Konten [Tampil]
PROLOGUE
Tuhan memang menciptakan indonesia dengan sejuta keindahannya. Mulai dari Sabang, ujung barat hingga Merauke yang terletak di ujung timur, keindaha Indonesia seakan tidak akan habisnya untuk dieksplorasi. Bahkan mungkin umur manusia tidak akan cukup waktunya apabila digunakan untuk menjelajah setiap jengkal keindahan di Bumi Pertiwi.
Tuhan memang menciptakan indonesia dengan sejuta keindahannya. Mulai dari Sabang, ujung barat hingga Merauke yang terletak di ujung timur, keindaha Indonesia seakan tidak akan habisnya untuk dieksplorasi. Bahkan mungkin umur manusia tidak akan cukup waktunya apabila digunakan untuk menjelajah setiap jengkal keindahan di Bumi Pertiwi.
Lombok; Indonesia
Keindahan Indonesia bahkan sudah menggaung di
kolong langit dunia. Banyak orang dari berbagai negeri berbondong – bondong
ingin mengunjungi Indonesia; menyaksikan betapa maha besarnya Tuhan menebar
keindahan yang terhampar luas di salah satu bagian dunia itu. Nama – nama
seperti Bali, Bunaken, pulau Komodo tentunya sudah tak asing lagi di telinga
masyarakat internasional, menunjukkan betapa eloknya pesona sang Ibu Pertiwi.
Salah satu tempat yang di dalamnya terdapat berjuta keindahan adalah sebuah
pulau yang terletak di Indonesia bagian tengah, pulau itu bernama Lombok;
provinsi Nusa Tenggara Barat.
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pulau Lombok memang memiliki pesona tersendiri.
Kecantikan alamnya senantiasa dapat ditemukan di setiap jengkal sudut pulau ini
yang tentu menjadi magnet tersendiri untuk memikat seluruh umat manusia dari
berbagai penjuru dunia untuk mengunjunginya. Tempat – tempat dengan nama
seperti Gili Trawangan, Gili Kondo, dan Gili Air bahkan berada di sana seakan
berada di luar Indonesia karena saking banyaknya warga manca negara yang
mengunjunginya.
Memang itulah keadaan pulau Lombok apa adanya, dan kisah ini masih merupakan lanjutan dari kisah saya setelah MENGGAPAI RINJANI yang tertuang pada postingan sebelumnya. Perjalanan bukan berarti berakhir setelah sampai kembali dengan selamat di desa Bawak Nao. Perjalanan pun berlanjut.....
SAMPAI DI BAWAK NAO
Memang itulah keadaan pulau Lombok apa adanya, dan kisah ini masih merupakan lanjutan dari kisah saya setelah MENGGAPAI RINJANI yang tertuang pada postingan sebelumnya. Perjalanan bukan berarti berakhir setelah sampai kembali dengan selamat di desa Bawak Nao. Perjalanan pun berlanjut.....
SAMPAI DI BAWAK NAO
Saya dan anggota tim
sampai di Bawak Nao sekitar tengah hari waktu Indonesia bagian tengah. Tentu
saja sebuah momen yang menyenangkan karena beberapa hari sebelumnya kami berada
jauh di tengah alam gunung Rinjani; jauh dari peradaban. Sesampainya di Bawak
Nao kami langsung “menuntaskan” apa yang kami tidak bisa lakukan selama di
Rinjani seperti membeli makanan serta minuman di warung dan juga mandi. Baterai kamera yang sudah sekarat membuat saya tidak lagi berfoto ria.
Rombongan mulai lengkap
menjelang sore. Perjalanan kami selanjutnya adalah kembali menuju Sanggar Seni
Sinar Harapan, Di Desa Sapit, Kecamatan Suela, Lombok – NTB yang merupakan
kediaman mas Songket. Setelah tim siap, kami pun segera bergerak melanjutkan
perjalanan kembali. Perjalanan kali ini berbeda dengan perjalanan saat
berangkat karena kami diantar dengan menggunakan dua buah pick up. Kami mampir
terlebih dahulu di sebuah klinik di Sembalun untuk mengobati luka kaki bang
Reza yang terluka saat perjalanan turun.
Ternyata di sini kami mendapatkan sebuah bonus
karena pada saat berhenti kami menyaksikan sebuah iring – iringan yang cukup
heboh melintasi jalan yang kami lalui saat itu. Adalah sebuah acara bernama
“Nyongkolan” yang lewat di depan kami; sebuah tradisi khas Lombok yang kata
masyarakat setempat adalah menghantarkan sepasang pengantin ke rumah pengantin
wanita yang bertujuan untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa si wanita
sekarang sudah berstatus menjadi istri. Iring – iringan dilaksanakan dengan
cara kedua mempelai diarak di sepanjang jalan dalam suatu rombongan dengan
hiasan payung bali dan diiringi dengan musik dangndut. Keceriaan tampak di
wajah rombongan pengantin tersebut. Suatu keberuntungan bagi kami karena mendapatkan kesempatan untuk
menyaksikan langsung sebuah kebudayaan Lombok.
Nyongkolan atau Nganter Manten
Kami sampai kembali di
rumah mas Songket menjelang maghrib. Langsung saja tim segera melakukan ishoma serta
membereskan barang bawaan. Kami juga kembali dijamu makan oleh keluarga mas
Songket; pokoke matur suwun sanget kagem mas Songket sak keluawargi. Malamnya
kami berkumpul untuk melakukan obrolan setelah melakukan perjalanan dari
Rinjani. Banyak yang kami sampaikan saat itu, namun yang jelas kami semua
mengucapkan terima kasih dari hati terdalam kami kepada mas Aiip karena jika
beliau tidak membuat trit di Kaskus kemungkinan besar perjalanan menuju Rinjani
tidak akan bisa terlaksana; serta ungkapan prihatin dari kami karena malah mas
Aiip yang belum diizinkan oleh Allah SWT untuk menggapai Rinjani. Malam itu
kami lalui dengan perasaan senang sebelum akhirnya kami kembali tidur.
PANTAI KUTA
Pagi harinya kami mulai bersiap – siap untuk
pergi. Lagi – lagi pagi harinya kami kembali ditawari sarapan oleh mas Songket
sekeluarga; pokoknya sekali lagi matur suwun sanget kagem mas Songket sak
keluwargi. Kami mulai bertolak sekitar pukul 08.00 WITA dengan menggunakan
kendaraan yang pertama kali kami gunakan setelah menginjakkan kaki di Pulau
Lombok.
Berangkat Lagi
Perjalanan kami selanjutnya adalah menjelajah
Lombok. Jelas kami sangat menantikan kesempatan ini karena kami akan mendapat
kesempatan untuk menyaksikan langsung bagaimana indahnya pulau Lombok. Tujuan
pertama kami adalah pantai Kuta; tentu saja bukan pantai Kuta di pulau Bali
karena kami sedang berada di Lombok. Pantai ini berada di bagian selatan dari
Lombok Tengah dengan jarak tempuh tiga jam dari kediaman mas Songket tadi,
cukup jauh tentunya.
Pantai Kuta Lombok
Sekitar pukul 11.00 WITA kami tiba di pantai
Kuta; Lombok Tengah. Pemandangan indah langsung menghampiri kami saat itu.
Sebuah pantai dengan pasir yang putih serta air laut yang biru jernih membuat
kami segera bergegas turun untuk menikmati suasana.
Kondisi langit yang biru cerah dan hamparan perbukitan di sekelilng pantai semakin mempercantik pantai yang memang sangat cantik itu. Yang membuat pantai ini sedikit unik adalah adanya sebuah pohon yang berdiri di atas sebuah karang, entah sudah sejak berapa lama pohon itu tumbuh di sana.
Saia
Kondisi langit yang biru cerah dan hamparan perbukitan di sekelilng pantai semakin mempercantik pantai yang memang sangat cantik itu. Yang membuat pantai ini sedikit unik adalah adanya sebuah pohon yang berdiri di atas sebuah karang, entah sudah sejak berapa lama pohon itu tumbuh di sana.
Pohon di Tengah Karang
Banyak pedagang yang berjualan pernak – pernik
khas Lombok di pantai ini mulai dari kaos, hiasan kerang sampai mutiara Lombok.
Harga termasuk murah tergantung seberapa pandai kita menawar. Setelah puas
menikmati pemandangan dan tentunya berfoto, kami melanjutkan perjalanan ke
pantai lainnya.
Perjalanan kami selanjutnya adalah menuju pantai
Tanjung Aan yang terletak tidak jauh dari pantai Kuta dengan jarak tempuh
sekitar dua puluh menit. Kecantikan dan keindahan pantai Tanjung Aan juga tak
kalah dari pantai Kuta yang kami kunjungi tadi; masih dengan pasir putih serta
air lautnya yang jernih. Salah satu nilai sangat positif di dua pantai ini
adalah kebersihannya yang masih sangat terjaga sehingga terlihat masih alami.
Pengunjung yang datang di kedua pantai ini pun masih sedikit sehingga
suasananya masih sangat asri.
Enjoy
Saat berada di pantai Tanjung Aan, kami mendapat
tawaran untuk berlayar menuju Batu Payung. Kami pun menyetujuinya dengan tarif
dua puluh ribu rupiah pulang - pergi karena memang penasaran dan juga karena
ingin memanfaatkan kesempatan “mumpung di Lombok” dengan sebaik – baiknya,
walaupun ada beberapa rekan kami yang tidak ikut karena mabuk laut.
Perjalanan menuju Batu Payung cukup mendebarkan menurut saya karena kapal yang kami naiki harus berlayar di atas gelombang yang lumayan besar untuk sampai ke sana. Sekitar setengah jam kami sampai di Batu Payung.
Terdapat sebuah batu yang terkikis ombak sehingga bentuknya menyerupai payung karena memang bisa memayungi seseorang dari panasnya sinar matahari; mungkin inilah mengapa batu ini disebut sebagai Batu Payung. Opini saya pribadi tentunya. Kami naik ke atas sebuah bukit untuk menikmati pemandangan dan suasana yang memang menakjubkan.
Sailing Boat
Perjalanan menuju Batu Payung cukup mendebarkan menurut saya karena kapal yang kami naiki harus berlayar di atas gelombang yang lumayan besar untuk sampai ke sana. Sekitar setengah jam kami sampai di Batu Payung.
Berlayar
Terdapat sebuah batu yang terkikis ombak sehingga bentuknya menyerupai payung karena memang bisa memayungi seseorang dari panasnya sinar matahari; mungkin inilah mengapa batu ini disebut sebagai Batu Payung. Opini saya pribadi tentunya. Kami naik ke atas sebuah bukit untuk menikmati pemandangan dan suasana yang memang menakjubkan.
Batu Payung
Sekitar pukul 02.30 WITA kami kembali ke pantai
Tanjung Aan yang tentunya melalui perjalanan membelah ombak yang mendebarkan.
Alhamdulillah akhirnya kami semua bisa sampai kembali dengan selamat. Kami pun
melanjutkan perjalanan kembali, meninggalkan pantai Tanjung Aan.
Laut Biru
DESA ADAT SADE
Kami mulai bergerak meninggalkan area pantai menuju utara, namun kami kembali berhenti di sebuah desa di pinggir jalan utama; desa Sade yang merupakan desa adat. Kami turun dan berjalan masuk area desa, dengan ditemani seorang tour guide kami mengeksplorasi desa Sade tersebut. Tour guide kami menjelaskan dengan singkat, padat dan jelas mengenai desa tersebut. Jujur saya sangat kagum dengan masyarakat desa Sade yang masih memiliki kearifan lokal yang tinggi di tengah gempuran globalisasi modern ini.
Berada di tengah desa adat Sade ini membuat kami
merasa seperti kembali ke masa lampau di mana suasana tradisional masih sangat
terasa di sini. Tour guide kami menjelaskan bahwa mata pencaharian masyarakat
Sasak di desa Sade ini adalah dari sektor pariwisata dan juga dengan menenun
benang kapas yang kemudian dijadikan beraneka ragam kain kerajinan.
Kami juga bisa menyaksikan secara langsung proses pembuatan beraneka ragam kerajinan kain; mulai dari bahan mentah sampai menjadi barang kerajinan dengan nilai tinggi. Memang mengenal budaya bangsa sendiri itu membanggakan.
Rumah Adat Sade
Kami juga bisa menyaksikan secara langsung proses pembuatan beraneka ragam kerajinan kain; mulai dari bahan mentah sampai menjadi barang kerajinan dengan nilai tinggi. Memang mengenal budaya bangsa sendiri itu membanggakan.
Kain Songket Tradisional
BYE BANG AKBAR DAN HARUN
Setelah cukup menjelajah desa Sade kami bergegas untuk melanjutkan perjalanan kembali. Kali ini tujuan kami selanjutnya adalah bandara internasional Lombok. Bukan berarti bahwa kami akan meninggalkan Lombok dengan naik pesawat. Tujuan kami di bandara ini adalah untuk mengantar dua rekan kami yaitu bang Akbar dan Harun asal Lamongan yang akan kembali ke Surabaya dengan menggunakan pesawat.
Sedih tentunya bagi kami karena kebersamaan kami
dengan bang Akbar dan Harun harus berakhir sampai di sini. Bagi saya jelas,
karena selama di Rinjani saya satu tenda dengan mereka berdua. Memang kami
berpisah sekarang ini, namun bagi kami kebersamaan rekan - rekan satu tim tidak
akan pernah terlupakan. Well.. Good bye our friends; bang Akbar and bang Harun,
have a save trip.
RUMAH SINGGAH LOMBOK
BACKPAKER
Kami melanjutkan perjalanan kembali menuju kota Mataram; ibu kota provinsi Nusa Tenggara Barat untuk menuju rumah singgah lombok backpaker. Sekitar pukul 17.00 WITA kami sampai di sana dan langsung mengisi perut karena lapar karena kebetulan ada pedagang mie ayam Solo yang singgah di dekat kami saat itu sehingga serasa berada di Jawa.
Rumah singgah lombok
backpaker merupakan tempat singgah bagi mereka yang sedang berpetualang di
Lombok, di sini pengunjung tidak dipungut biaya. Kami langsung disambut dengan
seorang ibu pengelola tempat ini dengan sangat ramah, rasanya seperti berada di
rumah sendiri saking ramahnya ibu itu, bahkan rasanya beliau adalah ibu kami.
Menjelang maghrib kami
mulai bersiap untuk meninggalkan Lombok, sedih rasanya mengingat ini adalah
saat – saat terakhir kami menginjakkan kaki di pulau Lombok yang entah kapan
lagi kami akan menginjakkan kaki kembali di sini. Ternyata di sini pula kami
berpisah dengan beberapa rekan rombongan kami karena mereka masih ingin
menikmati Lombok lebih lama. Jadilah kita semua saling berpamitan. Well..
Goodbye friends; senang melakukan perjalanan dengan kalian.
BYE LOMBOK.. MENCEKAM DI
TENGAH CALO PELABUHAN LEMBAR
Saat – saat kami meninggalkan pulau Lombok semakin dekat. Terbayang di benak saya selama perjalanan dengan melihat jendela akan rangkaian perjalanan yang saya alami dari awal sampai akhir. Rasanya bercampur menjadi satu antara senang, sedih, dan juga rasa syukur yang tiada tara.
Akhirnya kami tiba di pintu masuk pelabuhan
Lembar, namun sesuatu yang mengejutkan terjadi. Tiba – tiba mobil yang kami
kendarai dikepung oleh segerombolan orang dengan kendaraan bermotor. Sopir
mobil kami kemudian dipaksa untuk menepikan mobil, suasana mendadak ramai saat
itu. Tentu saja perasaan kami menjadi was – was saat itu; khawatir akan
keselamatan kami, tapi tetap saja kami berusaha untuk tenang. Setelah kami
turun kami langsung disuruh untuk membeli tiket kapal dari mereka. Sebenarnya
kami ingin membeli tiket secara resmi, tapi sepertinya kami tidak mempunyai
pilihan lain karena kami terus dikepung. Akhirnya kami tetap membeli tiket dari
mereka karena selain tidak ada pilihan lain, harganya pun sama dengan tiket
yang dijual secara resmi.
???:
Kami naik ke kapal dengan sesegera mungkin;
berharap agar segera terbebas dari suasana mencekam di tengah para calo
pelabuhan Lembar ini. Sebuah keadaan yang di luar perkiraan kami karena pada
saat kami tiba di Lombok tidak ada hal seperti ini. Kapal yang kami naiki pun
tidak sebagus kapal yang kami, namun kami tetap berusaha untuk menikmati semua
ini; anggap saja sebagai bumbu agar perjalanan kami makin terasa. Bersamaan
dengan berangkatnya kapal, maka saat itu juga kami mulai meninggalkan pulau
Lombok. Bye Lombok.. Semoga aku bisa mengunjungimu lagi suatu saat nanti..
BALI.. CALO LAGI..
BALI.. CALO LAGI..
Menuju Bali
Kapal yang kami tumpangi mulai melaju ke arah
barat membelah gelapnya selat Lombok, bergerak dengan tujuan pelabuhan Padang
Bai, Bali. Rasa kantuk yang menjadi – jadi membuat kami tertidur selama
perjalanan, walaupun terkadang bangun untuk menikmati suasana malam di atas
kapal; atau jika tidak menonton film Rhoma Irama yang secara terus menerus
diputar oleh petugas kapal selama perjalanan.
Di Dalam Kapal
Cahaya lampu di sebelah barat semakin mendekat
yang menandakan bahwa kami sudah semakin dekat dengan pulau Dewata; Bali. Kami
segera bersiap – siap untuk turun dan saat kapal sudah merapat di dermaga
pelabuhan Padang Bai kami mulai berjalan meninggalkan kapal dan menunggu bus
yang akan mengantar kami ke Gilimanuk lagi.
Kami menunggu kedatangan bus di tempat kami turun dari bus kemarin, dan karena saat itu masih gelap banyak di antara kami yang memutuskan untuk tidur kembali. Bus yang kami tunggu pun tiba, tapi masalah kembali menghampiri kami. Ternyata terjadi perselisihan soal harga antara kami dengan seseorang yang sepertinya adalah calo bus tersebut. Bang Aiip selaku pemimpin perjalanan menghendaki harga Rp35.000,00 karena menurut info yang dia dapatkan memang itulah harga bus yang sebenarnya, namun si calo tetap memaksakan harga pada Rp40.000,00. Negosiasi masih tetap alot karena baik bang Aiip masih terus berjuang, sementara si calo juga masih tetap bertahan dengan harga yang diajukannya.
Merapat ke Bali
Kami menunggu kedatangan bus di tempat kami turun dari bus kemarin, dan karena saat itu masih gelap banyak di antara kami yang memutuskan untuk tidur kembali. Bus yang kami tunggu pun tiba, tapi masalah kembali menghampiri kami. Ternyata terjadi perselisihan soal harga antara kami dengan seseorang yang sepertinya adalah calo bus tersebut. Bang Aiip selaku pemimpin perjalanan menghendaki harga Rp35.000,00 karena menurut info yang dia dapatkan memang itulah harga bus yang sebenarnya, namun si calo tetap memaksakan harga pada Rp40.000,00. Negosiasi masih tetap alot karena baik bang Aiip masih terus berjuang, sementara si calo juga masih tetap bertahan dengan harga yang diajukannya.
Bali Lagi, Masalah Lagi
Saat perundingan tak kunjung menemui titik temu,
kami memutuskan untuk berjalan kaki menjauhi pelabuhan. Ternyata hal tersebut
membuat si calo jengkel sehingga membuat dia naik pitam. Sepanjang perjalanan
dia berulang kali mencaci maki kami; hmm, gak sangka kami mendapat caci makian dari seseorang di
Bali yang terkenal dengan sopan santunnya, tapi tidak tahu juga apakah dia
orang asli Bali atau bukan.
Naik Bus Lagi
Akhirnya bus yang sempat meninggalkan kami
berbalik dan menghampiri lagi. Mungkin karena frustasi akhirnya kami
mendapatkan kesepakatan harga Rp35.000,00. Jelas penumpang dalam jumlah banyak
seperti kami merupakan rejeki bagi mereka. Yah, apapun yang terjadi tetap sama
seperti sebelumnya; kami tetap berusaha menikmati perjalanan ini dan menganggap
kejadian sebelumnya ini adalah bumbu untuk semakin mewarnai cerita perjalanan
kami.
Gilimanuk Lagi
Siang hari sekitar pukul 13.00 WITA kami sampai di pelabuhan Gilimanuk. Kami tidak langsung menyeberang tapi kembali beristirahat. Penyeberangan akan kami lakukan menjelang sore. Waktu siang yang senggang kami gunakan dengan makan dan juga tidur, perjalanan yang melelahkan membuat mata ini sering mengantuk.
Otw Pelabuhan
Sore harinya kami mulai bergerak masuk ke
pelabuhan Gilimanuk untuk menyeberang ke Pulau Jawa. Perasaan kami sama seperti
sebelumnya yaitu campuran antara rasa senang, sedih dan sangat bersyukur.
Suasana sore itu agak berawan, mungkin tepat untuk mewakili rasa sedikit sedih
kami karena perjalanan yang semakin mendekati akhir.
KEMBALI PULANG....
Penyeberangan pun dimulai saat kapal yang kami
naiki mulai bergerak lagi – lagi menuju arah barat, menghantarkan kami ke pulau
asal kami; Jawa. Pulau Bali perlahan semakin terlihat menjauh, sementara di
sebelah barat pulau Jawa terlihat semakin dekat. Sekali lagi kami harus
mengucapkan selamat tinggal kepada pulau Dewata. Selamat tinggal Bali..
Selat Bali Sore Itu
Hari sudah mulai malam saat kami tiba kembali di
Banyuwangi. Kami menginap terlebih dahulu di teras stasiun karena kereta Sri
Tanjung yang akan kami naiki baru berangkat besok pagi.
Stasiun Banyuwangi Baru
Pagi pun tiba. Bersamaan dengan semakin meningginya
matahari, maka semakin dekat pula waktu kami untuk mulai berkemas dan mulai
memasuki kereta. Kami duduk secara terpisah, mungkin karena kami membeli tiket
sendiri – sendiri. Tepat pada waktu keberangkatannya, kereta yang kami naiki;
Sri Tanjung mulai bergerak. Yah, 12 jam lagi sebelum saya sampai rumah.
Sementara masih sehari lagi untuk rekan – rekan yang berdomisili di Jakarta.
Tiket Saya
Saat kereta sampai di stasiun Surabaya-Gubeng,
kami turun dari kereta. Kali ini bukan untuk sekedar melepas penat selama di
kereta atau buang air, namun lagi – lagi adalah sebuah momen perpisahan karena
sebagian besar tim saat itu turun di sini untuk berpindah kereta yang akan
membawa mereka ke Jakarta. Hanya saya dan bang Tebeh yang melanjutkan
perjalanan dengan kereta Sri Tanjung, sementara yang lain turun dan bersiap
untuk menuju stasiun Surabaya-pasar Turi. Well.. Then goodbye my friends..
Suatu kehormatan bisa melakukan pendakian bersama kalian semua.. Semoga
keselamatan akan selalu menyertai kalian semua sampai tujuan nanti.
EPILOGUE
Perjalanan Pulang
Kereta Sri Tanjung terus bergerak kencang ke
arah barat. Matahari yang semakin condong ke barat menandakan bahwa tujuan
saya; stasiun Purwosari di Kota Surakarta semakin dekat. Saya berusaha untuk
menikmati momen di mana sebentar lagi perjalanan ini akan berakhir. Sesuatu
yang tidak akan pernah tergantikan tentunya.
Akhirnya sekitar ba’da maghrib kereta Sri
Tanjung sampai di stasiun Purwosari, Surakarta. Jelas ucapan syukur adalah yang
pertama saya ucapkan begitu turun dari kereta karena Allah SWT telah
mengizinkan saya untuk melaksanakan petualangan yang tak kan pernah terlupakan
sepanjang hayat..
Dan perjalanan panjang selama sepuluh hari telah
berakhir. Sepuluh hari ini benar – benar akan selalu terkenang dalam memori.
Bagaimana dengan mata kepala sendiri E mSelihat betapa indahnya negeri tempat
saya dilahirkan ini. Bahkan pulau Lombok yang saya kunjungi masih bisa dibilang
hanya salah satu tempat yang mempesona di bumi Indonesia ini. Sementara masih
banyak lagi tempat – tempat indah yang terhampar luas di negeri ini; Pulau
Komodo, Labuhan Bajo, dan danau Kelimutu di Flores; Raja Ampat di Papua; dan
masih banyak lagi. Mungkin sisa umur sekarang tidak akan cukup untuk menjelajah
semua keelokan yang terbentang di seluruh penjuru negeri ini...
"Ya Allah. Terima kasih,
Segala Puji Bagi-Mu karena Engkau telah mentakdirkan aku terlahir sebagai putra
bangsa negara Indonesia. Negeri yang kau ciptakan dengan hamparan keindahan
yang seolah tak ada habisnya. Lindungilah selalu negeri ini ya Allah. Buatlah
aku bisa untuk setidaknya mampu berkontribusi memajukan negeri ini. Ya Allah,
aku ingin sekali bisa memberikan sesuatu yang berharga untuk negeri.." Aamiin
TANAH
AIRKU
Tanah Air Ku Tidak Ku Lupakan..
Kan Terkenang Selama Hidupku..
Biarpun Saya Pergi Jauh..
Tidakkan Hilang Dari Kalbu..
Tanah Ku Yang Ku Cintai..
Engkau Ku Hargai..
Walaupun Banyak Negeri Ku Jalani..
Yang Mahsyur Permai Di Kata Orang..
Tetapi Kampung Dan Rumahku..
Di Sanalah Ku Merasa Senang..
Tanah Ku Tak Ku Lupakan..
Engkau Ku Banggakan..
FIN
Posting Komentar
Posting Komentar