Perjalanan Paling Berkesan 2019: Dieng, Negeri di Atas Awan Bagian I

11 komentar
Konten [Tampil]
Menggapaiangkasa.com - Assalamualaikum Wr.WB. Setelah sekian lama vakum menulis dari dunia blog, entah mengapa saya kembali mendapat semangat untuk menulis di awal 2020 ini. Syukur Alhamdulillah, setidaknya saya masih ingat kalau punya blog.. hehe


Dataran Tinggi Dieng
Dataran Tinggi Dieng, Banjarnegara
Jika diibaratkan buku, tahun 2020 baru halaman pertama. Bagi saya, masih belum ada kisah menarik yang bisa diceritakan. Namun, berbeda dengan 2019 yang seolah bagai satu chapter novel yang baru selesai, ada banyak kisah di dalamnya.

Salah satu dari sekian banyak cerita saya di tahun 2019 ada di sebuah tempat yang mendapat juluan sebagai Negeri di Atas Awan. Tempat seperti itu ternyata tak hanya ada di dalam dongeng, di dunia nyata pun tempat itu ada.


(Solo-Dieng, Banjarnegara)

Negeri di Atas Awan ternyata hanya berjarak sekitar 154 kilometer dari domisili saya di Kota Surakarta. Jika ditempuh dengan motor, hanya butuh waktu sekitar empat jam. Tempat itu bernama Dieng yang ada di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

Dieng Culture Festival 2019

Meski demikian, sebelumnya saya belum pernah benar-benar berkunjung ke Dieng. Memang saya sudah pernah penginjakkan di sana sebelumnya, tetapi hanya sebatas numpang lewat usai menyelesaikan pendakian ke Gunung Prau. 

Kali ini di tahun 2019, syukur Alhamdulillah saya akhirnya benar-benar menjadikan Dieng sebagai tujuan. Semua itu berawal dari gelaran akbar tahunan di sana, yakni Dieng Culture Festival (DCF) 2019 yang dimulai Jumat (2/8/2019).
Salah satu rangkaian acara DCF 2019
Salah satu rangkaian acara DCF 2019
Usaha lobi-lobi saya dengan pihak/dinas terkait agar bisa meliput acara tersebut ternyata berhasil. Jika harus membayar penuh sekitar Rp300.000, jujur biaya sebesar itu memberatkan.

Belum lagi, saya masih harus memikirkan biaya transportasi Solo-Dieng PP yang ditanggung secara pribadi. Bukan hanya transportasi, masih ada pula tanggungan seputar penginapan, mengingat Dieng pada saat itu sedang dingin-dinginnya.

Usaha dan upaya pun tidak mengkhianati hasil. Tentu saya pun tidak lantas menjadikan upaya lobi tersebut untuk bisa mendapat free entry saja. Tugas peliputan DiengCulture Festival 2019 pun tetap saya lakukan sepenuh hati.

DCF 2019 Hari pertama: Kongkow Budaya

Jumat itu, Dieng yang dingin sudah mulai ramai. Memang acara DCF selalu mampu menarik minat wisatawan dari seluruh penjuru negeri. Beberapa jam usai penjualan tiket dibuka di Instagram, pasti akan ludes dalam sekejap.

Tak hanya tiket, penginapan di Dieng pun juga akan penuh dipesan pengunjung DCF. Bahkan menurut salah satu pemilik penginapan yang saya tanyai, penginapan miliknya sudah dipesan setahun sebelum gelaran DCF 2019.
Acara Kongkow Budaya pada DCF 2019
Acara Kongkow Budaya pada DCF 2019
Pembukaan acara dilakukan sekitar pukul 09.00 WIB dengan salah satu rangkaian acara berjudul Aksi Bersih Dieng. Peserta dan anak-anak sekolah di kawasan Dieng sangat bersemangat membersihkan venue acara berama-ramai.

“Aksi Bersih Dieng ini merupakan salah satu sarana edukasi bagi para wisatawan dan masyarakat agar tetap menjaga kebersihan saat berkunjung ke Dieng,” kata Ketua Dieng Culture Festival 2019 Alif Fauzi.
Anak-anak yang semangat melakukan Aksi Dieng Bersih
Anak-anak yang semangat melakukan Aksi Dieng Bersih
Acara selanjutnya, yakni Kongkow Budaya baru akan digelar pada sore hari. Sembari menunggu sore, pengunjung bisa menyambangi stan-stan kuliner dan kopi di sekitar Lapangan Arjuna.

Begitu sore tiba, tepatnya ba’da Ashar, acara Kongkow Budaya pun dimulai. Konsep rangkaian acara itu adalah seperti Macapat Syafaat yang dibawakan Emha Ainun Najib atau Cak Nun.

Kali ini di DCF 2019, acara Kongkow Budaya menghadirkan beberapa pembicara dari kiyai-kiyai kondang setempat untuk memberi pencerahan seputar budaya dengan agama.
Mas Sabrang atau Noe Letto saat acara Kongkow Budaya DCF 2019
Mas Sabrang atau Noe Letto saat acara Kongkow Budaya DCF 2019
Hadir pula dalam acara tersebut, Mas Sabrang Mowo Damar Panuluh atau yang dikenal Noe sebagai vokalis group band Letto. Acara semakin menarik dengan diisi sajian musik khas Gamelan Kiai Kanjeng.

Jazz Atas Awan

Malam hari pun akhirnya tiba di Dieng. Udara kian dingin seiring langit yang mulai ditelan gelapnya malam. Jaket tebal pun menjadi bawaan wajib bagi mereka yang datang ke Dieng saat itu.

Acara puncak pada gelaran DCF 2019 pun tiba, yakni Jazz Atas Awan. Hanya mereka yang membeli tiket-lah yang bisa masuk ke area panggung. Mereka yang tidak punya tiket hanya bisa menikmati acara dari kejauhan.

Perlahan tapi pasti, ribuan orang mulai memadati venue Jazz Atas Awan. Meski demikian, udara dingin tetap terasa begitu menggigit. Ribuan orang yang berkerumum di lapangan seolah tak berpengaruh terhadap dinginnya udara Dieng.
Jazz Atas Awan pada Dieng Culture Festival 2019
Jazz Atas Awan pada Dieng Culture Festival 2019
Namun, itulah senasi DCF yang tidak bisa didapatkan di tempat lain. Jika biasanya menonton konser beramai-ramai akan gerah, maka hal itu tidak berlaku bagi mereka yang menonton konser di Dieng.

Malam Jazz Atas Awan semakin syahdu ketika penampil utamanya, yakni Pusakata eks Payung Teduh membawakan lagu-lagunya yang sangat pas dilantunkan di tengah dinginnya malam Dataran Tinggi Dieng.

Penonton pun seolah tak kuasa untuk ikut bernyanyi saat sang vokalis membawakan lagu-lagu yang familiar seperti Menuju Senja hingga salah satu lagu legendaris berjudul Akad.
Penampilan Pusakata pada Jazz Atas Awan DCF 2019
Penampilan Pusakata pada Jazz Atas Awan DCF 2019
Penampilan puncak Pusakata pun diakhiri dengan lagu yang seakan menyatu dengan syahdunya malam DCF 2019, Untuk Perempuan yang Sedang dalam Pelukan.

Sang vokalis pun menjelaskan asal muasal terciptanya lagu tersebut sebelum menyanyikannya. Untuk Perempuan yang Sedang dalam Pelukan terinspirasi ketika ia melihat si buah hati tertidur lelap dalam pelukan ibunya.

Meski malam itu ramai, ternyata pengunjung masih bisa keluar venue dengan lancar. Kemacetan pun tidak terjadi. Saya pun masih bisa berkendara menembus dinginnya malam menuju Kota Wonosobo, tempat saya menginap.

Keesokan harinya, saya sudah harus bangun pagi untuk kembali ke Dieng. Acara Dieng Culture Festival 2019, masih berlanjut
Anggara Wikan Prasetya
Perkenalkan, Anggara Wikan Prasetya, pemilik Menggapai Angkasa.

Related Posts

11 komentar

Rhoshandhayani KT mengatakan…
keren yaa
Semeru kayaknya belum pernah ada festival segede ini
Adie Riyanto mengatakan…
Acara ini dari tahun ke tahun makin hits saja. Saya pernah main ke Dieng waktu itu. Ke kompleks Candi Arjuna ini lalu jalan ke Kawah Sikidang dan lainnya. Keren sih emang. Oiya, yang gak kalah uniknya itu sama legenda rambut gimbal itu lho hehehe
Ella Fitria mengatakan…
alhamdulillah nulis lagiiii, wkwkwk
ketagihan ke dieng lagi kan? wkwkwk
2020 ayo dcf lagi
Anggara Wikan Prasetya mengatakan…
Doakan istiqomah yak.. hehe
Anggara Wikan Prasetya mengatakan…
Ning Bromo kudune enek ya..
Tapi debune mesti sing dadi masalahe..
Anggara Wikan Prasetya mengatakan…
Enak mainnya pas weekdays.. Sepi jadinya.. hehe

Untuk ritual rambut gimbal, nanti sy tulis juga ms di Part II..
Anonim mengatakan…
wah ramenya.. saya gak pernah ke Dieng apalagi ke Dieng pas ada acara budaya kaya gini..

walaupun udah dempet2an bareng ribuan orang lainnya, ternyata tetep dingin ya kalau di Dieng..

-Traveler Paruh Waktu
Baktiar77 mengatakan…
Aku juga sangat terkesan dengan Dieng dan kayaknya 2-3 hari belum dapat apa-apa karena banyak spot yang masih belum dapat, satu spot aja bawaannya mau lama-lama je
Anggara Wikan Prasetya mengatakan…
Mesti ke Dieng ms.. Kalau misal tahun ini ada DCF lagi..

Iya, gak nyangka juga.. Sempet ngira paling bakal agak anget, ternyata enggak..
Anggara Wikan Prasetya mengatakan…
Dinginnya pas malem yg bikin g betah lama" di sana.. haha
abasozora mengatakan…
Mesti ademe pooolll nek kayak foto sing pertama, saya dateng jam 3 an saja udah adem bgt