MENGGAPAI PUNCAK RAJAWALI SUMBING VIA BANARAN (RUTE TIMUR)

2 komentar
Konten [Tampil]
Cerahnya langit memang memunculkan daya pikat tersendiri untuk melakukan sebuah perjalanan. Kisah pendakian di tahun 2017 pun kembali berlanjut usai pendakian pembuka di MERBABU pada catatan pendakian sebelumnya. Tujuan dari pendakian kali ini adalah di gunung yang sebenarnya sudah pernah saya kunjungi sebelumnya yaitu Gunung Sumbing.

Puncak Rajawali Gunung Sumbing
Puncak Rajawali Gunung Sumbing
PENDAKIAN TERAKHIR DI GUNUNG SUMBING saya terjadi pada tahun 2015 silam usai lebaran. Tentunya setahun tidak menyambanginya membuat saya merindukan betapa kejamnya medan dan tanjakannya. Pendakian kali ini pun berbeda dengan pendakian-pendakian saya ke Sumbing sebelumnya.

Pendakian yang nyaris sendiri
Awalnya saya berniat untuk melakukan pendakian seorang diri pada pendakian kali ini. Sebenarnya cukup ragu juga sebenarnya karena Gunung Sumbing sendiri memiliki medan yang berat. Terlebih rute pilihan saya pilih adalah melalui Banaran yang belum pernah saya lewati sebelumnya. Seluruh pendakian saya ke Gunung Sumbing sebelumnya adalah lewat Jalur Garung.
Kenalan sama Galuh di @Galuh_el
Namun malam hari sebelum pendakian, akhirnya saya mendapat teman perjalanan. Sebenarnya awalnya pun tidak ada rencana mengajaknya, tetapi setelah saya racuni dia akhirnya bersedia menjadi teman perjalanan esok hari. Teman pendakian saya kali ini bernama Galuh, bergender sama seperti Rani yang menjadi partner pendakian saya kala di Merbabu.

Gass
Sebenarnya Galuh sendiri pernah melakukan beberapa kali pendakian, termasuk juga di Gunung Sumbing sehingga sebenarnya dia cukup tangguh. Sayangnya saat itu bisa dibilang agak memaksa karena kurangnya olah raga dalam beberapa waktu membuatnya agak kelebihan berat badan. Sebenarnya hal ini juga bertentangan dengan apa yang selama ini saya lakukan untuk tidak mengajak teman mendaki dengan mendadak.
Jangan Percaya..!!
Pagi itu Hari Rabu tanggal 24 Mei 2017, pendakian kami menuju Gunung Sumbing akan dimulai. Namun kami tidak memulainya dari base camp, melainkan dari Yogyakarta. Perjalanan kami dimulai sekitar pukul 06.30 WIB dari Gelanggang Mahasiswa UGM. Sebenarnya waktu tersebut juga termasuk molor karena rencana sebelumnya kami berangkat pukul 06.00 WIB.

Menuju Banaran
Selain molor, perjalanan kami menuju Base Camp juga semakin diperparah dengan sempatnya kami tersesat. Memang sudah ada aplikasi Google Map yang menunjukkan arah menuju Sumbing East Route, akan tetapi ternyata jalur via layar smartphone tersebut melewati medan berat sehingga motor hanya bisa dipacu dengan kecepatan rendah.
Jalur yang Benar dari Temanggung

Sebenarnya rute termudah menuju Base Camp Banaran adalah searah menuju Kota Temanggung. Nantinya di perempatan Terminal Temanggung perjalanan berlanjut dengan berbelok ke arah kiri. Memang cukup membingungkan karena base camp terletak jauh dari jalan utama sehingga bertanya kepada warga mutlak harus dilakukan agar tahu jalan sampai ke sana.

Perjalanan Dimulai
Kami akhirnya sampai di Base Camp pendakian Gunung Sumbing via Banaran sekitar pukul 09.00 WIB. Kami juga tidak menyangka mengapa waktu tempuh kami begitu cepat, padahal perjalanan kami tidak melewati rute semestinya. Kami sarapan terlebih dahulu untuk mengisi tenaga sebelum mendaki. Tidak lupa kami membeli perbekalan untuk dimakan di atas nanti.
Sarapan Dulu
Kami memulai perjalanan usai menyelesaikan urusan administrasi. Perjalanan kami dengan berjalanan kaki tidak dimulai dari base camp karena kami memilih untuk menggunakan jasa ojek sampai ke pos pertama yaitu Pos 0. Rute dari base camp hingga Pos 0 adalah melewati jalan berbatu di tengah perkebunan warga sehingga menggunakan ojek adalah pilihan terbaik karena menghemat 2 jam perjalanan. Tarif ojek adalah Rp20.000,00 untuk sekali jalan.
Pemandangan dari Pos 0 Gunung Sumbing via Banaran
Pemandangan dari Pos 0 Gunung Sumbing via Banaran
Usai sampai di Pos 0 pendakian yang sebenarnya pun dimulai. Jalan batu sudah benar-benar habis dan digantikan dengan jalan setapak. Kami pun mulai selangkah demi selangkah menapaki jalan setapak tersebut. Area perkebunan masih ada, tetapi lekas berlalu karena memang tidak begitu banyak lagi. Rute awal usai perkebunan adalah kawasan hutan dengan tanjakan yang merupakan khas pendakian Gunung Sumbing.

Seribu tangga
Sebenarnya rute awal-awal meski sudah berat, masih berada di kawasan peradaban karena bahkan masih bisa ditemukan warung makan. Rute sudah mulai meninggalkan peradaban usai gerbang kedua. Untungnya rute pendakian usai gerbang kedua sedikit terbantu dengan kondisi jalurnya yang sudah ditata sehingga berbentuk semacam tangga.
Jalur Tangga Gunung Sumbing via Banaran
Jalur Tangga Gunung Sumbing via Banaran
Kondisi tersebut memudahkan kaki untuk melangkah, tetapi tetap saja kaki harus menapaki tangga yang menanjak dan jumlahnya begitu banyak. Terjalnya tanjakan cukup terbantu dengan rimbunnya pepohonan yang mampu melindungi dari teriknya sengatan matahari siang. Kami sampai di Pos I hampir tengah hari dikarenakan perjalanan kami dengan berjalan kaki yang baru dimulai sekitar pukul 10.00 WIB.
Pos 1 Gunung Sumbing via Banaran
Pos 1 Gunung Sumbing via Banaran
Terdapat sebuah makam di pos I ini yang merupakan makam tokoh sesepuh masyarakat setempat. Mengenai siapa namanya, saya sendiri sudah lupa. Kami hanya sejenak berhenti di sini kemudian melanjutkan perjalanan. Rute masih sama seperti sebelumnya yaitu semacam tangga menanjak yang begitu panjang. Perjalanan kami menuju pos II cukup cepat karena kami sampai di sana sekitar 50 menit kemudian. Pos II ini bernama Siwel-iwel.
Pos 2 Gunung Sumbing via Banaran
Pos 2 Gunung Sumbing via Banaran
Sebuah pohon besar di samping jalur pendakian yang dipagari oleh kayu sederhana seakan menyambut kedatangan kami di Pos II. Entah kenapa aura di sini cukup suram meski hari itu sebenarnya cukup cerah. Perlu diketahu bahwa sebelumnya kami diimbau oleh orang-orang di base camp agar tidak bermalam di Pos II ini. Entah apa itu sebabnya hingga kini saya sendiri belum tahu.
Pos 2 Siwel-iwel
Pos 2 Siwel-iwel

Jalur yang mulai berat
Sama seperti di Pos I, kami juga hanya sesaat berhenti di Pos Siwel-iwel ini. Perjalanan kami segera berlanjut kembali. Kawasan hutan yang kami lalui dari pos II ini cukup lebat sehingga tidak perlu mengkhawatirkan sengatan matahari siang. Perjalanan akan sampai di Pos III jika rute perndakian sudah melewati kawasan hutan lamtoro. Kami sampai di Pos III bernama Punthuk Barah sekitar pukul 14.15 WIB.
Kawasan Hutan Lamtoro
Tidak lupa kami melaksanakan ibadah sholat dzuhur di sini sembari beristirahat dengan minum dan memakan makanan ringan untuk mengisi energi. Pos III ini juga merupakan percabangan dengan jalur pendakian lain di sebelah Banaran. Perjalanan kami berlanjut sekitar 15 menit kemudian. Ternyata usai Pos Punthuk Barah, rute pendakian menjadi tak lagi mudah.
Pos 3 Gunung Sumbing via Banaran
Pos 3 Gunung Sumbing via Banaran

Kami masih melewati kawasan hutan lamtoro usai pos III, tetapi jalur pendakian selain semakin menanjak, tidak ada lagi jalan setapak berbentuk tangga yang sebelumnya memudahkan kaki untuk melangkah. Pijakan kaki yang miring dan licin pun menjadi tantangan kami selanjutnya. Membutuhkan waktu sekitar satu jam bagi kami untuk melewati medan tersebut.
Pos 3 Punthuk Barah
Pos 3 Punthuk Barah

Watu Ondho dan setengah perjalanan
Sekitar pukul 15.30 WIB kami akhirnya kami sampai di ujung tanjakan terjal dari medan yang kami lalui sebelumnya. Setibanya kami di atas, pemandangan terbuka mulai menyambut kami. Ternyata di sinilah perbatasan antara kawasan hutan dengan jalur medan terbuka berupa padang rumput luas yang menjadi ciri khas Gunung Sumbing.
Medan Mulai Terbuka Menjelang Pos 4
Medan Mulai Terbuka Menjelang Pos 4
Perjalanan menuju Pos IV memang tidak jauh lagi dari sini, akan tetapi sebuah rintangan menghadang kami sebelum mencapainya. Rintangan tersebut juga harus dilalui oleh pendaki lain yang mendaki Gunung Sumbing melalui rute timur. Kami dihadapkan oleh dinding batu setinggi sekitar empat meter yang sudut kemiringannya hampir tegak lurus bernama Watu Ondho. Nama tersebut memiliki arti batu tangga apabila diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
Watu Ondho Gunung Sumbing via Banaran
Watu Ondho Gunung Sumbing via Banaran
Kami sempat bingung untuk naik ke atasnya sebelumnya. Beruntung karena pihak pengelola telah memasang tali dan rantai untuk membantu berpegangan saat menaikinya. Memang tingginya hanya sekitar empat meter, tetapi jika sampai terjatuh tetap akan menyakitkan. Belum lagi risiko terjatuh ke dalam jurang di samping kanan dan kiri jalur karena lebar jalur di bawa Watu Ondo hanya sekitar 1,5 meter saja.
Memanjat Watu Ondho
Memanjat Watu Ondho
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan permukaan jalur yang tidak rata di bawah Watu Ondho sehingga bisa saja kaki menjadi kesleo andai selamat dari terjatuh ke jurang. Kami pun memberanikan diri menaikinya dengan Bismillah. Ternyata cukup menyeramkan juga rasanya sehingga tangan ini benar-benar berpegangan erat pada tali dan rantai yang tersedia. Selain itu pijakan juga harus benar-benar pas agar jangan sampai terpeleset.

Syukur Alhamdulillah akhirnya kami berhasil melalui Watu Ondho dengan selamat. Selanjutnya kami tiba di pos IV pada sekitar jam yang sama dengan pos tersebut. Kami memang sudah berjalan begitu jauh melewati rute dan tanjakan yang tinggi, akan tetapi ternyata di hadapan masih terbentang jauhnya rute menuju puncak.  Bisa dibilang perjalanan kami baru melalui setengah rute menuju puncak Sumbing.


Menembus gelapnya malam
Melewati Watu Ondho ternyata cukup melelahkan, meski sebenarnya kondisi fisik tidak cukup banyak terkuras untuk melaluinya. Mungkin adrenalin yang meningkat juga ikut menyedot stamina. Kami pun kembali beristirahat di pos IV sekaligus sholat ashar sebelum melanjutkan perjalanan kembali sekitar pukul 16.20 WIB.
Pos 4 Gunung Sumbing via Banaran
Pos 4 Gunung Sumbing via Banaran
Saat kami melangkah kembali memang masih sore, tetapi suasana sudah cukup gelap karena cahaya matahari terhalang oleh lereng sebelah barat. Tentu kami ingin agar perjalanan ini segera sampai di tempat camp sebelum terlalu malam. Namun sayangnya kami sempat salah jalur untuk mengambil air sehingga selain waktu terbuang sekiat setengah jam, air pun tidak kami dapatkan.
Jalur ke Sumber Air..??
Jalur ke Sumber Air..??
Syukur Alhamdulillah kami bisa kembali lagi ke jalur sebenarnya tanpa terlalu jauh melenceng dan kembali melanjutkan perjalanan. Suasana sudah semakin gelap menjelang sampainya kami di antara dua celah tebing sehingga senter harus kami gunakan. Kembali sebuah kesialan menghampiri kami karena ternyata salah satu senter kami tidak bisa menyala. Entah apa itu sebabnya karena saat pengecekan senter tersebut bisa menyala.
Bentang Timur
Bentang Timur
Jadilah hanya ada satu senter saja untuk menerangi jalan. Saya yang memegang senter, sementara Galuh berjalan di depan dengan diterangi oleh cahaya senter saya. Suasana begitu sepi saat itu di tengah gelapnya malam, hanya ada kami berdua yang berjalan menapaki jalan setapak sembari berharap jalur yang kami tapaki benar. Selain jarak pandang yang terbatas karena gelap, kondisi fisik kami pun mulai kelelahan.
Foto Terakhir Hari itu
Foto Terakhir Hari itu
Entah mengapa rasanya perjalanan kami begitu lama dan tidak sampai-sampai. Berdasarkan saran petugas base camp, area camp terbaik adalah di dekat kawah karena terdapat tanah datar yang luas. Meski terasa jauh, syukurlah kami masih berada di jalur yang benar. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih adanya plang penunjuk jalan. Perasaan bertambah lega saat kami menjumpai plang besar bertuliskan “Segara Banjaran”.
Segara Banjaran Gunung Sumbing via Banaran
Segara Banjaran Gunung Sumbing via Banaran (siang)
Terlihat Puncak Rajawali yang Menjulang Tinggi
Menurut peta yang kami bawa, lokasi camp berada adalah usai Segara Banjaran ini. Kami pun semakin bersemangat untuk segera sampai sehingga bisa segera beristirahat. Perjalanan menapaki Segara Banjaran usai setelah kami berbelok kanan menapaki tanjakan sesuai plang yang menunjukkan arah ke kawah. Samar-samar bau belerang mulai tercium di hidung, menandakan bahwa kawasan kawah semakin dekat.

Awalnya kami mengira tidak ada lagi orang lain yang mendaki selain kami. Namun tiba-tiba samar-samar tercium bau bumbu khas mie instant di hidung sehingga perasaan saya bertambah lega karena ada orang lain selain kami yang mendaki malam ini. Benar juga, terlihat cahaya api unggun dari area camp, lengkap dengan tenda-tenda yang berdiri. Alhamdulillah akhirnya kami sampai juga di area camp.



Menuju singgasana Sang Rajawali
Puncak Rajawali dari Kawasan Kawah Gunung Sumbing
Puncak Rajawali dari Kawasan Kawah Gunung Sumbing
Sebenarnya kami berencana untuk melakukan summit attack pukul 04.00 WIB, tetapi sayangnya dinginnya suhu udara membuat kami enggan beranjak dari sleeping bag yang masing-masing kami kenakan. Kami akhirnya mulai bergerak sekitar pukul 07.00 WIB. Begitu keluar kami langsung takjub dengan suasana sekitar yang semalam tidak terlihat.
Suasana Sekitar Tenda
Suasana Sekitar Tenda
Lokasi camp kami ternyata terletak di lembah yang seakan dikelilingi oleh dinding berwarna hijau. Sebuah petilasan yang tampak seperti makam juga tidak disangka berada di dekat kami karena semalam tidak terlihat karena gelap. Petilasan tersebut adalah petilasan Ki Ageng Makukuhan atau Sunan Kedu; murid Sunan Kudus yang menyebarkan Islam di kawasan Kedu (Temanggung, Wonosobo, dan sekitarnya).
Petilasan Ki Ageng Makukuhan (Sunan Kedu)
Petilasan Ki Ageng Makukuhan (Sunan Kedu)
Saat malam selikuran (tanggal 21 Ramadhan), banyak orang yang berziarah ke petilasan ini. Konon makam Ki Ageng Makukuhan sendiri juga ada di kawasan ini, tetapi lokasinya cukup terpisah dari petilasan yaitu di ujung timur yang ditandai dengan adanya pohon Endong Wulung dan pohon Kecubung Wulung. Sementara itu di sisi utara tampak kawasan kawah yang berwarna putih dan mengeluarkan asap belerang.
Kawah Gunung Sumbing
Kawah Gunung Sumbing
Puncak Rajawali sendiri berada di sebelah barat laut dan terlihat jelas dari lokasi camp karena penampakannya begitu menjulang tinggi. Kami pun segera berjalan ke sana melalui jalan setapak yang awalnya cukup susah untuk ditemukan. Perlahan kami mulai menapaki jalan yang mulai menanjak menuju puncak di sebelah barat kaldera. Jalur ini juga bisa digunakan untuk menuju Puncak Buntu dan Puncak Kawah yang biasanya dicapai dari Jalur Garung.
Menuju Puncak Rajawali
Menuju Puncak Rajawali
Semakin tinggi posisi kami di tanjakan, pemandangan ke arah timur menjadi tampak begitu indah. Kaldera Sumbing ternyata begitu cantik jika dilihat dari ketinggian. Pemandangan hamparan lembah yang dikelilingi dinding hijau terlihat begitu cantik berpadu dengan view kawah berasap dan Segara Wedhi (lautan pasir) di sisi timur laut.
Kawasan Kaldera Gunung Sumbing
Kawasan Kaldera Gunung Sumbing
Kami pun sampai di pertigaan, yang mana dari arah timur jika kanan adalah arah ke Puncak Kawah, Puncak Buntu, dan Jalur Garung, sementara jika kiri adalah arah ke Puncak Rajawali. Ternyata menuju percabangan ini jika dari Jalur Garung (Puncak Kawah dan Puncak Buntu) maka harus melalui dinding vertikal yang mana harus menggunakan bantuan tali untuk bisa melaluinya.

Kami mulai melangkah menapaki jalan setapak menuju Puncak Rajawali. Jalur menuju puncak adalah melingkar melewati sisi barat. Pemandangan terbuka ke arah barat pun mulai terlihat setelah sebelumnya terhalangi oleh tebing. Tentunya pemandangan terbuka di sisi barat merupakan hal yang baru bagi kami pada perjalanan kali ini karena sejak awal perjalanan memang tidak pernah terlihat.
Bentang Barat Gunung Sumbing yang Mulai Terlihat
Bentang Barat Gunung Sumbing yang Mulai Terlihat
Usai melangah sekitar satu jam dari lokasi camp, syukur Alhamdulillah karena akhirnya kami sampai juga di titik tertinggi Gunung Sumbing yaitu Puncak Rajawali dengan ketinggian 3371 Mdpl. Sebuah plang berwarna hitam bertuliskan “Puncak Rajawali” lengkap dengan ketinggiannya menjadi penanda lokasi kami saat itu.

Puncak Rajawali
Saya di Puncak Rajawali Gunung Sumbing
Saya di Puncak Rajawali Gunung Sumbing
Pemandangan yang tersaji di puncak pun begitu luar biasa dengan pemandangan terbuka ke segala arahnya. Mulai dari sisi timur selain menyajikan panorama luasnya kaldera Sumbing, juga menyajikan view deretan gunung jauh di ujung kaki langitnya. Deretan gunung yang dimulai dari Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, hingga Ungaran tampak memesona. Bahkan Lawu pun tidak ketinggalan menampakkan dirinya di antara Merapi-Merbabu.
Barisan Gunung-gunung di Sisi Timur
Barisan Gunung-gunung di Sisi Timur
Selanjutnya di sisi utara, saudara kembar Gunung Sumbing yaitu Gunung Sindoro tampak menakjubkan dengan puncaknya yang berasap. Gunung Prau pun tampak begitu indah di belakang Gunung Sindoro. Tidak ketinggalan pula jajaran pegunungan di Dataran Tinggi Dieng yang tampak bagaikan ukiran agung Sang Maha Kuasa.
Gunung Sindoro dan Prau di Belakangnya
Gunung Sindoro dan Prau di Belakangnya
Memandang sisi selatan meski cukup terhalang oleh puncak Gunung Sumbing yang lain yaitu Puncak Sejati, tetapi masih menampakkan luasnya hamparan biru. Sisi barat sebenarnya sama dengan sisi selatan karena sebagian besar areanya adalah dataran rendah dengan bukit yang tidak terlalu tinggi. Namun bedanya ialah jauh di kaki langit sebelah barat terlihat atap tertinggi Provinsi Jawa Tengah yaitu Gunung Slamet dengan ketinggian 3428 mdpl.
Atap Jawa Tengah; Gunung Slamet
Atap Jawa Tengah; Gunung Slamet
Menurut berbagai sumber termasuk dari petugas base camp, Puncak Rajawali yang kami tapaki saat ini merupakan titik tertinggi Gunung Sumbing yang lebih tinggi dari puncak-puncak lainnya yaitu Puncak Kawah, Puncak Buntu, dan Puncak Sejati. Jika dilihat dari Puncak Rajawali memang terlihat puncak-puncak lainnya lebih rendah, meski rentang jaraknya tidak signifikan.


Segara Wedhi dan Kawah Sumbing

Usai puas menikmati suasana di puncak dengan penuh rasa syukur, kami segera turun sekitar pukul 08.45 WIB, tetapi tidak langsung kembali ke tenda melainkan terlebih dahulu menuju Segara Wedhi yang terlihat jelas dari puncak. Rute menuju Segara Wedhi juga tidak sulit karena telah tersedia jalan setapak dari percabangan tadi sampai ke sana.
Barusan Turun dari Atas Sana
Ternyata jarak tempuh menuju Segara Wedhi cukup jauh meski terlihat dekat dari puncak. Kami baru sampai di sana sekitar pukul 09.30 WIB. Sesuai namanya, Segara Wedhi berarti lautan pasir yang mana terdapat hamparan pasir luas. Biasanya pendaki yang berkunjung ke sini membuat pola tulisan dari batu sehingga dapat terbaca dari Puncak Buntu. Kawasan ini dulunya adalah kawah aktif yang sekarang sudah tidak aktif lagi.
Segara Wedhi Gunung Sumbing
Segara Wedhi Gunung Sumbing
Puas berfoto dan menikmati suasana, perjalanan kami berlanjut untuk kembali ke tenda sekitar pukul 10.00 WIB. Rute yang kami gunakan kali ini tidak sama dengan sebelumnya, melainkan melewati jalan dari Segara Wedhi ke arah kawah aktif. Perjalanan kami harus melewati kawasan bebatuan belerang. Sesekali dijumpai genangan air yang menggiurkan untuk diminum, tetapi sayangnya tidak bisa karena air tersebut mengandung belerang.
Kawah Gunung Sumbing
Kawah Gunung Sumbing
Selang 15 menit kemudian kami pun sampai di kawasan kawah aktif. Asap tebal berwarna putih keluar dari lubang bebatuan di dekat kami. Selain itu, di dekatnya ada lubang dengan air mendidih di dalamnya yang mengeluarkan asap tipis. Saat kami berjalan pun terdengar suara air mendidih dari bawah tanah yang kami pijak sehingga sempat terbesit kekhawatiran bahwa tanah yang kami pijak akan ambles, masuk ke dalam air mendidih.


Turun

Selanjutnya kami mulai kembali ke tenda yang jaraknya sudah tidak jauh lagi. Awalnya kami ingin segera berkemas dan berjalan turun, tetapi realitanya kami tertidur sekitar satu jam lamanya karena rasanya sangat mengantuk. Perjalanan turun kami baru dimulai menjelang tengah hari. Tentunya medan terbuka membuat sengatan matahari siang begitu terasa panasnya.
Medan Terbuka Khas Gunung Sumbing
Medan Terbuka Khas Gunung Sumbing
Hingga pos 4 teriknya matahari senantiasa menemani kami. Cukup cepat kami tiba di sini yaitu sekitar pukul 13.30 WIB atau hanya 1,5 jam perjalanan dari tempat bermalam. Tibalah kami kembali di Watu Ondho yang kali ini tantangannya adalah untuk dituruni. Ternyata menuruni Watu Ondho lebih mengerikan karena pijakan kaki tidak terlihat akibat terhalang tas sehingga kaki harus meraba-raba pijakan dengan tangan yang berpegangan erat pada tali.
Kembali ke Watu Ondho
Kembali ke Watu Ondho
Syukur Alhamdulillah kami tetap bisa menuruninya dengan selamat, meski rasanya kedua kaki ini cukup gemetaran. Usai beristirahat sejenak, perjalanan kembali kami lanjutkan. Usai masuk kawasan hutan, pepohonan mulai melindungi kami dari sengatan cahaya matahari. Perjalanan turun kami begitu lancar dan cepat sehingga sekitar pukul 16.15 WIB kami sudah sampai kembali di Pos 0.
Kembali Lagi ke Pos 0 Gunung Sumbing via Banaran
Kembali Lagi ke Pos 0 Gunung Sumbing via Banaran
Kami kembali ke base camp dengan ojek karena saya sempat menghubungi base camp untuk meminta penjemputan ojek. Beruntung menjelang pos 0 telepon genggam sudah bisa berfungsi karena sinyal mulai ada. Kami tiba kembali di base camp sekitar pukul 16.45 WIB. Usai mandi dan berkemas kami pun kembali ke Yogyakarta setengah jam kemudian, tentunya tidak lupa kami berpamitan dengan petugas di base camp terlebih dahulu.


Epilogue

Perjalanan kedua saya di tahun ini pun Alhamdulillah terlaksana dengan sukses. Perjalanan saya di Gunung Sumbing pun bisa dibilang adalah yang paling spesial kali ini karena bisa menjelajahi kawasan puncaknya; tidak hanya puncak Rajawali, tetapi hingga Segara Wedhi dan juga kawahnya. Bisa dibilang ini adalah penjelajahan terlengkap saya di Gunung Sumbing.

Perjalanan ini pun semakin melengkapi penjelajahan saya di Gunung Sumbing setelah sebelumnya mendakinya melalui jalur Garung sebanyak tiga kali yang juga sampai di Puncak Kawah dan Puncak Buntu. Memang masih ada banyak bagian Gunung Sumbing yang masih bisa dijelajah seperti Puncak Sejati hingga pendakian via Jalur Bowongso, dan lainnya. Namun sepertinya penjelajahan saya di Gunung Sumbing cukup sampai di sini.
Selamat Tinggal Sumbing
Selamat Tinggal Sumbing
Usai perjalanan ini, untuk ke depannya Gunung Sumbing sudah tak lagi masuk ke dalam prioritas daftar tujuan pendakian saya karena rasa penasaran untuk menyambangi Segara Wedhi dan kawahnya telah terjawab. Namun hal tersebut bukan berarti saya tidak akan pernah lagi mengunjungi Gunung Sumbing. Tetap saja Sumbing akan selalu memiliki pesonanya tersendiri yang akan selalu dirindukan oleh para pendakinya dari waktu ke waktu.

Perjalanan tahun 2017 ini masih berlanjut....
Anggara Wikan Prasetya
Perkenalkan, Anggara Wikan Prasetya, pemilik Menggapai Angkasa.

Related Posts

2 komentar

Rhoshandhayani KT mengatakan…
2 February 2018 at 19:34

Uwaaaaa... Aku mana boleh ke gunung berduaan sama cowok yg bukan muhrim. Banyak godaannya kalo cuma berduaan, apalagi ke gunung, yang dingin2
Hmmm, mas Angga tahan godaan?
Hehhee


Btw, suasananya cerah ya... Bagus banget buat foto. Langitnya biru ruuuu
Anonim mengatakan…
Kalo via banaran galewat puncak sejati ya?