3371; KEMBALI MENAPAKI TANJAKAN TIADA MAAFNYA

Posting Komentar
Konten [Tampil]
Prologue

Triple S of Central Java atau dalam bahasa Indonesianya Tiga S Jawa Tengah sudah tak lagi asing di telinga para pendaki terutama mereka yang berdomisili di pulau Jawa. Triple S of Central Java adalah jajaran 3 gunung yang terletak di tengah pulau Jawa yaitu gunung Sindoro – Sumbing yang letaknya bersebelahan dengan pintu gerbang pendakian umumnya di Kledung (Kab.Temanggung) dan Garung (Kab.Wonosobo), kemudian satu lagi adalah gunung Slamet dengan gerbang pendakian umumnya di dukuh Bambangan (Kab. Purbalingga).

Gn.Sumbing, 3371 Mdpl

Postingan ES kali ini merupakan postingan ke-3 mengenai pendakian gunung Sumbing yang merupakan gunung tertinggi ke-3 di pulau Jawa dengan ketinggian 3371 meter di atas permukaan laut. Postingan ES sebelumnya mengenai gunung Sumbing selalu berisi dengan kisah yang kurang menyenangkan, bahkan sedikit bocoran bahwa di postingan pertama ES bersama teman – teman gagal mencapai puncak Sumbing karena tidak tahan dengan medannya dan juga kehabisan bekal. Sementara di postingan ke-2 terjadi hal yang mengerikan berupa badai petir yang menghadang ES di lereng Sumbing. Memang menurut ES trek pendakian di gunung Sumbing merupakan yang terberat di Jawa Tengah dibanding gunung – gunung lain yang selama ini pernah ES daki.


AJAKAN ORANG YANG SAMA

Postingan ke-3 ES kali ini diawali oleh ajakan seorang teman yang juga pernah mengajak melakukan pendakian di GUNUNG MERAPI tahun lalu, tak lain lagi adalah JW. Kami merencanakan pendakian ini pada hari Sabtu tanggal 2 Agustus 2015 usai hari raya Idul Fitri beberapa minggu sebelumnya. Sempat kami ragu apakah gunung Sumbing dibuka untuk pendakian pada tanggal tersebut karena ES sempat mendapat kabar dari suatu link berita bahwa pendakian gunung Sumbing ditutup usai lebaran usai musim penghujan. Alhamdulillah setelah ES menghubungi langsung base camp Garung gunung Sumbing, ES mendapat info bahwa pendakian gunug Sumbing dibuka. Jadilah akhirnya kami merencanakan keberangkatan pada tanggal 2 Agustus 2015.

Tersangka:


Sebenarnya rencana kami adalah membentuk suatu tim pendakian yang jumlahnya maksimal 4 orang, akan tetapi pada akhirnya kami tidak mendapat rekan untuk melakukan pendakian pada tanggal tersebut. Jadilah kami hanya berangkat berdua seperti saat melakukan pendakian ke gunung Merapi setahun yang lalu. Segi positifnya tentu tidak ribet dan akan lebih cak – cek.


MENUJU GARUNG

Hari Minggu pagi tanggal 2 Agustus 2015 pukul 06.30 WIB kami berangkat dari Gelanggang Mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Menggunakan motor matic milik JW, kami berangkat menuju Garung melalui Magelang. Jalanan cukup ramai di Yogyakarta pada Minggu pagi, namun begitu kami sampai di jalan utama menuju Magelang, jalan mulai lengang sehingga motor dapat dipacu dengan kecepatan tinggi. Dinginnya udara pagi juga menemani perjalanan kami terutama saat melewati daerah yang mana cahaya matahari terhalang oleh pepohonan. Mungkin karena letak jalan utama menuju Magelang ini yang berada di kaki gunung Merapi.

Road to Mt.Sumbing

Hanya butuh waktu sekitar 2 jam bagi kami untuk mencapai pintu gerbang pendakian gunung Sumbing via Garung, Wonosobo setelah sebelumnya sempat mampir di pom bensin dan toko untuk beristirahat. Kami berencana untuk langsung melakukan pendakian sesaat setelah sampai di base camp Garung karena kami juga telah sarapan terlebih dahulu dan juga membawa bekal untuk makan siang nanti. Segera saja kami menitipkan motor, mengecek perlengkapan, dan juga mendaftar. Sekitar pukul 09.00 WIB kami berangkat.

Gn.Sindoro di seberang utara base camp


MENAPAKI TERJALNYA SUMBING

Kami mulai berjalan dan bertemu dengan rombongan pendaki lain dari Surakarta. Sempat beberapa saat kami bersama mereka. Beruntung juga kami mendapat tumpangan mobil pick up yang membawa kami sampai ke percabangan antara jalur baru dan jalur lama. Kami sempat berpikir mana jalur yang akan kami ambil. Jalur pendakian yang umum digunakan adalah jalur lama, namun entah mengapa ES merasa bahwa jalur yang harus dipilih adalah jalur baru walaupun banyak warga sekitar yang menyarankan kami untuk mengambil jalur lama. Sempat bingung juga karena menurut keterangan petugas base camp tidak ada masalah di jalur baru, akhirnya ES memutuskan untuk lewat jalur baru sementara teman – teman dari Surakarta tetap lewat jalur lama.

Naik Pick Up:


Sindoro Usai Kebakaran:


Rute yang paling kanan:


Menuju Langit:


Jalur baru terletak di sebelah barat, sementara jika jalur lama tinggal lurus ke depan dari percabangan antara jalur lama dengan jalur baru tadi. Setelah melewati perkampungan dan jembatan kecil kami sampai di rute awal pendakian gunung Sumbing jalur baru yaitu melalui perkebunan penduduk di samping kanan dan kiri jalur. Rute sudah mulai menanjak sejak awal, begitulah gambaran umum mengenai rute pendakian gunung Sumbing. Sebenarnya ada sumber air di awal pendakian via jalur baru sebelum sampai di pos I, namun sayang di musim kemarau sumber air tersebut kering dan hanya menyisakan genangan – genangan air kotor.

Pemandangan Awal:


Sungai Kering:


Sekitar satu setengah jam berjalan kami tiba di pos I. Berteduh adalah hal yang pertama kami lakukan di sini karena teriknya sengatan matahari pagi menjelang siang ditambah rute yang gersang. Kami menemukan beberapa tongkat kayu yang kami jadikan tongkat. Rute sudah tidak lagi melewati perkebunan warga setelah melewati sungai kering sebelum pos I. Rute sudah berubah menjadi hutan di kanan dan kiri jalur sehingga cukup teduh untuk berlindung dari panasnya matahari.

Pos I Gn.Sumbing Via Garung, Jalur Baru

Hanya sebentar saja kami bersitirahat di pos I. Setelah kami minum satu teguk air kami langsung berjalan lagi. Sedikit saja air yang kami minum karena memang tidak ada sumber air di sepanjang perjalanan menuju puncak. Ketahanan untuk menghadapi haus sangat diperlukan di sini.

Track Pendakian:


Track Pendakian:


Rute masih mananjak seperti sebelumnya, selain itu kondisi jalan yang kami tapaki gersang berdebu sehingga membutuhkan kesabaran untuk melewatinya. Berselang satu setengah jam kemudian kami sampai di pos II. Terdapat shelter yang bisa kami gunakan untuk beristirahat dan juga berteduh. Sebenarnya ada sumber air yang ditunjukkann oleh plang di sekitar shelter, namun ada keterangan tambahan bahwa medan yang dilalui menuju sumber air susah dan membutuhkan ketrampilan khusus. Kami tak ingin ambil resiko, terlebih ini adalah musim kemarau yang mana jika kami berhasil melewati rute sulit menuju sumber air pun tidak ada jaminan bahwa ada air di sana. Kami meminum air sebanyak setengah botol air mineral kecil di sini. Lagi – lagi air yang kami bawa harus dihemat sebisa mungkin.

Pos I Gn.Sumbing Via Garung, Jalur Baru

Total air yang kami bawa semuanya ada 4 botol air mineral ukuran besar, 4 botol air mineral ukuran tanggung, dan 1 botol air mineral ukuran kecil. Berat tentunya membawa air sebanyak itu, tetapi apa boleh buat karena memang air sangat diperlukan di Gunung Sumbing ini. Jelas kami tidak ingin sampai kehabisan air dalam perjalanan.

Memoriam Tri Antonio:


Baca Cuy:


Kami lanjut berjalan lagi. Sekitar 40 menit setelah pos II kami bertemu dengan batu memoriam Tri Antonio; seorang yang meninggal di gunung Sumbing pada 30 Desember 2000. Sebentar saja kami beristirahat di sini untuk mengambil nafas dan berteduh sebelum berjalan kembali.


Jalan di Depan:


Jalan di Depan:


Bekas Kebakaran:


Atap Jawa Tengah:


Rute sudah mulai terbuka beberapa saat setelah batu memoriam Tri Antonio. Pohon tinggi mulai jarang dan vegetasi mulai didominasi oleh semak belukar membuat pemandangan ke arah utara dan barat menjadi terlihat jelas, namun panasnya matahari menjadi semakin terasa. Medan juga menjadi semakin menanjak menjelang pos III atau pos Pestan. Kombinasi antara tanjakan terjal, medan yang gersang dan panasnya matahari sekakan menyedot habis tenaga kami. Kaki kami melangkah perlahan sebelum akhirnya tiba di pos Pestan sekitar pukul 13.15 WIB.


SETENGAH PERJALANAN

Pestan / Pasar Setan Gn.Sumbing

Sesampainya di pos Pestan kami langsung makan siang karena memang medan berat yang kami lalui tadi membuat kami lelah dan juga lapar. Usai makan mata mulai mengantuk sehingga kami memutuskan untuk tidur sejenak di bawah tanaman yang bisa melindungi dari teriknya cahaya matahari. Kami tidur selama satu jam lebih karena sekitar pukul 15.15 WIB kami sudah bangun untuk segera melanjutkan perjalanan kembali supaya tidak terlalu malam saat kami sampai di tempat berkemah nanti.

Berteduh:


Kulkas:


Ngombe Seg:


Pemandangan ke Bawah:


Pos pestan bisa dibilang merupakan setengah perjalanan menuju puncak Gunung Sumbing. Bisa dibayangkan untuk mencapai setengahnya saja sudah susah, namun perjalanan masih belum berakhir dan masih ada setengah jalan lagi. Kami bertemu dengan banyak pendaki di sini baik yang akan naik ke puncak maupun yang akan turun. Biasanya para pendaki berkemah di pos Pestan dan melanjutkan perjalanan ke puncak tanpa barang bawaan yang berat, namun kami memutuskan untuk terus berjalan dan mencari tempat berkemah di atas karena memang jarak yang masih jauh dari puncak.

Rute Selanjutnya:


Utara:


Utara:


Rute menanjak terjal dari pos Pestan menuju pos selanjutnya. Kondisi jalan bagaikan melewati padang gurun gersang di awal – awal langkah. Sementara itu pemandangan terbuka tersaji di sisi utara yang mana gunung Sindoro seakan terbang di atas awan bersandingan dengan matahari siang yang panasnya Naudzubillah. Jauh memandang ke arah barat puncak tertinggi Jawa Tengah terlihat begitu kecil dengan awan di sekitarnya; entah apa ES bisa ke sana suatu saat nanti. Pemandangan di sebelah timur masih terhalang oleh punggungan gunung Sumbing dan di arah selatan puncak gunung Sumbing terlihat begitu dekat; dekat di mata namun jauh di kaki.

Batu-batu:


Rute selanjutnya berubah menjadi penuh dengan bebatuan yang berukuran kecil sedang. Rute bebatuan bukan berarti seperti lereng gunung berapi, banyak batu yang tetancap cukup kuat di tanah sehingga bisa dijadikan pijakan. Rute tanah pun masih cukup lebar sehingga masih cukup mudah untuk ditapaki, walaupun tanjakan masih terjal. Kami tiba di pos selanjutnya yaitu pos Pasar Watu sekitar pukul 16.30 WIB. Cahaya matahari yang semakin condong ke arah barat mulai memancarkan cahaya oranyenya, membuat pemandangan semakin indah dengan kombinasi warna oranye, biru langit, serta putihnya awan. Hanya sebentar saja kami beristirahat di pos Pasar Watu sebelum akhirnya kembali berjalan mengambil jalan menurun ke arah kiri yang merupakan rute menuju pos selanjutnya.

Pasar Watu:


Belok Kiri:


Tepi Jurang:


Utara Lagi:


Rute yang kami lalui setelah pos Pasar Watu sempat menanjak terjal dan cukup membahayakan karena jurang yang dalam siap menyambut kami apabila sampai terjatuh. Tanjakan terjal tersebut tidak terlalu panjang, namun tetap saja butuh konsentrasi yang tinggi untuk melaluinya. Setelah tanjakan terjal rute berubah menjadi penuh bebatuan sehingga cukup sedikit menyulitkan langkah kaki. Sekitar pukul 17.00 WIB kami tiba di pos Watu Kotak yang merupakan pos terakhir di gunung Sumbing sebelum puncak via Garung. Pos terakhir bukan berarti jalan ke puncak tinggal sedikit lagi, masih butuh sekitar 2 jam untuk sampai ke kawasan puncak.

Kawasan Watu Kotak:


Langit Sore:


Kami berhenti di pos Watu Kotak untuk menyaksikan matahari yang terbenam di kaki langit sebelah barat. Sayang sekali momen matahari terbenam hanya bisa diabadikan lewat ingatan kami karena kamera pinjaman yang ES bawa tiba – tiba tidak bisa menyala. Tentu saja kecewa dan juga khawatir karena selain tidak bisa mengabadikan momen, jika kamera tersebut tidak bisa diperbaiki maka ES harus menukarnya seharga sekitar Rp 3.000.000,00 padahal ES sedang menginginkan kamera tanpa harus meminjam. Beruntung karena JW membawa smartphone yang bisa digunakan untuk memotret dan hasilnya juga bagus.

Senja Sindoro:


Kedua kaki kami mulai melangkah kembali saat hari mulai gelap usai kami selesai menjalankan ibadah shalat maghrib. Senter harus kami keluarkan untuk menerangi jalan. Sebenarnya terus melanjutkan perjalanan ke atas setelah pos Watu Kotak adalah sebuah pertaruhan karena sepengetahuan ES tidak ada camp area di atas pos Watu Kotak, namun entah mengapa ES merasa bahwa pasti ada tempat berkemah di atas sehingga kami tetap melanjutkan perjalanan. Kami bertemu dengan dua orang pendaki lain yang terpisah asal Boyolali saat perjalanan menuju puncak. Keadaan mereka baik – baik saja namun penerangan yang mereka bawa tidak cukup terang untuk menerangi jalan sehingga untuk beberapa saat kami berjalan bersama dengan mereka.

Sekitar pukul 20.00 WIB kami sampai ke percabangan menuju puncak kawah dan puncak buntu. Kami berpisah dengan dua pendaki tersebut di sini karena teman – teman mereka berada di puncak kawah sementara tujuan kami adalah puncak Buntu. Tak lama kemudian kami sampai di puncak buntu gunung Sumbing, namun bukan berarti kami sudah sepenuhnya lega karena tempat untuk mendirikan tenda belum ada. Kondisi puncak buntu sempit dan penuh batu sehingga mustahil untuk mendirikan tenda. ES kemudian berinisiatif untuk mencari tempat berkemah di sisi timur puncak Buntu. Entah mengapa ES merasa bahwa pasti ada tempat untuk mendirikan tenda di sana, walaupun entah apa yang ada di depan nanti; bisa saja malah jurang menganga lebar yang ES temukan. Pertaruhan terbesar adalah kami harus tidur di tempat terbuka jika sampai tidak ada tempat untuk mendirikan tenda, namun syukur Alhamdulillah karena akhirnya ES menemukan sebuah tanah datar yang cukup untuk dua tenda di bawah sebuah batu besar di sebelah timur puncak buntu. Jadilah ES memanggil JW dengan teriakan yang cukup keras sekaligus mengingatkannya untuk berhati – hati saat turun karena jalannya cukup curam. Langsung saja kami mendirikan tenda begitu JW sampai kemudian dilanjutkan dengan makan malam denga  roti plus Energen dan akhirnya dilanjutkan dengan tidur malam.


THE REAL SUMMIT

Puncak Sumbing; 3371 Mdpl

Pukul 05.00 WIB kami mulai bangun seiring bunyi alarm di telpon genggam kami, akan tetapi rasanya malas sekali untuk bangun. Udara pagi yang dingin membuat kami seakan enggan untuk lepas dari sleeping bag yang masing – masing kami kenakan, mungkin karena jarak ke puncak yang hanya beberapa meter dari tempak kami tidur. Entah mengapa juga keinginan untuk menyaksikan matahari terbit sama sekali tidak ada saat itu.

Camp:


Akhirnya kami sepenuhnya terbangun pada pukul 07.00 WIB. Cukup parah bagi pendaki yang biasanya bangun di pagi haru untuk menikmati matahari terbit. Bagi kami mencapai puncak sudah merupakan karunia yang lebih dari cukup dari Allah SWT. Langsung saja kami naik ke puncak buntu lagi dengan membawa perlengkapan dokumentasi saja karena jarak yang dekat dengan tempat kemah kami.

Puncak:


Puncak:


Puncak:


Puncak:


Narsis Seg:


Cuaca sangat cerah pagi itu, ini adalah pertama kalinya ES berdiri di atas puncak gunung Sumbing dengan langit yang seakan menyambut ES dengan senyuman. Birunya langit di atas gunung Sumbing seolah tampak dekat sekali dengan kedua mata ini. Memandang ke sebelah utara nampak gunung Sindoro berdiri tegak dengan puncak datarnya yang sesekali mengeluarkan asap belerang. Jauh di sisi barat tampak dengan jelas gunung Slamet dengan puncak yang datar memanjang; saat memandangnya dari kejauhan hati ini selalu berdoa kepada Allah SWT agar status gunung Slamet segera turun ke level normal sehingga ES bisa mengunjungi puncak tertinggi Jawa Tengah tersebut. Memandang ke kaki langit sebelah timur tampak jajaran gunung Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, dan Telomoyo berbaris segaris lurus. Sementara di sebelah selatan kawah atif gunung Sumbing yang terletak di dasar kaldera besar dan juga Segara Wedi yang merupakan kawah mati. Memang puncak tertinggi gunung Sumbing bukanlah tempat yang kami pijak sekarang, namun kami sudah cukup puas dan lega bisa menikmati cuaca cerah di puncak buntu ini.

Segara Wedi:


Narsis Maneh:


Keadaan juga sangat sepi; entah mengapa pendaki – pendaki yang kami temui di Pestan kemarin tidak sampai ke puncak. Mungkin karena medan pendakian gunung Sumbing yang berat. Puncak tertinggi gunung Sumbing adalah puncak Rajawali yang berada di sisi barat daya kaldera. Rumor bahwa untuk mencapainya harus memanjat tebing dengan tali.



TURUN GUNUNG

Setelah puas berfoto dan menikmati suasana puncak kami turun sekitar pukul 10.00 WIB. Kami turun sesegera mungkin dengan estimasi waktu 6 jam untuk sampai ke base camp Garung. Cukup cepat kami berjalan karena pada pukul 13.00 WIB kami sudah sampai di pos Pestan untuk beristirahat di pos yang merupakan setengah perjalanan gunung Sumbing ini. Hanya sekitar 15 menit kami beristirahat di pos Pestan karena kami segera berjalan lagi. Jalur yang kami ambil untuk turun adalah jalur lama supaya pendakian yang kami lakukan bervariasi. Ternyata untuk turun lewat jalur lama tidaklah mudah terutama saat menuruni bukit Genus yang letaknya di bawah pos Sedupak Roto. Rute tersebut selain curam dan panjang juga sangat berdebu; tiap langkah kaki kami seakan menimbulkan badai pasir yang tebal, padahal kami sudah berusaha untuk tidak menyeret langkah guna meminimalkan debu yang dihasilkan. Rute kejam tersebut berakhir di pos Engkol – engkolan, di sana kami bertemu dengan satu tim pendaki yang mana kami langsung menyarankan mereka untuk mempersiapkan fisik dan mental mereka menghadapi tanjakan di depan yang baru saja kami lewati. Hmm, untuk turun saja susah, apa lagi saat naik; itulah yang ES katakan dalam hati saat itu.

Nemu di Perjalanan Turun

Akhirnya kami tiba di base camp Garung sekitar pukul 15.00 WIB karena dari pos I sampai base camp via jalur lama kami menggunakan jasa ojek untuk menghemat waktu. Tarif ojek tersebut sayang sekali sudah menghilang dari ingatan ES saat catatan perjalanan ini dibuat. Kami tak banyak membuang waktu di sini dan segera bergegas kembali ke Yogyakarta setelah selesai melapor.

EPILOGUE

Alhamdulillah karena akhirnya kami berhasil kembali pulang ke Yogyakarta pada malam hari sekitar pukul 19.00 WIB walaupun motor yang kami kendarai sempat mengelami kebocoran ban belakang sehingga harus ditambal di daerah Jalan Monumen Jogja Kembali. Beruntung karena yang penting kami tetap selamat, walaupun tentunya lelah.

Bochorrr:


Kisah pendakian ke gunung Sumbing kali ini pun telah usai. Sebuah kisah pendakian ke-4 di tahun 2015 yang telah terlaksana usai lebaran ini telah memberikan banyak pelajaran. Entah apapun itu yang jelas sebuah keyakinan besar dalam hati menyatakan bahwa akan ada berjuta manfaat yang akan diperoleh jiwa dan raga dari kisah pendakian yang telah usai ini. Yah, yang jelas perjalanan menggapai angkasa di tahun 2015 ini belumlah selesai; semoga saja......
Anggara Wikan Prasetya
Perkenalkan, Anggara Wikan Prasetya, pemilik Menggapai Angkasa.

Related Posts

Posting Komentar