SETENGAH JALAN NAPAK TILAS JALUR KERETA API WONOGIRI-BATURETNO

3 komentar
Konten [Tampil]
Perjalanan napak tilas saya kali ini merupakan perjalanan ketiga usai napak tilas jalur kereta api Yogyakarta-Palbapang dan jalur kereta api PurWOREJO-KUTOARJO. Perjalanan ketiga kali ini juga berhubungan dengan perjalanan yang sedang saya lakukan saat melakukan EXPLORE WONOGIRI pada postingan sebelumnya. Jalur kereta api lawas yang saya napak tilasi kali ini adalah jalur Wonogiri-Baturetno.

Jalur Kereta Api Wonogiri-Baturetno
Jalur Kereta Api Wonogiri-Baturetno
Sejarah Singkat Jalur Kereta Api Wonogiri-Baturetno

Dulunya jalur kereta api dari Stasiun Purwosari hingga Stasiun Wonogiri masih berlanjut hingga ke Baturetno. Saya juga menemukan sebuah peta jalur kereta api yang begitu lengkap di dinding Stasiun Wonogiri. Bukan hanya peta jalur aktif saja yang ditampilkan di peta tersebut, jalur-jalur yang kini sudah mati pun turut ditampilkan termasuk jalur dari Wonogiri menuju Baturetno.

Stasiun Wonogiri yang Masih Aktif
Stasiun Wonogiri yang Masih Aktif
Menurut salah seorang warga yang saya temui saat sarapan di warung soto depan stasiun, beliau mengatakan bahwa dulu jalur kereta memang berlanjut sampai Baturetno. Akan tetapi jalur tersebut ditutup pada tahun 1981 saat pembangunan Waduk Gajah Mungkur dimulai karena rel menuju Baturetno tercaplok oleh waduk sehingga terputuslah jalur kereta api antara Wonogiri dengan Baturetno.


Dimulai dari Wonogiri

Napak tilas saya lakukan dari Stasiun Wonogiri usai melakukan perjalanan dari Kota Surakarta dengan menggunakan railbus Batara Kresna. Postingan sebelumnya mengisahkan saya yang akhirnya memilih untuk melakukan perjalanan ke Waduk Gajah Mungkur. Sebenarnya bisa saja saat itu saya memilih untuk naik kendaraan umum, tetapi akhirnya saya memilih untuk berjalan kaki sambil napak tilas jalur kereta api yang dulunya berlanjut ke selatan dari Stasiun Wonogiri.

Stasiun Wonogiri
Stasiun Wonogiri
Saya terus berjalan menyusuri rel yang masih sedikit berlanjut ke arah selatan Stasiun Wonogiri. Hanya beberapa meter berjalan ternyata jalur kereta api memang sudah benar-benar berakhir. Terdapat sebuah dinding beton yang berada di ujung rel sekaligus sebagai tanda akhir dari rel yang membentang panjang dari Kota Surakarta hingga Wonogiri. Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri jalan kampung yang dulunya merupakan jalur kereta api. Sebenarnya ada sedikit peninggalan kereta api berupa sisa jalur dan juga bekas gudang, akan tetapi sayang saya lengah dan lupa mengabadikannya.

Penghujung Jalur Kereta Api
Penghujung Jalur Kereta Api
Zoom
Perjalanan saya berlanjut memyusuri rel kereta api yang sekarang sudah menjadi jalan kampung. Secara sepintas memang tidak ada yang mengira bahwa jalan kampung yang saya lewati saat itu dulunya merupakan rel tempat sang ular besi berjalan. Sesuatu yang menjadi pengingat bahwa dulunya jalan kampug tersebut adalah rel kereta api adalah adanya papan bertuliskan bahwa lahan tersebut adalah milik dari PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI).

Plang Penanda Lahan Milik PT.KAI
Plang Penanda Lahan Milik PT.KAI
Sepintas bagi orang yang tidak tahu, tentunya aneh rasanya saat melihat plang informasi lahan yang dimiliki PT. KAI tersebut. Biasanya di lahan milik PT. KAI pasti terdapat rel dan sarana-pra sarana perkeretaapian. Akan tetapi kali ini plang tersebut berada di tengah perkampungan yang tidak ada tanda-tanda perkeretaapian; baik sarana maupun prasarananya. Tentu membutuhkan wawasan pengetahuan bahwa daerah tersebut dulunya merupakan jalur kereta api.

Jalan Bekas Rel Kereta Api
Jalan Bekas Rel Kereta Api
Wonogiri yang berasal dari kata Wono/Wana yang berarti hutan dan Giri berarti gunung. Oleh karena itu topografi Kabupaten Wonogiri merupakan pegunungan dan hutan. Pemandangan tersebut dapat disaksikan dengan jelas dari tempat kaki melangkah pada napak tilas saya saat itu. Cuaca yang cukup cerah membuat pemandangan yang tersaji pada pagi itu begitu indah. Bekas jalur rel tempat saya berjalan saat itu cukup berada di ketinggian sehingga pemandangan jauh ke arah timur terlihat mengagumkan.

"Wono/Wana" Berarti hutan & "Giri" Berarti Gunung
"Wono/Wana" Berarti hutan & "Giri" Berarti Gunung
Pemandangan ke Timur
Pemandangan ke Timur
Terus berjalan ke arah selatan, saya tidak ragu untuk melangkah karena papan penanda lahan milik PT. KAI masih selalu ada. Jikalau bingung, saya masih bisa bertanya kepada warga setempat. Ternyata masih banyak juga warga yang menjadi saksi mata melintasnya kereta api menuju Baturetno dahulu. Selain papan tersebut, terdapat sebuah makan bernama DPR; bukan yang terhormat “Dewan Perwakilan Rakyat”, tetapi merupakan singkatan dari “Daerah Pinggir Ril” sehingga semakin menambah keyakinan saya bahwa dulu memang ada rel kereta di sini.

DPR "Daerah Pinggir Rel"
DPR "Daerah Pinggir Rel"
Jalan kampung yang ada rata-rata terbuat dari semen atau paving. Seperinya jalan kampung tersebut dibuat oleh masyarakat setempat usai jalur kereta api dari menuju Baturetno dimatikan untuk mempermudah transportasi. Selang beberapa lama saya berjalan akhirnya saya sampai juga di jalan utama Wonogiri menuju Pracimantoro. Sementara itu jalur kereta api lurus ke arah selatan menyeberangi jalan utama tersebut yang ditandai dengan adanya papan penanda lahan milik PT. KAI di seberang jalan sehingga saya menyeberang jalan dan lanjut menyusuri bekas jalur kereta api itu.

Masih Lahan Milik PT. KAI
Masih Lahan Milik PT. KAI

Dihadang Dinding Raksasa Bendungan Waduk Gajah Mungkur

Selanjutnya perjalanan masih sama seperti sebelumnya yaitu menyusuri jalan kampung. Akan tetapi tiba-tiba saja saya berjalan di tengah-tengah jalan sempit yang sempat membuat bingung mengenai di mana bekas jalur kereta apinya. Pertanyaanpun mulai bermunculan di kepala saya salah satunya adalah apakah jalur lawas tersebut sudah tertutup oleh rumah-rumah yang berdiri di atasnya. Untungnya saat itu ada bapak-bapak baik hati yang menunjukkan saya di mana jalur lawas tersebut berada. Ternyata saya hanya sedikit melenceng saja karena tak lama kemudian saya kembali ke jalur lawas kereta api yang ditandai dengan adanya besi bekas rel.

Besi Penanda Jalur Kereta Api
Besi Penanda Jalur Kereta Api
Perjalan saya terus berlanjut, akan tetapi ternyata jalan kampung yang sejak tadi saya telusuri telah habis karena terdapat sebuah sungai. Sempat saya bingung bagaimana cara melewati sungai tersebut tanpa harus berputar ke jalan, untunglah sungai tersebut tidaklah besar sehingga bisa diseberangi dengan melompati aliran airnya. Tentunya saya harus berhati-hati agar tidak terpeleset. Selain itu, terdapat jalan setapak sehingga lembah sungai tersebut dapat dilewati. Terdapat satu peninggalan jalur kereta api di sungai ini yaitu konstruksi bekas penyangga jembatan kereta api, meskipun jembatan kereta api sudah tiada.

Bekas Konstruksi Jembatan Kereta Api
Bekas Konstruksi Jembatan Kereta Api
Usai menyeberangi sungai, saya bertemu dengan jalan aspal. Jalur kereta api terus berlanjut ke seberang jalan, akan tetapi kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk dilewati lagi bahkan dengan berjalan kaki. Semak dan pepohonan yang cukup lebat mulai menutupi bekas jalur rel. Kawasan rel tersebut juga sudah memasuki wilayah PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Waduk Gajah Mungkur yang tertutup untuk umum.

Semak-semak yang Begitu Lebat di Depan Sana
Saya kemudian berjalan ke jalan masuk PLTA Waduk Gajah Mungkur. Jika menggunakan kendaraan bermotor, petugas keamanan yang melihat pasti akan langsung menegur dan menyuruh untuk berputar balik. Akan tetapi saat itu saya berjalan kaki ditambah sedang ada acara jogging yang dilakukan oleh pegawai suatu instansi sehingga saya bisa meneruskan perjalanan mendekati kawasan PLTA. Bekas jalur rel berada di kiri jalan di tengah kawasan hutan yang cukup lebat.

Off Limits Area
Akhirnya saya sampai di pintu menuju wilayah operasional PLTA Waduk Gajah Mungkur. Mulai dari sini yang diperbolehkan masuk hanyalah petugas berwenang. Mau tidak mau saya harus berhenti di sini daripada dimarahi petugas keamanan jika nekat. Untung saja saya masih diperkenankan untuk duduk beristirahat di pos satpam dan juga mengambil foto dari sekitar situ. Bendungan Waduk Gajah Mungkur terlihat memanjang ke arah timur dan memotong jalur rel menuju Baturetno bagaikan dinding raksasa yang menghalangi jalur rel untuk terus berlanjut.

Kawasan Operasional PLTA Waduk Gajah Mungkur
Kawasan Operasional PLTA Waduk Gajah Mungkur
Bendungan PLTA Waduk Gajah Mungkur
Bendungan PLTA Waduk Gajah Mungkur

Epilogue

Usai cukup beristirahat, saya kembali karena memang tidak bisa maju lagi. Setidaknya saya sudah tahu di daerah mana jalur rel lawas menuju Baturetno ini terputus oleh Waduk Gajah Mungkur sembari membayangkan bagaimana keadaannya dahulu kala. Sebenarnya masih ada peninggalan kereta api di daerah Baturetno, akan tetapi karena saat itu saya tidak membawa kendaraan pribadi maka saya tidak bisa melanjutkan penelusuran di Baturetno. Mungkin suatu saat nanti saya akan pergi ke Baturetno dengan kuda besi dan lanjut menyusuri bekas jalur kereta api yang terputus oleh Waduk Gajah Mungkur.

Perjalanan EXPLORE WONOGIRI saya berlanjut menuju pintu masuk wisata Waduk Gajah Mungkur….
Anggara Wikan Prasetya
Perkenalkan, Anggara Wikan Prasetya, pemilik Menggapai Angkasa.

Related Posts

3 komentar

Yuda mengatakan…
Masih menunggu kelanjutannya.. 😊
cah mbatu mengatakan…
terimakasih mas anggara, telah mengulas tentang perkeretaapian di wonogiri. ( sy tertariknya malah yang baturetno ).
di chanel youtube, jg sudah ada mas maybi prabowo, meliput, yg akhirnya bagi kita anak2 yg lahir th 90an mengerti bahwa dulu di baturetno itu ada jalur kereta api lengkap dengan stasiunnya.
1x lg, terimakasih: kita tunggu karya anda berikutnya