tanjakan berupa percabangan yang mana jika belok kiri maka akan sampai di puncak Syarif, sementara jika belok kanan akan mengarah ke puncak Kentheng Sanga dan Triangulasi. Kami beristirahat sebentar di percabangan ini setelah melewati tanjakan setan yang melelahkan sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali berjalan mengambil arah ke kiri menuju puncak Syarif dengan meninggalkan tas carrier kami supaya tidak terlalu berat karena jarak yang tidak terlalu jauh dan juga karena kami akan kembali ke percabangan lagi untuk menuju puncak utama.

Ke Puncak Syarif:



PUNCAK SYARIF MERBABU

 Puncak Syarif

Rute menuju puncak Syarif masih tetap menanjak seperti sebelumnya, namun karena sudah tidak membawa carrier perjalanan menjadi tidak begitu berat. Hanya memakan waktu kurang dari 10 menit bagi kami untuk sampai di puncak Syarif gunung Merbabu sekitar pukul 16.45 WIB. Pemandangan alam begitu indah dari puncak syarif ini, terlebih matahari yang mulai condong ke arah barat mulai memancarkan cahaya kekuningan yang bercampur dengan warna biru langit. Hamparan awan menyelimuti sisi utara Merbabu hingga gunung Ungaran, namun hamparan awan tersebut tampak begitu jauh dan rendah sehingga membentuk gugusan kepulauan langit yang mana puncak pemancar, gunung Telomoyo dan gunung Ungaran sebagai pulau yang berdiri anggun di atas samudera awan. Jauh di kaki cakrawala timur gunung Lawu dan pegunungan Lawu Selatan tampak terbang melayang, keindahan sisi timur semakin dipercantik dengan bayangan segi tiga raksasa sang Merbabu karena terhalangnya matahari sore oleh tubuh tinggi sang Merbabu. 

Tiga per empat tubuh saudara muda Merbabu; gunung Merapi terlihat jelas di langit utara, sebagian tubuhnya terhalang oleh puncak tertinggi Merbabu yang menjulang di sisi tenggara. Sementara itu di langit barat Triple S Jawa Tengah yaitu gunung Sumbing, gunung Slamet, dan gunung Sindoro tampak begitu harmoni, menyatu dengan langit dan matahari yang sedikit – demi sedikit mulai turun kembali ke peraduannya. Sungguh keadaan yang membuat jiwa dan raga takjub akan kebesaran Sang Maha Pencipta. Tak lupa pula kami menjalankan ibadah sholat di puncak Syarif ini. Semakin sore pemandangan di arah barat semakin menakjubkan terutama saat sang surya perlahan mulai tertutup oleh lereng gunung Sindoro. Sebuah keindahan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata – kata. Saat matahari sudah sepenuhnya menghilang kami mulai berjalan kembali ke persimpangan karena udara menjadi semakin dingin.

Timur:

Selatan:

Barat:

Utara:

Merah - Putih:

Puncak Tertinggi:

Lawu di Ujung Timur:

Senja Terindah:

3 S Jawa Tengah:

Kami sampai kembali di persimpangan saat hari sudah mulai gelap dan memutuskan untuk segera berkemah. Sembari berjalan ke arah puncak utama kami juga mencari tanah datar untuk segera mendirikan tenda. Hanya beberapa saat setelah kami berjalan akhirnya kami menemukan tempat untuk mendirikan tenda. Langsung saja kami mulai mendirikan tenda, walaupun cukup kesulitan karena tenda ini bukan seperti yang biasa ES pakai dan juga Danu sebagai pemilik tenda baru melakukan uji coba bongkar – pasang tenda beberapa kali. Memakan waktu setengah jam bagi kami untuk mendirikan tenda berkapasitas 3 orang tersebut. Cukup lama memang, namun Alhamdulillah akhirnya kami bisa makan malam dan beristirahat di dalamnya, serta aman dari angin dingin di luar.


Kami langsung tidur dengan segera supaya bisa mengisi tenaga kembali secepatnya. Entah mengapa malam itu begitu dingin sehingga membuat istirahat kami terganggu karena beberapa kali kami terbangun karena kedinginan. Padahal tenda tempat kai beristrahat termasuk tenda yang bagus dan sleeping bag sudah kami kenakan. Mungkin memang masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau ini suhu udara sedang dingin – dinginnya. Kami bangun jam 4 pagi keesokan harinya, namun karena udara dingin yang menjadi – jadi kami memutuskan untuk kembali tidur dan melanjutkan perjalanan ke puncak saat matahari sudah keluar saja, toh perjalanan ke puncak tinggal sedikit lagi. Kami akhirnya bangun dua jam kemudian yaitu pukul 06.00 WIB kemudian segera melipat tenda, berkemas, dan kembali melanjutkan perjalanan.


PUNCAK MERBABU


Rute menuju puncak sudah tidak jauh lagi karena dengan kedua mata puncak Merbabu sudah terlihat. Dekat memang, akan tetapi rute menuju puncak tidaklah mudah karena selain tanjakan yang terjal kami harus melalui sebuah jalan yang hanya memiliki lebar sekitar setengah meter bernama Jembatan Setan sehingga butuh bantuan tangan untuk mencengkeram dinding tebing di samping Jembatan Setan tersebut agar tidak jatuh. Tidak tinggi memang, namun pasti akan menyakitkan apabila sampai terjatuh. Usai melewati Jembatan Setan tanjakan terakhir sebelum puncak menghadang. Sebuah tanjakan yang curam sehingga membutuhkan bantuan tangan untuk merayapinya.

Ati - ati maneh coyyy:

Terjal Abiss:

Masih Berjuaaang:

Akhirnya setelah melewati medan yang menyusahkan, sekitar pukul 06.45 WIB kami tiba di puncak Kentheng Songo gunung Merbabu. Ternyata di puncak sudah ada beberapa orang yang naik dari jalur Selo, bahkan ada juga yang berkemah di puncak. Kondisi cuaca pada pagi itu sangat cerah. Langit benar – benar biru tanpa awan sedikitpun sehingga pemandangan ke arah manapun terlihat jelas. Terlihat jelas gunung – gunung di sekitar Merbabu seperti Lawu di timur, Merapi di utara, Sindoro – Sumbing – Prau di barat, serta Andong – Telomoyo – Ungaran di sisi utara. Total gunung – gunung yang dapat disaksikan dari puncak Merbabu ada 8 gunung. Sebuah pemandangan yang spektakuler tentunya.


Timur

Barat + Utara

Selatan

Batu Lumpang

Zoom Puncak Merapi

ES

Kami bersantai di puncak Kentheng Songo Merbabu menikmati pemandangan dan suasana, sesekali berbaring di atas tanah tertinggi Merbabu. Kami juga mengunjungi puncak Triangulasi yang letaknya Cuma 3 menit berjalan ke barat puncak Khenteng Songo.


TURUN GUNUNG

Setelah puas menikmati suasana dan berfoto di Puncak Merbabu, kami akhirnya turun melalui jalur Selo yang berada di selatan Merbabu. Tentunya kami tidak meninggalkan apapun di puncak Merbabu ini selain jejak kaki kami. Cukup cepat kami menuruni Merbabu yang medannya berupa punggungan – punggungan bukit di sisi selatan ini. Kami sedikit tergesa – gesa karena menurut informasi transportasi bus dari Selo menuju terminal Boyolali hanya ada sampai jam 2 siang. Hanya memakan waktu kurang lebih 4 jam bagi kami untuk sampai kembali di pintu gerbang pendakian Selo.


Savana Selo

Savana Selo

Langsung Sampe Gerbang Selo

Setelah tiba di gerbang pendakian Selo, kami langsung menuju base camp yang letaknya tidak jauh dari gerbang pendakian. Kami menuju base camp yang pernah ES tuju sebelumnya karena ada banyak pilihan base camp. Segera kami memesan satu porsi nasi goreng untuk masing – masing orang karena memang perut sudah lapar. Usai makan kami membersihkan diri kemudian kembali berkemas melanjutkan perjalanan kembali menuju jalan utama Selo.


MERAPI YANG MASIH TERTUTUP RAPAT       
      
Sebenarnya kami berniat untuk sekalian mendaki gunung Merapi yang leteknya bersebelahan dengan gunung Merbabu. Menurut informasi yang ES dapat dari pendaki lain selama perjalanan, gunung Merapi bisa untuk didaki sehingga dengan menggunakan jasa ojek kami berangkat menuju pos pendakian gunung Merapi. Sayang beribu sayang karena pendakian gunung Merapi masih ditutup walaupun proses evakuasi Eri Yunanto yang terjatuh di dalam kawah Merapi telah usai. Sepertinya memang petugas Taman Nasional Gunung Merapi masih lelah dan membutuhkan istirahat. Buat ES tak mengapa karena letak Merapi masih dekat dengan domisili, namun untuk Danu; kapan lagi ia bisa kembali ke sini lagi, sabar gan... Yah, mau bagaimana lagi kami memilih untuk tetap mematuhi peraturan dan kembali ke jalan utama Selo untuk mencari transportasi menuju terminal Boyolali. Syukur Alhamdulillah karena masih ada sebuah bus yang mengantar kami menuju terminal Boyolali. Perjalanan pulang kami kembali ke Yogyakarta berjalan lancar, sekitar pukul 18.30 WIB kami sudah tiba kembali di Yogyakarta.


EPILOGUE


Alhamdulillah karena Allah SWT masih memberikan ES dan Danu keselamatan dalam perjalanan kali ini, walaupun gagal ke Merapi setidaknya kami mendapatkan pengalaman yang luar biasa saat melakukan pendakian di Merbabu. Tentu saja ES lega dan juga senang bisa mengantarkan salah satu teman yang begitu penasaran dengan pendakian gunung untuk berdiri di atas ketinggian 3000 meter. Selang beberapa hari kemudian Danu kembali lagi ke Kalimantan, well see you again dab; semoga suatu saat kita bisa ndaki bersama lagi.

Perjalanan menuju Merbabu ini memang sudah berakhir, namun ES sangat yakin bahwa masih akan ada lagi kisah – kisah pendakian di tahun 2015 ini. Kisah di Merbabu memang sudah selesai, namun kesannya akan selalu membakar semangat petualangan di dalam hati ini bagai nyala api yang dengan cepatnya membakar ranting kering. Yah, impian dan keinginan untuk senantiasa berpetualang menjelajah setiap jengkal negeri pecahan surga ini; semoga tak akan pernah sirna dan padam dari dalam lubuk hati yang paling dalam.... Aamiin 
Anggara Wikan Prasetya
Perkenalkan, Anggara Wikan Prasetya, pemilik Menggapai Angkasa.

Related Posts

Posting Komentar