TAHUN LA NINA PART AKHIR: DIHAJAR KEJAMNYA ARJUNO-WELIRANG BAGIAN 2

Posting Komentar
Konten [Tampil]
Hari Jumat tanggal 9 September 2016. Hari itu sekitar satu minggu usai perjalan pertama saya dan Bung Irawan menuju Arjuno-Welirang yang mana hanya saya yang berhasil mencapai PUNCAK WELIRANG. Tujuan kami berdua yaitu menginjakkan kaki di Puncak Arjuno yang belum kesampaian membuat kami gregetan dan bertekad untuk mewujudkan tujuan tersebut. Kini satu minggu telah berlalu sejak perjalanan pertama tersebut. Kami telah mempersiapkan fisik lebih baik lagi serta Bung Irawan sudah benar-benar pulih.

Puncak Ogal-Agil Arjuno; 3339 Mdpl

Filler


Kami berangkat dini hari dari tempat dan armada yang sama dengan saat keberangkatan kami sekitar satu minggu sebelumnya. Perjalanan kami menuju Surabaya pada perjalanan kedua ini lancar-lancar jaya dan karena bertepatan pada Hari Jumat, maka kami tidak lupa untuk menjalankan kewajiban sholat jumat di Masjid Muhammad Cheng Ho di depan terminal Pandaan. Masjid ini cukup unik dan berbeda dengan masjid-masjid lainnya karena arsitektur khas China nya. Laksamana Cheng Ho sendiri merupakan warga China yang berperan besar dalam penyebaran Agama Islam di Nusantara. Perjalanan dari Pandaan menuju Tretes juga turut melewati Candi Jawi di sisi kanan jalan.

Masjid Muhammad Cheng Ho

Candi Jawi

Kami baru melakukan pendakian sekitar pukul 15.00 WIB. Waktu yang terlalu sore sebenarnya, akan tetapi hal positif yang dapat kami dapatkan adalah kondisi perjalanan menjadi tidak terlalu panas. Perjalanan kami cukup cepat karena sekitar maghrib kami telah sampai di Pos Kopkopan. Kami melanjutkan perjalanan kembai usai istirahat, makan ringan, dan sholat maghrib sekitar pukul 19.00 WIB menembus gelapnya malam hutan cemara Gunung Arjuno-Welirang.

Ilustrasi Perjalanan Malam

Perjalanan malam kali ini tidak menyeramkan seperti perjalanan pertama karena kali ini saya bersama Bung Irawan. Berselang 4 jam kemudian kami sampai juga di Pos Pondokan dengan selamat. Karena fisik sudah terasa begitu letih akibat istirahat malam yang kurang, kami pun mendirikan tenda dan beristirahat di sini. Sebenarnya jarak antara Pos Pondokan dengan Lembah Kidang (tempat yang menjadi rencana camp kami) cukup dekat dengan waktu tempuh hanya sekitar 15 menit. Akan tetapi kami harus melewati Alas Lali Jiwo yang menurut cerita gemar menyesatkan para pendaki. Kami pun memutuskan untuk tidur di Pos Pondokan mengingat kondisi fisik sangatlah tidak siap untuk berhadapan dengan sesuatu yang tidak-tidak.


Menggapai Pertapaan Arjuna


Pos Pondokan

Pagi harinya sekitar pukul 06.00 WIB kami kembali melanjutkan perjalanan setelah bersiap-siap dan berkemas. Jalan menuju Puncak Arjuno memang berbeda dengan jalan menuju PUNCAKWELIRANG. Jalan yang kami ambil adalah belok ke kiri dan menyusuri lereng bukit. Jalur menuju Puncak Arjuno juga lebih kecil karena hanya terdiri dari jalan setapak saja. Setelah mengitari bukit, kami pun sampai di kawasan Alas Lali Jiwo.

Alas Lali Jiwo

Melewati kawasan Alas Lali Jiwo pada pagi hari terasa mendamaikan, tidak ada kesan seram seperti yang banyak digambarkan oleh orang-orang. Perjalanan kami cukup singkat karena 10 menit kemudian sampailah kami di kawasan Lembah Kidang. Kami kembali mendirikan tenda di sini, tetapi bukan sebagai tempat istirahat melainkan sebagai tempat menaruh barang-barang yang berat. Kami melanjutkan perjalanan dengan membawa barang-barang yang kami perlukan saja seperti makanan dan minuman, sementara barang-barang seperti kompor dan nesting kami tinggalkan di dalam tenda.

Perjalanan kami berlanjut melewati padang rumput yang begitu cantik di sebuah lembah. Pohon-pohon cemara tumbuh tinggi menghiasi lembah tersebut. Sementara itu Puncak Arjuno sendiri sudah terlihat dari Lembah Kidang yang mana cukup meggetarkan mental karena ternyata jaraknya masih sangatlah jauh sekali. Jalur menuju Puncak Arjuno akan memutari bukit karena mustahil untuk mencapainya langsung dari Lembah Kidang dengan kemiringan hampir mencapai 90o.

Lembah Kidang

Kami mengikuti jalan setapak yang sudah ada ke arah barat, kemudian jalur mulai kembali menanjak ke arah selatan. Kali ini janganlah lagi berharap jalur pendakian akan nyaman karena hanya ada tanjakan hingga kawasan puncak nanti. Pos selanjutnya bernama Watu Gedhe yang sesuai namanya karena terdapat sebuah batu besar di sini. Hanya sebentar saja kami beristirahat di sini karena fisik memang belum terlalu lelah. Gunung Argopuro yang memanjang dapat terlihat dengan menawan dari Pos Watu Gedhe ini.

Argopuro


Jalur yang Semakin Berat


Puncak Arjuno dari Watu Gedhe

Rute semakin menjadi-jadi usai Pos Watu Gedhe. Jalan menanjak seakan tiada ampun menghabisi fisik kami. Perlahan tapi pasti kami melangkahkan kaki untuk terus maju. Terdapat sebuah pertigaan yang mana jika belok ke arah kiri makan merupakan jalan menuju Puncak Arjuno, sementara jika belok kanan maka merupakan jalan menuju PUNCAK WELIRANG yang melewati Gunung Kembar 1 dan 2. Konon jalur ini rawan menyesatkan karena beberapa bulan yang lalu ada 2 orang pendaki yang ditemukan tewas di kawasan tersebut.

Percabangan

Jalan menanjak yang tidak ada habis-habisnya tidak selalu buruk. Terdapat spot dengan pemandangan keren di sisi sebelah barat yang terbuka. Puncak satu lagi yaitu PUNCAK WELIRANG terlihat menakjubkan dengan kawahnya yang mengepulkan asap. Pemandangan tersebut cukup mampu untuk menghapus rasa lelah dan menambah semangat kamu untuk segera mencapai Puncak Arjuno. Kembali, jalan menanjak masih harus kami lalui setapak demi setapak menuju puncak.



Kawasan Puncak Arjuno


Semangat kami terus memaksa kedua kaki kami untuk melangkah. Terlebih setelah tumbuhan tak lagi tinggi dan medan mulai berbatu. Kami menyadari bahwa kondisi tersebut menandakan bahwa kawasan puncak sudah dekat. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada kami terus melangkah. Terdapat 3 pusara yang kami temui di tengah perjalanan, entah itu adalah kuburan atau sekedar petilasan, kami pun tidak tahu.

Makam/Petilasan???

Kawasan Puncak Arjuno ternyata cukup luas. Puncak utama pun sudah terlihat dari tempat kami berdiri. Puncak tersebut rasanya sudah tidak jauh lagi, akan tetapi bagi kedua kaki terasa begitu jauh karena jalan masih terus menanjak. Hari pun semakin siang sehingga matahari siang begitu menyengat. Semakin lama puncak semakin dekat, sayang sebelum tanjakan terakhir Bung Irawan harus beristirahat untuk mengumpulkan tenaga kembali. Jalur ke arah puncak yang sudah jelas membuat saya melanjutkan perjalanan duluan. Tanjakan terakhir pun berusaha saya lalui dengan segala sisa tenaga yang ada.

Puncak Sedikit Lagi


Pertapaan Sang Arjuna


Sekitar 11.30 WIB akhirnya saya tiba juga di puncak tertinggi Gunung Arjuna bernama Puncak Ogal-Agil. Rasanya puas sekali akhirnya perjalanan yang sulit ini akhirnya berakhir, meskipun tentunya masih akan ada perjalanan turun. Puncak Ogal-Agil terdiri dari bebatuan dan dinamai demikian karena konon katanya saat angin kencang bebatuan tersebut dapat bergerak-gerak. Sebuah plang bertuliskan Puncak Arjuno menandakan bahwa puncak tersebut merupakan puncak tertinggi Gunung Arjuno dengan ketinggian 3339 meter di atas permukaan laut.

Finally; 3339 Masl

Hari memang sudah siang, akan tetapi saat itu tidak ada pendaki lain selain saya di Puncak Ogal-Agil, tentunya ada Bung Irawan yang masih berjuang menuntaskan beratnya jalur pendakian menuju puncak. Padahal hari tersebut adalah Hari Sabtu yang mana di gunung-gunung lainnya pendaki selalu memadati kawasan puncak pada hari libur. Mungkin saja beratnya jalur pendakian membuat para pendaki lainnya belum sampai di puncak meskipun hari sudah memasuki siang.

Yey Sampai

Sepinya puncak membuat keadaan begitu mendamaikan, tapi cukup menyulitkan untuk berfoto karena saya harus menggunakan tripod. Beruntung saat itu cuaca cukup cerah sehingga pemandangan ke segala arah menjadi terlihat di bawah langit yang biru. Suatu keberuntungan mendapatkan cuaca cerah saat tahun La Nina 2016 yang menyebabkan hujan masih sering turun. Pemandangan paling menakjubkan ada di sisi timur; di mana selain bentang Kabupaten Malang, atap Pulau Jawa yaitu Puncak Mahameru terlihat menjulang tinggi menembus awan. Terkadang letusan dari Kawah Jonggring Saloka turut terlihat, membuat semakin takjub siapa yang memandangnya secara langsung.

Timur 

Mahameru

Selang setengah jam kemudian Bung Irawan akhirnya sampai juga di Puncak Ogal-Agil. Sebelumnya terlebih dahulu saya berteriak menyemangatinya agar segera sampai di puncak. Beruntung karena hal tersebut Bung Irawan yang sempat berniat menyerah menjadi kembali bersemangat dan terus melangkah menuju puncak yang tinggal sedikit lagi. Sesampainya di Puncak, Bung Irawan langsung mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT karena telah mengizinkannya untuk menggapai Puncak Gunung Arjuno.

Akhirnya Sampai Juga

Menurut legenda, Gunung Arjuno terutama Puncak Ogal-Agil ini merupakan tempat pertapaan Arjuna; salah satu tokoh pewayangan yang sakti. Saking saktinya, pertapaan Arjuna sampai-sampai mengguncang langit dan bumi sebelum akhirnya Semar turun dari langit untuk mengimbaunya berhenti bertapa guna menyelamatkan dunia. Oleh karena itu Puncak Ogal-Agil dianggap keramat dengan adanya sesaji yang ada.

Bung Irawan

Sekitar pukul 13.00 WIB saat kami bersiap untuk turun, baru ada pendaki lain yang sampai di puncak. Pendaki itu mendaki via jalur Purwosari. Saya dan Bung Irawan pun menyapa sekaligus berpamitan kepada mereka sambil mengatakan bahwa kami sudah puas menikmati puncak. Perjalanan turun ternyata tidak semelelahkan naiknya, meskipun tetap saja melelahkan. Kami sampai kembali di Lembah Kidang menjelang sore dengan kondisi fisik yang lelah dan mengantuk. Langsung saja kami tidur untuk mengembalikan kondisi fisik yang kelelahan.

Lembah Kidang


Perjalanan Turun


Sekitar pukul 21.00 WIB kami bangun dari tidur dan segera bersiap untuk turun. Dua hari lagi merupakan Hari Raya Idul Adha sehingga besok kami akan melakukan puasa arafah yang dapat menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun setelahnya. Setelah selesai berkemas kami segera melakukan perjalanan turun. Syukur Alhamdulillah perjalanan kami melewati Alas Lali Jiwo pada malam hari berjalan lancar.

Bintang Dunia

Tidak ada halangan berarti dalam perjalanan turun selain jalan bebatuan yang membuat kaki sakit. Sesampainya di Pos Kop-kopan ternyata banyak pendaki yang berkemah di sini, kontras dengan saat kami melakukan perjalanan naik. Membutuhkan waktu sekitar 5 jam bagi kami untuk sampai kembali ke Pet Bocor yang mana terdapat sebuah warung di sana sehingga kami bisa makan sahur. Puasa arafah kami pun dimulai usai meninggalkan Pet Bocor menuju base camp yang sudah tidak terlalu jauh lagi.



Epilogue


Kami mulai meninggalkan base camp dengan angkot menuju Terminal Pandaan pada pagi hari setelah mandi dan berkemas, sekaligus berpamitan kepada petugas base camp. Perjalanan kami pun lancar dengan rasa puas dalam hati kami yang telah menuntaskan perjalanan panjang menggapai Puncak Arjuno. Perjalanan kami kembali ke Yogyakarta dari Surabaya juga tidak mengalami hambatan berarti. Bus Sumber Selamat yang kami tumpangi melesat dengan lancar menuju tempat kembali kami di Yogyakarta.

Ngebis

Prediksi kami untuk sampai di Yogyakarta sebelum berbuka ternyata meleset sehingga kami harus menunggu untuk kembali mengisi perut sekitar pukul 19.00 WIB. Akan tetapi hal tersebut bukanlah suatu masalah berarti bagi kami karena yang terpenting adalah kami dapat sampai kembali di Yogyakarta dengan selamat.

Bonus:



Bersamaan dengan turunnya kami dari Bus Sumber Selamat yang telah mengantarkan kami dari Surabaya menuju Yogyakarta, berakhir pula lah rangkaian perjalanan panjang kami menjelajahi Arjuno-Welirang yang dimulai satu minggu yang lalu. Pendakian menggapai Puncak Arjuno ini juga merupakan kisah pendakian terakhir saya di tahun La Nina 2016 ini.

2016, meskipun tahun ini cukup basah karena fenomena La Nina nya yang melanda dunia, rasa syukur tetap saya panjatkan atas kebesaran Allah SWT yang telah mengizinkan saya untuk masih bisa melakukan petualangan-petualangan hebat. Segala perjalanan-perjalanan ini jelas tidak akan pernah terlupakan sampai kapan pun juga. Oleh karena itu pula lah catatan perjalanan ini dibuat. Selain berfungsi sebagai referensi pembaca, juga berfungsi sebagai kenangan dari sebuah perjalanan yang telah berlalu, yang juga tidak akan bisa diulang kembali.
Anggara Wikan Prasetya
Perkenalkan, Anggara Wikan Prasetya, pemilik Menggapai Angkasa.

Related Posts

Posting Komentar