Konten [Tampil]
Postingan kali ini merupakan seri ke-3 dari
acara Jelajah Peradaban Mataram Islam yang diadakan oleh Komunitas Malam Museum. Setelah penjelajahan pada tanggal 14 Oktober 2017 di
KOTAGEDE-KERTO-PLERET dan tanggal 15 Oktober 2017 di KARTASURA-SURAKARTA-MANGKUNEGARAN,
penjelajahan terhadap peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang ke-3 pada Hari
Minggu tanggal 22 Oktober 2017 ini akan diadakan di
Imogiri-Yogyakarta-Pakualaman.
Keraton Yogyakarta; Satu dari Tujuan Kami Kali ini |
Menuju Peristirahatan Terakhir Para Raja
Waktu keberangkatan
kami pada perjalanan ke-3 kali ini sama dengan 2 perjalanan sebelumnya. Peserta
juga terlebih dahulu berkumpul di Gelanggang Mahasiswa Universitas Gadjah Mada
untuk melakukan registrasi ulang dan mendapatkan briefing dari panitia. Satu
hal yang berbeda adalah bus yang digunakan karena ada 1 bus yang berbeda
sehingga penempatan peserta sedikit mengalami perubahan.
Briefing oleh Panitia dari @malamuseum |
Tujuan awal dari perjalanan kami kali ini adalah
menuju Makam Para Raja di Imogiri. Bus berangkat dari Gelanggang Mahasiswa UGM
tepat pada pukul 08.00 WIB dengen estimasi waktu tempuh kurang-lebih 1 jam. Menurut
panitia ketika briefing, waktu kunjungan kami di Makam Raja Imogiri adalah
sekitar 2 jam karena pukul 11.00 WIB kami sudah harus berangkat ke destinasi
ke-2.
Mangkaat |
Sekitar pukul 09.00 WIB kami tiba di destinasi
awal, tetapi kami tidak turun di kawasan Makam Raja Imogiri melainkan di sebuah
tempat yang merupakan sekretariat dari Makam Raja Imogiri. Kami dibriefing
terlebih dahulu oleh petugas yang ada yaitu Pak Sugiarto mengenai tata tertib
saat berkunjung.
Briefing Sebelum Masuk Kawasan Makam Raja Imogiri |
Tata tertib yang disampaikan oleh beliau antara lain:
- Menjaga tingkah laku saat berada di kawasan makam.
- Menjaga tutur kata saat berada di kawasan makam.
- Laki-laki harus mengenakan kain jarik, baju peranakan, dan blangkon.
- Wanita harus mengenakan kain panjang, kemben, dan melepas semua perhiasan.
- Wanita yang sedang kedatangan tamu bulanan dilarang masuk makam.
- Biaya sewa pakaian sebesar Rp20.000,00 (belum termasuk biaya masuk makam)
Usai penjelasan tersebut, peserta langsung berjalan menuju Makam Raja Imogiri yang lokasinya sudah tidak jauh lagi. Akan tetapi meskipun jaraknya tidak begitu jauh, panasnya matahari selain membuat stamina cepat terkuras, juga membuat lekas haus. Tidak sedikit peserta yang menggunakan payungnya, meskipun tidak hujan guna melindungi diri dari panas matahari.
Jalan Kaki Menuju Makam Raja Imogiri |
Jelajah Peradaban Mataram Islam |
Makam Raja-Raja Imogiri
Sejarah dari Makam
Raja di Imogiri ini cukup menarik. Makam ini merupakan peninggalan Kerajaan
Mataram Islam sewaktu masih berjaya. Makam ini dibangun pada tahun 1632 masehi pada
masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma; raja keempat Kerajaan Mataram
Islam. Satu hal yang menarik dari sejarah makam ini adalah pemilihan lokasi
pendiriannya yang dilakukan oleh Sultan Agung sendiri.
Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati ing Ngalaga Abdurrahman Sumber: http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-mataram-islam.html |
Pembangunan Makam Raja di Imogiri dilakukan usai
Sultan Agung memindahkan pusat kerajaan dari Kotagede ke Kerto. Konon
dikisahkan bahwa setiap menunaikan shalat Jumat, Sultan Agung melakukannya
langsung di Mekkah kemudian dengan sekejap beliau kembali. Pemilihan lokasi
Makam Raja dilakukan Sultan Agung dengan cara melemparkan pasir dari Mekkah
yang mana kemudian pasir tersebut jatuh di Pegunungan Merak. Pembangunan makam
pun dilakukan di area tersebut hingga sekarang menjadi Makam Raja Imogiri.
Pintu Masuk Kawasan Makam Raja Imogiri |
Sekitar pukul 09.40 WIB kami akhirnya tiba di
bagian bawah Makam Raja Imogiri. Lokasi kami memang benar-benar ada di bawah,
sementara makam para raja ada di bagian atas sehingga rute jalan kaki berupa
anak tangga yang menjulang tinggi tersaji di hadapan kami. Jika ingin sampai ke
kompleks makam raja, maka perjalanan menanjak dengan meniti anak tangga satu
per satu harus dilakukan.
Anak Tangga Menuju Kompleks Makam Para Raja |
Perjalanan meniti anak tangga pun kami mulai.
Tentunya berjalan kaki menanjak meniti anak tangga ini akan cukup melelahkan
terutama bagi mereka yang kurang olah raga. Jika ada rencana mengunjungi Makam
Raja Imogiri memang lebih baik beberapa hari sebelumnya bersiap dengan
melakukan olah raga. Sebelum meniti anak tangga pun akan lebih baik apabila
membeli minuman kemasan di warung sekitar karena selain melelahkan, perjalanan
juga akan membuat haus.
Mulai Meniti Anak Tangga |
Panjangnya rute anak tangga yang harus dilalui
membuat cukup banyak peserta yang kelelahan sehingga mereka duduk di tengah
jalan untuk beristirahat. Karena harus menunggu rombongan lengkap, maka
perjalanan hingga makam di area atas cukup lama. Sekitar 10.00 WIB kami baru
tiba di area makam paling atas. Lokasi ini juga merupakan batas pengunjung
biasa, sementara bagi yang ingin masuk dan berziarah ke makam harus mengganti
pakaian dan mengantre karena maksimal hanya 5 orang yang diizinkan masuk makam.
Kawasan Makam Raja Bagian Atas |
Mereka yang Dimakamkan di Makam Raja Imogiri
Makam
Imogiri dibuka untuk ziarah tiap hari :
- Senin & Minggu & 1, 8 Syawal & 10 Besar: 10.00 WIB-13.00 WIB
- Jumat: 13.30WIB-16.00 WIB
- Tutup selama Bulan Ramadhan
Areal
pemakaman yang ada di Makam Raja Imogiri ini dibagi menjadi 3. Berikut ini adalah areal makam yang kami kunjungi:
Astana
Kasultanan Agung
Areal
ini terletak di bagian tengah. Jika terus meniti anak tangga sampai ke atas,
maka akan tiba di Astana Kasultanan Agung. Terdapat sebuah gerbang yang dijaga
oleh abdi dalem sehingga pengunjung biasa tidak diperkenankan masuk ke
dalamnya. Mereka yang dimakamkan di Astana Kasultanan Agung adalah:
- Sultan Agung Hanyakrakusuma
- Sri Ratu Batang
- Amangkurat II
- Amangkurat III
Makam
Raja-Raja Yogyakarta
Makam Sri Sultan Hamengkubuwono I |
Kami berjalan ke arah
timur yang mana di sana terdapat kompleks makam raja-raja Yogyakarta. Sama
seperti Astana Kasultanan Agung, kami hanya bisa sampai di gerbang yang dijaga
oleh abdi dalem. Terdapat 3 hastana di makam raja-raja Yogyakarta ini yang
merupakan makam Sri Sultan hamengkubuwono I hingga IX. Masing-masing hastana
merupakan makam dari 3 raja kecuali Sri Sultan Hamengkubuwono II yang makamnya
berada di Makam Senopaten; Kotagede.
Gerbang Menuju Makam Raja-Raja Yogyakarta |
Terdapat hastana terakhir yang belum ditempati.
Hastana tersebut akan menjadi makam Sri Sultan Hamengkubuwono X yang kini masih
menjadi raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Hastana ini juga akan menjadi
makam dari 2 raja lain usai Sri Sultan Hamengkubuwono X. Oleh karena hastana
terakhir tersebut masih belum ditempati, maka kami dapat masuk dan naik sampai
ke atas. Terdapat peraturan yang berlaku bagi Raja Yogyakarta yaitu dilarang untuk mengunjungi Makam Raja Imogiri ini saat masih hidup. Tidak diketahui alasan khusus mengenai larangan tersebut.
Calon Makam Sri Sultan Hamengkubuwono X |
Bangunan dan dinding di hastana terakhir masih
baru, kontras dengan hastana sebelumnya di sebelah barat yang sudah tua.
Terdapat tanah lapang yang luas di puncak hastana dan belum dibangun pendopo
seperti hastana lainnya. Sementara itu dinding yang menjulang tinggi mengitari
puncak hastana selain sisi sebelah selatan sehingga pemandangan terbuka ke arah
selatan berupa pegunungan hijau terlihat begitu indah.
Bagian Atas Calon Makam Sri Sultan Hamengkubuwono X |
Bagian Atas Calon Makam Sri Sultan Hamengkubuwono X |
Makam Raja-Raja Surakarta
Perjalanan Berlanjut
Turun Tangga |
Kami kembali ke bus
masing-masing usai melewati jalan yang sama dengan saat naik ke area makam atas
tadi. Beruntung karena kali ini bus sudah berada di area parkir sehingga kami
tidak perlu berjalan terlalu jauh lagi. Tujuan kedua kami selanjutnya adalah
menuju tempat yang sudah sangat dikenal masyarakat luas yaitu Keraton
Yogyakarta.
Kunjungan di Keraton Yogyakarta
Sekitar pukul 11.30
WIB kami akhirnya sampai di area parkir bus yang berada di depan Kantor Pos dekat
Titik 0 kilometer. Perjalanan menuju keraton kemudian dilanjutkan dengan
berjalan kaki di bawah teriknya matahari siang. Kami berjalan melewati tengah
aloon-aloon utara kemudian berlanjut dengan berjalan menuju pintu masuk wisata di
sebelah barat keraton.
Aloon-Aloon Lor Keraton Yogyakarta |
Sesampainya di dalam keraton, kami diantar oleh
abdi dalem ke tempat yang sudah disediakan. Kunjungan kami dipisah dengan para
pengunjung yang lain karena akan ada acara spesial pada kunjungan kami kali
ini. Abdi dalem mengantar kami sampai di Bangsal Gladhi Kasatriyan yang bukan
merupakan kawasan wisata di Keraton Yogyakarta Hadiningrat.
Areal Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat |
Selanjutnya kami dipersilakan untuk duduk di
Bangsal Gladhi Kasatriyan ini. Sudah ada para abdi dalem yang menyambut kami di
sini. Ternyata kami disambut juga oleh salah satu kerabat keraton yang
mengurusi SDM di Keraton Yogyakarta yaitu KPH Yuda Hadiningrat. Kami juga
dijamu oleh pihak keraton untuk makan siang yang kemudian setelah makan acara
dilanjutkan dengan dialog dengan beliau.
Peserta Jelajah Peradaban Mataram Islam di Bangsal Gladhi Kasatriyan |
Keraton Yogyakarta sendiri didirikan oleh raja
pertamanya yaitu Raden Mas Sujana atau Pangeran Mangkubumi yang naik tahta
menjadi raja Ngayogyakarta Hadiningrat usai perjanjian Giyanti 1755 bergelar Sri
Sultan Hamengkubuwana I. Selanjutnya kami mendapat penjelasan mengenai alasan
lokasi pembangunan keraton yang mana konon Sultan Hamengkubuwono I mendapat
wangsit dari leleuhurnya untuk membangun keraton di tempat tersebut.
Kak Uzy, Kak Samantha, dan KPH Yuda Hadiningrat |
Sekitar pukul 14.00 WIB kami mulai menginjak ke
acara selanjutnya. Kami sejenak mengelilingi keraton Yogyakarta dengan ditemani
oleh pemandu yang telah disiapkan pihak keraton. Acara kali ini diadakan di
kawasan wisata sehingga sama dengan kunjungan wisata pada umumnya. Beruntung
bagi kami karena pukul 14.00 WIB kunjungan wisatawan ke keraton sudah tutup
sehingga kondisinya cukup sepi.
Keraton Yogyakarta yang Sepi |
Sekitar 16.00 WIB sebenarnya kami sudah lengkap
berada di bus dan siap untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan terakhir dari
rangkaian Jelajah Peradaban Mataram Islam ini. Akan tetapi lokasi parkir
menyulitkan bus untuk bisa keluar ke jalan sehingga kami harus menunggu cukup
lama sekitar 20 menit. Barulah setelah bus dapat keluar ke jalan, perjalanan
kembali berlanjut.
Kadipaten Termuda; Pakualaman
Kami sampai di tujuan
selanjutnya yang tidak jauh dari Keraton Yogyakarta. Hanya berkendara ke arah
timur selama 10 menit dari area parkir, kami sudah tiba di Istana Pakualaman
yang berada di kiri jalan. Bus yang kami gunakan parkir di depan pintu gerbang kemudian kami turun dan berjalan masuk ke areal Keraton Pakualaman.
Puro Pakualaman |
Kami sudah disambut oleh abdi dalem begitu
sampai di pintu gerbang. Sebelum masuk kami berdoa terlebih dahulu yang
dipimpin oleh bapak abdi dalem. Kemudian bapak abdi dalem mulai memberikan
sambutan dan kami dipersilakan untuk masuk ke halaman depan. Informasi pertama
yang kami dapatkan di sini adalah mengenai Kadipaten Pakualaman yang merupakan
kadipaten termuda karena baru berdiri pada 17 Maret 1813.
Halaman Puro/Istana Pakualaman |
Masa Suram Ngayogyakarta Hadiningrat dan Berdirinya
Kadipaten Pakualaman
Berdirinya Kadipaten
Pakualaman tidak lepas dari masa pemerintahan Hamengkubuwana II yang bermasalah
dengan pemerintah kolonial. Puncak masalah tersebut adalah ketika Gubernur
Jenderal Hindia-Belanda saat itu yaitu Herman Willem Daendels menemukan surat
dengan stempel berlogo kasultanan pada pemberontakan Raden Ronggo (menantu HB
II). Bulan Desember 1810 Daendels bersama pasukannya menyerbu Keraton
Yogyakarta kemudian menurunkan Hamengkubuwono II dari tahta dan mengganti raja
dengan anaknya yaitu GRM Suraja dengan gelar Hamengkubuwono III.
Sri Sultan Hamengkubuwono II Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Hamengkubuwana_II |
Kondisi perang dunia kemudian menyebabkan
kekuasaan kolonial di Hindia-Belanda jatuh ke tangan Inggris di bawah Gubernur
Jenderal Raffless. Hal tersebut dimanfaatkan oleh Hamengkubuwono II untuk
kembali bertahta dan mengembalikan GRM Suraja menjadi putera mahkota. Hamengkubuwono
II juga tidak menyukai Inggris sehingga pihak Inggris bermaksud untuk
mengangkat kembali putera mahkota menjadi raja karena sikapnya yag lebih ramah
kepada mereka daripada ayahnya. Sementara itu Pakubuwono IV di Surakarta
melalui taktik politiknya berpura-pura mendukung Hamengkubuwono II agar berani
melawan Inggris. Pada akhirnya kerja sama tersebut terbongkar oleh Inggris
sehingga pada tanggal 19 Juni 1812 terjadilah peristiwa Geger Sepehi.
GRM Suraja / Sri Sultan Hamengkubuwono III Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Hamengkubuwana_III |
Saat itu pasukan Raffles menyerbu Keraton Yogyakarta
yang dibantu oleh pasukan Mangkunegaran. Penyerbuan pasukan Raffles diawali
dengan membombardir keraton dengan meriam. Pertempuran utama kemudian meletus
para tanggal 20 Juni 1812 yang dimenangkan oleh pasukan Inggris. Keesokan
harinya saat pasukan Inggris berhasil mengepung kedaton (pusat keraton),
Hamengkubuwono II pun akhirnya menyerah selanjutnya dibuang ke Penang. Putera mahkota yaitu GRM Suraja pun kembali menduduki tahta sebagai Hamengkubuwono III. Sapehi sendiri berasal dari kata Sepoy yang merupakan pasukan India
karena pada saat Geger Sapehi, setengah dari pasukan Inggris adalah Sepoy.
Wilayah Pakualaman yang Berwarna Kuning Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kadipaten_Paku_Alaman |
Senja di Istana Pakualaman
Matahari sudah mulai
mendekati ufuk barat sewaktu kami memasuki halaman Istana Pakualaman. Jika
sedang tidak ada acara, maka kawasan pengunjung hanyalah di halaman istana
saja, sementara bagian pendopo dan sekitarnya tertutup untuk umum dan hanya
diperuntukkan bagi yang berwenang saja.
Taman Depan Puro Pakualaman |
Dulunya saat Presiden Soekarno memindahkan ibu
kota negara ke Yogyakarta akibat agresi militer belanda ke Jakarta, beliau
tinggal di areal Istana Pakualaman. Terdapat pula sebuah pohon yang buahnya
dahulu menjadi sumber inspirasi untuk nama dari kerajaan Raden Wijaya; yaitu
buah Maja. Buah Maja ini rasanya pahit sehingga kedua hal tersebut menjadi
inspirasinya untuk memberi nama kerajaannya menjadi Majapahit. Pohon Maja ini
terletak di sisi timur pendopo dengan buahnya yang bulat besar.
Salah Satu Bagian Istana Pakualaman |
Pohon Maja |
Akhir Perjalanan Jelajah Peradaban Mataram Islam
Bersamaan
dengan adzan Maghrib, peserta berkumpul sejenak untuk mendengarkan pegumuman
lanjutan dari panitia. Kali ini informasi-informasu tersebut disampaikan
langsung oleh ketua panitia yang juga merupakan duta museum yaitu Mbak
Samantha. Setelah penyampaian informasi selesai, kami segera berdoa dan
berjalan kaki kembali ke bus masing-masing.
Sekitar setengah jam
kemudian perjalanan kami pun berakhir. Berbeda dengan 2 perjalanan sebelumnya
yang mana untuk ke depannya masih akan ada rangkaian perjalanan lagi. Pada
perjalanan ke-3 kali ini perjalanan menjelajah Peradaban Kerajaan Mataram Islam
yang diadakan oleh Komunitas Malam Museum resmi berakhir.
Akhir Siang Sekaligus Akhir Perjalanan |
Postingan ini pun menjadi akhir dari rangkaian
seri Napak Tilas Kerajaan Mataram Islam. Sebisa mungkin saya menuliskan
informasi-informasi yang saya dapat dari perjalanan kali ini untuk menambah
wawasan dan pengetahuan para pembaca. Rasa terima kasih tentu saya ucapkan
kepada Komunitas Malam Museum karena telah membuat acara yang begitu berkesan
dan telah mengingatkan kepada kami akan sebuah kejayaan peradaban di masa lalu.
Semoga ke depannya akan ada lagi acara seperti ini sehingga kami akan semakin
tahu mengenai sejarah; sesuai apa yang diamanatkan oleh presiden pertama
Republik Indonesia yaitu JAS MERAH atau Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.
“ACARA MEMANG TELAH SELESAI, TETAPI KENANGANNYA SEMOGA
TETAP ABADI SEPANJANG MASA”
NAPAK TILAS MATARAM ISLAM 2017 TAMAT
Posting Komentar
Posting Komentar