Perjalanan Paling Berkesan 2019: Dieng, Negeri di Atas Awan Bagian II

8 komentar
Konten [Tampil]
Menggapaiangkasa.com – Sabtu (3/8/2019). Pagi itu rasanya mata, fisik, dan dinginnya udara seolah berkolaborasi untuk mengalahkan niatan saya datang ke Dieng Culture Festival (DCF) hari ke-2.


Penampilan Kubro Siswo pada Dieng Culture Festival 2019
Penampilan Kubro Siswo pada Dieng Culture Festival 2019
Wajar saja, semalam saya baru sampai kembali di Kota Wonosobo, tempat saya menginap di rumah teman sekitar tengah malam. Paginya, saya harus bangun pagi untuk kembali ke Negeri di Atas Awan guna menghadiri gelaran yang sama pada hari ke-2.

Syukur Alhamdulillah, niatan saya tetap menang. Meski mengantuk dan lelah, saya tetap mandi pagi di tengah dinginnya udara Kota Wonosobo kemudian segera bersiap untuk memacu kuda besi kembali ke Dieng.
Wonosobo-Dieng

Pada hari ke-2 penyelenggaraan DCF 2019, akan ada beberapa acara seperti pentas seni, hingga acara puncak yakni Senandung Negeri di Atas Awan yang akan dimeriahkan dengan penerbangan lampion.

Kecelakaan..!

Akan tetapi, perjalanan saya menuju Dieng kali ini sempat tertunda. Saat melintasi jalan utama Wonosobo-Dieng, kondisi lalu-lintas mendadak macet. Awalnya, saya mengira kemacetan terjadi karena meningkatnya arus kendaraan menuju venue DCF 2019.

Namun, ternyata kemacetan disebabkan karena terjadi kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata dan minibus. Saya tidak menjadi saksi mata terjadinya kecelakaan karena kondisi bus sudah ringsek saat saya melintas.
Kecelakaan bus di jalan Wonosobo-Dieng
Kecelakaan bus di jalan Wonosobo-Dieng
Menurut keterangan beberapa warga yang sempat menjadi saksi mata terjadinya kecelakaan, tabrakan tersebut terjadi karena salah satu bus melanggar marka jalan saat berada di tikungan.

Akibatnya, bus tidak dapat menghindari tabrakan. Tampak minibus yang mengalami kerusakan lebih parah. Jalan Wonosobo-Dieng memang cukup sempit dan menanjak sehingga perlu kehati-hatian saat melintasinya.

Kesenian Kubro Siswo

Saya pun akhirnya tiba di Dieng pada siang hari. Berbeda dengan hari sebelumnya. Sabtu siang itu kawasan Dieng mulai dipadati pengunjung. Makin sore, keadaan makin padat dan ramai oleh pengunjung yang berdatangan.

Tak hanya mereka yang berasal dari daerah jauh seperti Jakarta. Tampak pula pengunjung yang datang dari daerah-daerah sekitar seperti Kota Banjarnegara, Magelang, atau Wonosobo sehingga makin menjadikan ramai kawasan Dieng.

Saya baru kembali mengikuti acara pada sore hari. Agenda acara pada sore itu adalah pertunjukan seni khas Dieng. Salah satu kesenian yang ditampilkan bernama Kubro Siswo.
Pengiring Kesenian Kubro Siswo dengan gamelan tradisional minimalis
Pengiring Kesenian Kubro Siswo dengan gamelan tradisional minimalis

Sekilas, Kubro Siswo mirip pertunjukan jathilan. Pertunjukan menampilkan sekelompok pendari yang didandani berbagai macam.

Ada penari yang dirias menyerupai buta atau raksasa, ada pula yang memakai kostum kerbau, leak, dan rangda. Penari diiringi musik gamelan tradisional dan angklung.
Penampil pada Kesenian Kubro Siswo
Penampil pada Kesenian Kubro Siswo

Awalnya, pertunjukan berjalan biasa saja seperti tarian pada umumnya. Namun, keseruan Kubro Siswo ternyata baru akan dimulai.

Tarian hingga iringan musik tradisional itu ternyata merupakan bagian dari ritual untuk mengundang makhluk tak kasat mata yang kemudian merasuki para penari.
Peserta Kubro Siswo yang kerasukan dan bertingkah seperti macan
Peserta Kubro Siswo yang kerasukan dan bertingkah seperti macan

Saat kesurupan, penari akan pingsan sejenak. Ia lalu bangun dan bertingkah aneh, salah satunya seperti seekor harimau. Mereka kemudian diberi sesaji seperti air kelapa atau bunga tujuh rupa.

Penari yang kesurupan lalu akan menari mengikuti alunan gamelan. Gerakan mereka akan berbeda dengan penari lain yang tidak kesurupan.

Kesurupan..!

Keseruan Kubro Siswo ternyata tak hanya dari penampil saja. Saat pementasan tengah berlangsung, beberapa penonton di sekitar panggung pun bisa ikut kesurupan.
Penonton Kesenian Kubro Siswo yang ikut kerasukan
Penonton Kesenian Kubro Siswo yang ikut kerasukan

Tentu fenomena itu membuat penonton lain menjadi takut dan khawatir, jika tiba-tiba dirinya yang kesurupan. Saya pun merasakan hal yang sama sehingga berusaha semaksimal mungkin agar tidak melamun.

Penonton yang kesurupan kemudian langsung ditangani anggota tim kesenian. Sama seperti lainnya, mereka juga akan diberi sesaji seperti air kembang atau kelapa dan ikut menari bersama penari lainnya.
Pengiring Kesenian Kubro Siswo yang ikut kerasukan
Pengiring Kesenian Kubro Siswo yang ikut kerasukan
Saat penonton yang kesurupan jatuh pingsan, maka ia akan dibawa ke sebuah tenda untuk dinetralkan atau dibersihkan.

Terkadang, penari yang kesurupan menjadi lepas kendali. Saya menyaksikan sendiri saat ada seseorang yang tiba-tiba menubruk kerumunan penonton sehingga menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran.
Peserta Kubro Siswo yang kesurupan berusaha menyerang penonton
Peserta Kubro Siswo yang kesurupan berusaha menyerang penonton

Saya kembali bersiap, andai ada penari kesurupan yang tiba-tiba menubruk kerumunan tempat saya berada. Saya yang semula duduk bersila pun mulai duduk bersimpuh agar bisa segera lari andai sewaktu-waktu penari lepas kendali.

Ketika pementasan berakhir, saya pun mendatangi salah satu peserta yang tadinya kesurupan. Tentu saja ia sudah dinetralkan sehingga seratus persen sadar. Saya bertanya seputar apa yang ia rasakan saat kesurupan.
Peserta kerasukan yang berhasil dikendalikan
Peserta kerasukan yang berhasil dikendalikan

“Waduh, rasanya enggak karuan. Saya enggak sadar pas kesurupan tadi itu bagaimana,” kata seorang penari bernama Wiyan.

Syukur Alhamdulillah, saya juga berkesempatan bertemu dengan ketua tim kesenian bernama Tirta Sura yang menampilkan Kubro Siswo bernama Sugiyo Ma’rifat dan menanyakan seputar kesenian ini.
Penonton Kesenian Kubro Siswo yang ikut kerasukan
Penonton Kesenian Kubro Siswo yang ikut kerasukan

“Semua orang yang hadir di pementasan bisa kesurupan, termasuk penonton. Namun, masyarakat keturunan Dieng atau yang punya darah Dieng lebih besar kemungkinannya untuk dirasuki,” kata pria yang akrab disapa Giyo itu.

Ia melanjutkan, saat pementasan tadi ada salah satu penonton dari Pekalongan yang kesurupan. Pada pementasan sebelumnya, pernah penonton yang kesurupan berasal dari Magelang.

Perjanjian dengan makhluk tak kasat mata

Ternyata kesenian Kubro Siswo memang memanggil makhluk ghaib untuk datang. Mereka pun diminta untuk merasuki penari-penari yang tampil.

Meski demikian, ada perjanjian khusus. Makhluk ghaib harus sepakat kalau mereka hanya akan meminta sesuatu atau sesaji yang ada di sekitar lokasi pementasan.
Peserta kerasukan yang diberi air kelapa
Peserta kerasukan yang diberi air kelapa
“Saat orang mau kesurupan, ia akan menikmati sekali alunan musiknya. Ia pun akan merasa terhipnotis dengan alunan musik gamelan tradisional,” kata Pak Giyo.

Saat sedang berbincang, tiba-tiba ada seorang tim penampil yang datang. Ia berkata jika ada beberapa peserta kerasukan yang hanya bisa dinetralkan Pak Giyo.

Ketua tim kesenian Tirta Sura itu pun langsung kembali ke venue acara dan melakukan beragam tindakan untuk menetralkan peserta yang kesurupan.
Pak Giyo berusaha menetralkan peserta Kubro Siswo yang kerasukan
Pak Giyo berusaha menetralkan peserta Kubro Siswo yang kerasukan
Salah seorang peserta yang kerasukan meminta untuk dinyanyikan lagu Jawa dengan diiringi gamelan. Saat permintaannya dituruti, maka ia pun segera sadar kembali.

Namun, ada salah satu peserta yang sampai harus dicambuki agar bisa kembali netral. Pak Sugiyo pun dengan sekuat tenaga mencambuki peserta yang kesurupan. Anehnya, orang yang dicambuki sama sekali tidak merasakan sakit.

Usai dicambuki beberapa kali, peserta tersebut tidak lagi kesurupan dan kembali sadar. Memang, beberapa hal tidak bisa dinalar menggunakan akal sehat.

Proses penetralan peserta Kubro Siswo dengan dicambuk
Proses penetralan peserta Kubro Siswo dengan dicambuk
Menurut Pak Giyo, kesenian Kubro Siswo sebenarnya berasal dari Magelang. Namun, kesenian tersebut berkembang dan menyesuaikan dengan budaya yang ada di Dieng.

Kesenian Kubro Siswo di Dieng berhubungan dengan Kaladete yang merupakan legenda setempat. Saat tampil, kesenian ini juga menampilkan barongan yang merupakan budaya khas masyarakat Dieng.

Acara sore hari pun telah selesai. Gelaran Dieng Culture Festival 2019 akan kembali berlanjut pada malam hari nanti……
Anggara Wikan Prasetya
Perkenalkan, Anggara Wikan Prasetya, pemilik Menggapai Angkasa.

Related Posts

8 komentar

Rika Verry Kurniawan mengatakan…
Tahun ini bakal diadakan kapan lagi mas? November 2019 kemarin pas ke Dieng cuma jalan jalan ga lihat pertunjukan serupa ini disana
Anonim mengatakan…
ngeri sampe penontonnya ikut kesurupan yaa.. bener bgt tuh, kalau kondisi kaya gitu upayakan tetep fokus, jangan melamun...

-Traveler Paruh Waktu
andi nugraha mengatakan…
Ya Allah, itu sampe gitu mobilnya, Mas. Berarti parah ya kecelakaannya itu. Semoga gak terjadi lagi. Kalau mudik juga kadang aku suka nemuin ada aja yang kecelakaan.

Baru tau kalau ternyata Kubro Siswo semacam jatilan gitu. Kegiatan seperti itu sepertinya tiap kota ada ya, mungkin beda-beda namanya saja. Memang acara gini baiknya yang nonton jangan sampe melamun atau kosong. Biar gak ikut kesurupan.
Rhoshandhayani KT mengatakan…
aku lali, wes komen opo durung
Anggara Wikan Prasetya mengatakan…
Kurang tau sy..
Kalau awal Agustus, semoga kondisi sudah normal kembali.. Aamiin
Anggara Wikan Prasetya mengatakan…
Iya... Takutnya kita yang kesurupan.. Atau orang sebelah kita..
Anggara Wikan Prasetya mengatakan…
Betul.. Mesti hati" makannya..

Bisa jadi.. Tapi Kubro Siswo itu yang paling lama durasi pertunjukannya..
Anggara Wikan Prasetya mengatakan…
Urung.. Ki lagi komen.. haha