Konten [Tampil]
Ada yang berbeda dengan peringatan HUT
kemerdekaan Republik Indonesia ke-73 ini. Jika biasanya saya hanya merayakannya
di sekitar tempat tinggal atau domisili, kali ini saya berkesempatan langsung
untuk merasakan 17 Agustus di lokasi yang berjarak sangat jauh dari tempat
tinggal di Kota Surakarta.
Tugu Perbatasan Garuda Perkasa; Pulau Sebatik, Kalimantan Utara |
Tentu hal ini sangat menantang bagi saya untuk
menyanggupi tugas tersebut karena kapan lagi saya bisa menyaksikan salah satu
sudut NKRI yang luas ini jika melewatkan kesempatan langka tersebut. Lokasi
penugasan saya saat itu tepatnya di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara.
Menuju Ibu Kota
Perjalanan saya
menuju Pulau Sebatik dimulai pada hari Rabu tanggal 15 Agustus 2018. Sore itu
sekitar pukul 15.00 WIB saya terlebih dahulu memulai perjalanan ke Ibu Kota. Untuk
menuju Ibu Kota, saya menggunakan moda transportasi pesawat terbang karena
turut difasilitasi oleh pihak pemberi tugas.
Solo-Jakarta |
Ternyata perjalanan Solo-Jakarta menggunakan
pesawat sangatlah singkat. Hanya sekitar satu jam saja, saya sampai di Bandar
Udara Internasional Soekarno-Hatta. Jika naik kereta api atau bus, perjalanan
akan memakan waktu hingga berjam-jam lamanya. Sesampainya di Jakarta, saya
menginap terlebih dahulu di Amaris Hotel dekat bandara.
Istirahat di Amaris Hotel |
Meski menginap di hotel yang nyaman, tetapi
istirahat malam saya di sana tidaklah nyenyak karena penerbangan selanjutnya
akan dimulai pukul 04.30 WIB sehingga setidaknya pukul 02.00 WIB saya harus
sudah bangun dan mulai bersiap. Tidak bisa dibayangkan jika sampai kesiangan
karena sanksi akan siap menanti andai itu terjadi.
Menuju Tarakan
Kamis dini hari
tanggal 16 Agustus 2018, syukur Alhamdulillah saya berhasil bangun tepat waktu.
Saya pun segera berkemas untuk segera menuju bandara. Beruntung pihak hotel
menyediakan layanan angkutan gratis ke bandara sehingga saya tidak perlu repot
untuk mencari transportasi ke sana.
Dini Hari menuju Bandara |
Saya pun sampai di tempat berkumpul sebelum
jadwal yang ditentukan. Memang terlalu awal, tetapi itu lebih baik dari pada
terlambat sehingga membuat yang lain khawatir. Tepat sekitar waktu yang sudah
disepakati bersama, satu demi satu rombongan pun tiba. Setelah lengkap, kami
segera berjalan ke tempat check in.
Usai menyelesaikan seluruh prosedur sebelum
keberangkatan, kami segera naik ke pesawat yang akan membawa kami ke Tarakan
karena perjalanan dengan pesawat harus melewati Tarakan terlebih dahulu sebelum
sampai di Pulau Sebatik. Sekitar pukul 04.45 WIB, pesawat yang kami gunakan pun
mulai mengudara.
Jakarta-Tarakan |
Letak Tarakan yang ada di Pulau Kalimantan tentu
membuat pesawat harus terbang di atas Pulau Jawa. Pagi pun perlahan tiba dan
pemandangan ke arah luar jendela mulai terlihat. Sebenarnya sunrise bisa
dinikmati dari atas ketinggian, tetapi tempat duduk saya menghadap barat
sehingga sunrise tidak terlihat.
Menyambut Pagi di Langit |
Perjalanan menuju Tarakan dengan pesawat adalah
sekitar dua setengah jam dari Soetta. Tentunya merupakan perjalanan yang
singkat mengingat jarak menuju Tarakan yang mencapai lebih dari 1000 kilometer.
Menjelang sampai ketika pesawat sudah tidak lagi tinggi, tampak daratan
Kalimantan yang penuh dengan hutan dan sungai lebar.
Bentang Kalimantan |
Sekitar pukul 08.00 WITA, akhirnya pesawat kami
mendarat dengan selamat di Bandar Udara Internasional Juwata, Tarakan,
Kalimantan Utara. Waktu di sini satu jam lebih cepat daripada di Jakarta. Selanjutnya
kami dijemput oleh pihak angkatan laut menggunakan bus. Tujuan pertama kami di
Tarakan ini adalah di Baloy Mayo Adat Tidung.
Bandar Udara Internasional Juwata, Tarakan, Kalimantan Utara |
Menyapa Budaya Tidung dan Sejarah Pulau Tidung
Baloy Mayo Adat
Tidung atau nama lain dari Istana Adat Tidung merupakan salah satu situs budaya
yang ada di Tarakan. Konon di sini dahulu terdapat sebuah kerajaan, yakni
kerajaan Tidung. Konon masyarakat Kalimantan pun awalnya berasal dari
masyarakat Tidung, termasuk Dayak yang juga merupakan keturunan Tidung.
Baloy Mayo Adat Tidung, Tarakan, Kalimantan Utara |
Terdapat rumah adat panggung khas Kalimantan di Baloy
Mayo Adat Tidung ini. Kami pun disambut oleh salah satu petinggi di sana dan
mendapat beberapa penjelasan dan cerita mengenai Masyarakat Tidung. Kami pun
turut diantar menuju tempat semacam singgasana sebuah kerajaan, lengkap dengan
kursi rajanya.
Salah satu cerita Masyarakat Tidung yang menarik
ialah migrasi mereka menuju salah satu pulau di Kepulauan Seribu yang bernama
Pulau Tidung. Konon diceritakan dahulu saat Belanda ingin menguasai Nusantara
termasuk Tidung, mereka menyarankan bangsawan Tidung untuk ke Jawa dan belajar
kebudayaan.
Konon Masyarakat Tidung Berlayar Melintasi Laut Jawa dan Terdampar di Pulau Tidung |
Hal itu ternyata hanya dimaksudkan untuk
menyingkirkan tokoh Masyarakat Tidung agar Belanda lebih mudah menguasai
Tidung. Beberapa bangsawan dan ratusan prajurit pun berangkat ke Jawa dengan
menggunakan tiga perahu layar. Zaman dahulu tentu melintasi Laut Jawa dengan
perahu layar adalah hal yang membahayakan.
Replika Kapal yang Dulu Digunakan Masyarakat Tidung Melintasi laut Jawa |
Benar saja, selama perjalanan satu demi satu rombongan
meninggal dunia karena lama perjalanan yang mencapai bulanan lamanya. Akhirnya beberapa
orang yang masih bertahan hidup pun terdampar di suatu pulau kosong di Kepulauan
Seribu dan menetap di sana.
Nelayan sekitar yang
tahu bahwa ada jejak kehidupan di pulau itu segera mendatanginya. Awalnya
mereka tidak bisa berkomunikasi karena perbedaan bahasa. Namun setelah Masyarakat
Tidung menulis tulisan Arab gundul bertuliskan “Tidung” mereka pun mengerti.
Pulau tempat Masyarakat Tidung terdampar itu pun sekarang bernama Pulau Tidung.
Perjalanan Laut yang Panjang
Usai mengunjungi
Baloy Mayo Adat Tidung, kami makan siang di rumah makan yang ada di Kota
Tarakan bernama Warung Teras. Ternyata dulu Presiden Joko Widodo pun pernah
berkunjung ke sini yang ditunjukkan dari sebuah foto dinding beliau bersama
jajaran pemilik restoran.
Presiden Joko Widodo saat Mengunjungi Warung Teras |
Usai makan, kami kembali ke bus dan kembali
melanjutkan perjalanan. Pemberhentian kami selanjutnya adalah di Pelabuhan SDF
Kota Tarakan untuk melanjutkan perjalanan sampai di Pulau Sebatik melalui jalur
laut. Pelabuhan ini pun melayani keberangkatan langsung sampai ke sana.
Pelabuhan SDF Tarakan, Kalimantan Utara |
Tak lama kemudian kami sudah ada di dalam speed boat yang akan membawa kami menuju Pulau Sebatik. Lama perjalanan
untuk sampai ke sana ialah sekitar 2,5 jam. Kondisi kapal meski kecil, tetapi
cukup baik; lengkap dengan AC sehingga tidak panas dan juga layar TV Video
sebagai hiburan selama perjalanan.
Di Dalam Speed Boat Menuju Pulau Sebatik |
Perjalanan dengan menggunakan speed boat pun berbeda dengan kapal
ferry. Pertama merasakannya seolah seperti sedang naik bus karena saat
menerjang gelombang, rasanya seperti bus yang sedang melewati lubang di jalan.
Saat kapal melaju kencang dan melompat pun cukup terasa di dalam .
Tarakan-Pulau Sebatik |
Keadaan itulah yang menjadi tantangan tersendiri
bagi mereka yang biasa mabuk laut sehingga lebih baik sedia obat antimabuk.
Beruntung saat itu tidak ada satu pun penumpang yang mabuk. Selain itu, bagi
mereka yang takut laut dan naik kapal, hendaknya terlebih dahulu mempersiapkan
diri.
Tapal Batas NKRI
Setelah sekitar 2,5 jam melaju, akhirnya kecepatan
kapal mulai berkurang. Dari kejauhan tampak dermaga yang memanjang, tempat di
mana kapal berlabuh. Ternyata kapal sudah dekat dengan tujuan yakni Pulau
Sebatik, Kalimantan Utara. Di arah utara, tampak daratan yang sudah masuk
Negara Malysia, tepatnya bagian Sabah.
Pelabuhan Sungai Nyamuk, Pulau Sebatik, Kalimantan Utara |
Syukur Alhamdulillah, kapal akhirnya berlabuh dengan
selamat di Pelabuhan Sungai Nyamuk. Perjalanan dari Tarakan termasuk lancar
karena gelombang sedang bersahabat. Usai turun, kami sudah ditunggu oleh
panitia acara 17san di Pulau Sebatik yang akan membawa kami di hotel.
Perjalanan di Pulau
Sebatik pun dimulai….. BERSAMBUNG
Video Jelajah Tapal Batas NKRI:
Posting Komentar
Posting Komentar